แชร์

Bab 39. Kecurigaan Felix

ผู้เขียน: Wijaya Kusuma
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-16 22:52:28
“Kemarin aku lagi bad mood.”

Neina melirik sekilas ke arah Felix, senyum kecil tersungging di bibirnya.

“Mungkin perasaanku meresap ke dalam racikan kopinya.”

Felix tersenyum kecil, sebuah senyum langka yang hanya muncul saat ia benar-benar santai, atau setidaknya mencoba santai.

“Jadi perasaanmu bisa larut juga ke dalam air panas?”

Neina tidak menjawab. Matanya fokus ke cangkir yang kini sudah mulai mengeluarkan aroma robusta bercampur sedikit kayu manis—resep rahasia yang tak pernah ia bocorkan, bahkan pada dirinya sendiri.

Aroma itu memikat, namun di balik keharumannya, tersimpan keraguan.

“Kali aja Pak Keandra mulai ada sesuatu sama kamu, Nei,” ujar Felix lagi, kembali mengungkit kecurigaan yang sama. Ia tampaknya tak bisa melepaskan pikiran itu.

Neina melirik sekilas pada Felix, kemudian kembali menunduk, mengaduk kopi buatannya dengan gerakan pelan.

“Mana mungkin, Pak. Pak Keandra hanya cinta sama istrinya. Siapa aku ini, aku cukup sadar diri.”

Neina tersenyum manis saat me
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 45. Kesiangan

    Cahaya matahari yang menelusup dari celah jendela sempit kamar pelayan menyentuh pipi Neina seperti sentuhan es, membangunkan tidurnya yang tidak nyenyak. Ia mengerjapkan mata, menatap dinding kayu usang yang masih asing baginya meski sudah berbulan-bulan ditinggali. Nafasnya tercekat ketika ia melihat jam dinding bundar berhias bunga plastik murahan.“Jam tujuh lewat?!” Suara paniknya menggema di ruang mungil itu, menggoncang kesunyian subuh yang sudah lewat terlalu banyak sebab waktu yang sudah menunjukkan pukul 07.15 menit. Dengan refleks ia menendang selimut tipis, hampir tersandung sandal lusuh yang teronggok di lantai. “Bisa-bisanya aku bangun kesiangan. Padahal alarm sudah aku nyalakan. Kenapa masih nggak dengar…,” gerutunya, tangannya dengan cekatan meraih handuk.Ia merapat ke kamar mandi kecil yang ada di kamarnya dengan dinding keramik yang bergambar lumba-lumba. Gemericik air dingin memagut kulitnya, namun kantuk masih menempel di kelopak mata—seolah enggan disiram p

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 44. Pembelaan Felix

    Udara pendingin ruangan di lantai 8 DS Company menampar kulit seperti kristal beku. Dinginnya menusuk, seolah alam pun ikut merasakan ketegangan yang menyelimuti dini hari itu. Waktu di jam digital menunjukkan pukul 01.20 WIB, namun lampu di ruang kerja presiden direktur masih menyala terang—terlalu terang untuk dini hari yang sunyi, terlalu suram untuk sebuah kemenangan yang seharusnya gemilang.Di meja kayu walnut sepanjang dua meter, Keandra Dipta Sakti berdiri memunggungi pintu kaca, siluetnya memancarkan aura dominasi. Jasnya sudah tidak rapi, dasi sedikit miring, dan lengan kemejanya sudah digulung naik ke bagian atas lengannya, memperlihatkan otot-otot lengannya yang kencang. Rahangnya tegang, mengeras, seolah setiap detik menahan dentuman bom yang hendak meledak, ledakan emosi yang siap menghancurkan apa pun di depannya.Di dekat rak trofi perusahaan yang memancarkan kilau keemasan, Felix Aryawinata, asisten pribadi sekaligus bendungan emosi bosnya, baru saja masuk setelah

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 43. Revisi Lagi

    Raka menatap mata Neina lebih lama daripada biasanya. Ada perasaan tak tuntas, seolah ada sesuatu yang mengganjal. Namun, ia memilih percaya. Ia adalah pria yang memegang janji dan kepercayaan.“Kalau begitu, besok kabari setelah bangun. Jangan lupa aktifkan ponsel barunya,” pesan Raka, suaranya penuh perhatian.“Siap, Mas.” Neina meremas jemari Raka sebentar, sebuah sentuhan singkat yang penuh makna, lalu berbalik menuju pintu kaca lobi apartemen.Raka menunggu sampai siluet Neina lenyap di balik lift sebelum ia berbalik. Ia menghela napas, sebuah kelegaan bercampur rasa lelah. Ia kembali menuju mobilnya. Tujuan ia sekarang adalah kembali ke rumah orang tuanya. Saat taksi melaju, meninggalkan gedung DS Company yang kini tampak sepi dan gelap. Raka tak menyadari sebuah sedan hitam tanpa lampu kabin mengikuti pelan sejak lobi DS Company. Di balik kemudi, seorang pria berjas abu memantul di kaca spion, matanya mengawasi mobil yang ditumpangi Raka dengan tajam. Ada sesuatu yang tak

