Share

Minta Cerai

Hayati masih berada di sisi makam Radit, para pengantar jenazah yang memang hanya beberapa orang sudah meninggalkan pemakaman begitu juga kedua orangtua Rama. Rama berdiri tidak jauh dari tempat Hayati bersimpuh.

Sempat memohon pada Rama agar memakamkan Radit di kampung halamannya dan Rama boleh menalak dan meninggalkan Hayati disana. Tapi Yaksa menolak permintaan tersebut.

“Kita tidak tau ke depannya akan bagaimana, saat ini Hayati sedang berkabung. Ketika sudah membaik bisa jadi ada rencana busuk untuk membalas dendam atau menjatuhkan kehidupan kamu,” ujar Yaksa.

“Ayah benar, apalagi saat ini posisi kamu di Perusahaan sedang bagus-bagusnya. Jangan sampai keluarga Adam tau dan murka, mereka bisa lakukan hal-hal yang tidak terduga. Kecuali kamu sudah siap jatuh miskin. Kalau Ibu sih nggak mau ya,” sahut Zahida.

Rama menghela nafasnya mengingat ucapan kedua orangtua yang mungkin saja ada benarnya. “Hayati, mau sampai kapan kamu di sini. Langit sudah hampir gelap,” ucap Rama.

Mengusap wajah basahnya, Hayati bangun dari posisi bersimpuh. “Pak, Hayati pulang dulu," ucap Hayati lalu berbalik meninggalkan makam Radit. Selama perjalanan menuju kediaman Yaksa, Hayati memandang keluar jendela dengan tatapan kosong.

***

Beberapa hari sejak kematian Radit, Hayati masih berdiam diri di kamar. Melamun memandang ke luar jendela kamarnya. bahkan makanan yang diantar oleh asisten rumah tangga pun kadang disentuh kadang tidak. Wajahnya pucat dengan mata bengkak karena sering menangis.

Sedangkan di lantai bawah, Rama dan kedua orangtuanya sedang mendiskusikan masalah pernikahan Rama dan Hayati. 

“Sebaiknya kita harus sampaikan hal ini pada Isna, Ibu tidak ingin nanti Isna tahu dan berprasangka buruk pada kamu,” ujar Zahida pada Rama ketika menyampaikan bahwa Isna akan kembali dari perjalanan bisnisnya nanti malam.

Isna Adam, wanita yang Rama nikahi sejak lima tahun yang lalu. Meski belum diberikan momongan tapi keduanya saling mencintai. Kesibukan Isna sebagai model juga memiliki rumah mode ternama membuatnya sangat sibuk.

“Aku akan bicara dengan Hayati, agar dia mempersiapkan untuk bertemu dengan Isna. Aku juga akan bujuk dia agar tidak membeberkan semua rahasia pada Isna dan keluarga besarnya.”

Rama pun berniat memanggil Hayati. Rama mengetuk pintu kamar Hayati dan tidak lama Hayati membuka pintu kamarnya. “Boleh aku masuk?” tanya Rama. Tanpa menjawab Hayati hanya menggeser tubuhnya mempersilahkan Rama untuk masuk.

Duduk bersisian di sofa, menunggu apa yang akan disampaikan oleh Rama. “Malam ini Isna akan pulang,” ujar Rama.

Hayati mencoba mengingat apa yang sudah dia lewati hingga dia tidak tau siapa Isna. “Isna adalah istriku,” terang Rama seakan mengetahui jika Hayati mencoba mengetahui siapa Isna. Hayati menoleh pada Rama mendengar kalimat ‘Isna istriku’.

Lalu, kamu pikir aku siapamu? Pembantu? batin Hayati.

“Aku akan menyampaikan tentang pernikahan kita pada Isna. Kamu hanya cukup dengarkan, biar aku yang bicara. Isna adalah satu-satunya wanita yang aku cintai, entah apa respon darinya jika tau aku sudah menikah denganmu. Kami sebenarnya tinggal di kediaman keluarga Isna dan kamu nanti akan tetap tinggal di sini,” jelas Rama.

“Jangan khawatir, semua kebutuhan kamu akan aku penuhi. Tugasmu sebagai seorang istri tidak perlu kamu tunaikan karena aku memang tidak membutuhkannya. Cukup Isna yang menunaikan tugasnya sebagai seorang istri. Apa kamu mengerti?”

“Kapan Mas Rama akan menceraikan aku?” tanya Hayati.

Deg.

Entah mengapa jantung Rama berdetak tidak biasa mendengar Hayati menanyakan perihal perceraian.

“Apa maksudmu?”

“Mas Rama bukan orang bodoh yang tidak mengerti apa yang aku tanyakan. Mas Rama menikah denganku karena permintaan Bapak. Sekarang Bapak sudah tidak ada, Mas Rama bisa ceraikan aku dan pastikan aku pulang ke kampung dengan selamat.”

Rama menggerakan tubuhnya menghadap pada Hayati. Wajah yang terlihat lebih tirus dari pertama kali mereka bertemu, juga wajah yang terlihat cukup sayu.

“Sebaiknya kamu pahami apa yang aku sampaikan barusan. Tidak usah berpikiran yang aneh-aneh,” ujar Rama.

“Istri yang tidak berguna dan menuntut cerai bukan hal yang aneh. Aku juga tidak ingin menjadi orang ketiga diantara pernikahan Mas Rama dan istri.”

“Sebaiknya kamu bersiap, aku harus menjemput Isna. Aku akan mempertemukan kalian."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status