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 42. Hadiah Raka

    Jam di ponsel Neina menunjukkan pukul 22.16 WIB. Sebuah pesan masuk dari Mas Raka, kekasihnya. “Aku pesan makanan. Masih butuh apa?”Hati Neina ngilu. Ia ingin sekali membalas, “Pulanglah, Mas. Aku baik-baik saja.” Namun, ia takut menyinggung. Raka adalah sosok yang sabar dan pengertian, tapi ia juga tahu, menunggu di lobi kantor hingga larut malam bukanlah hal yang menyenangkan. Dengan jemari ragu, ia mengetik: “Mungkin sampai jam 00.30, Mas. Maaf.”Balasan hanya berupa emoji jempol ia terima. Neina tahu Raka menahan kecewa. Emoji itu adalah simbol kesabaran Raka, namun juga kekecewaan yang tak terucap. Sebuah janji makan malam yang telah direncanakan pagi tadi, kini harus pupus karena pekerjaan yang tak ada habisnya. Ia merasa bersalah, namun tak punya pilihan.Proposal BetaX akhirnya selesai. Setelah berjam-jam berkutat dengan angka, grafik, dan narasi, Neina menghela nafas lega. File pun telah terkirim, dan Felix sudah men-CC Pak Keandra ulang untuk memastikan. Mereka salin

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 41. Mencari Jalan Keluar

    Ia mencoba lagi, memasukkan kombinasi kata sandi lama yang ia ingat. Tetap gagal. Frustrasi memuncak.Ia mengambil napas dalam-dalam. Hanya ada satu cara untuk mendapatkan akses itu: menghubungi Bapak Ridwan, Kepala Divisi Teknologi. Ridwan adalah orang yang bertanggung jawab atas seluruh sistem IT perusahaan. Namun, Ridwan dikenal sangat disiplin dan tidak akan memberikan akses tanpa alasan yang sangat kuat, apalagi di luar jam kerja.Neina menatap layar ponselnya, ragu-ragu. Menghubungi Ridwan berarti mengakui ia butuh bantuan, yang bisa saja dianggap sebagai excuse oleh Keandra. Tapi, jika ia tidak mencoba, proposal ini pasti gagal. Akhirnya, dengan tangan gemetar, ia menekan nomor Ridwan.Telepon berdering lama. Neina merasa jantungnya berpacu kencang. Apakah Ridwan sudah tidur? Apakah ia akan marah karena diganggu? Pada dering kelima, suara serak Ridwan akhirnya menjawab.“Halo, Neina? Ada apa? Ini sudah larut.” Nada suaranya terdengar lelah, namun tidak marah.“Maaf mengganggu

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 40. Pekerjaan Tambahan

    Deru pendingin udara di ruang kerja Neina sudah melemah; jarumnya menempel pada angka dua puluh enam seolah ikut kelelahan menahan panas malam Jakarta yang membara. Jam dinding menunjukkan pukul 18.07 WIB ketika pintu diketuk perlahan. Neina, yang sedang membereskan mejanya, mengira itu adalah karyawan kebersihan. Namun, yang muncul justru Pak Felix—dasi miring, rambut sedikit berantakan, kemeja kusut tanda ia juga belum sempat pulang. Wajahnya lelah, namun ada gurat cemas yang kentara.“Neina, boleh lima menit?” tanya Felix, suaranya terdengar berat, nyaris berbisik.Neina sedikit terkejut, namun dengan sigap ia kembali duduk tegak. “Tentu, Pak. Ada yang bisa saya bantu?”Tanpa menunggu dipersilakan duduk, Felix melangkah masuk, menyodorkan map tebal berpenanda URGENT berwarna merah.“Proposal ini harus selesai hari ini juga,” bisiknya, suaranya sangat pelan, seolah kalimat itu bisa ditangkap CCTV yang terpasang di sudut ruangan. “Pak Keandra langsung instruksikan.”Neina menelan

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status