Share

Masih dengan permintaan yang sama

Abraham dan Jihan tercengang mendengar permintaan Mikhaela untuk yang kesekian kalinya. Kemudian pria yang memakai kemeja berwarna biru itu memegang tangan sang istri dengan lembut.

"Sayang, jangan ucapakan hal yang bukan-bukan dulu! Saya ingin kamu sehat dan menjalankan operasi besok, ya!" pinta Abraham dengan sangat lembut.

Sedangkan Jihan, hanya diam tidak mengatakan apa-apa. Sebab ia bingung harus bersikap bagaimana saat ini.

"Mas, apa salahnya menuruti keinginanku? Jika Jihan sudah melahirkan anak, kamu bisa menceraikannya! Jika tidak, maka tidak masalah bagiku. Kamu harus ada yang mengurus, lihatlah aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang!" terang Mikhaela.

Abraham bangun, kemudian melirik ke arah Jihan. Sebab memikirkan perasaan wanita itu karena ucapan sang istri tadi.

"Mikhaela, kamu jangan berpikir seperti itu! Sama saja kamu menggap Jihan sebagai boneka! Bisa diceraikan kapan saja!" 

Abraham berucap dengan tegas, kemudian bergegas pergi dari sana. Sebab dia ingin menegakkan diri dari permintaan konyol sang istri. Sedangkan Jihan, masih di tempatnya melihat Mikhaela menangis.

"Nyonya, jangan menangis!" pinta Jihan dengan lembut.

"Lihatlah suamiku Jihan, dia menggap aku ini wanita jahat yang memperlakukan kau seperti boneka," sahut Mikhaela dengan lirih.

Jihan langsung memegang tangan sang Nyonya, karena dia tidak berpikir seperti itu. Kemudian wanita muda itu memeluk sang majikan dengan lembut.

"Saya tidak berpikir seperti itu. Nyonya, karena saya tau perasaan Anda seperti apa sekarang sebagai seorang istri yang tidak akan bisa memberikan keturunan untuk suami Nyonya," jelas Jihan.

Mikhaela berhenti menangis, kemudian dia tersenyum dan mereka melepaskan pelukan. Setelah itu Jihan memberikan makan siang untuk sang majikan. Sedangkan Abraham masih belum kembali, entah pergi ke mana pria itu.

Jihan berharap kalau Mikhaela tidak akan meminta permintaan itu lagi. Namun firasatnya mengatakan kalau sang majikan akan selalu meminta hal itu sampai dia menikah dengan Abraham menjadi istri kedua pria tersebut.

...

Malam hari tiba, Abraham baru kembali ke ruangan sang istri, pria itu melihat Mikhaela sudah tidur, dan Jihan juga. Namun sang pembantu tidur dengan posisi duduk di samping istrinya.

Kemudian, dia menghampiri Jihan dan menepuk pundak wanita itu dengan pelan. Sontak saja membaca sang empunya terbangun.

"Tuan!" kaget Jihan, melihat sang majikan ada di hadapannya.

"Kamu tidur saja di sofa! Biar saya yang menjaga Mikhaela," bisik Abraham. 

Karena dia takut membangunkan sang istri yang tidur dengan pulas. Kemudian Jihan bergegas menuju sofa dan menidurkan tubuhnya, sebab ia merasa sangat mengantuk selama menjaga Mikhaela seharian penuh, di tambah lagi harus menenangkan sang majikan yang terus-menerus menangis.

Abraham memandang wajah Mikhaela dengan dalam, dia tidak habis pikir mengapa istrinya memintanya untuk menikah lagi, hanya karena ingin mendapatkan anak.

Abraham mencium tangan istrinya dengan lembut, kemudian dia tertidur sambil memegang tangan Mikhaela dengan erat.

Pagi hari tiba, Jihan terbangun. Wanita muda itu melihat sang majikan masih tidur, kemudian dia bergegas pergi dari sana menuju luar, dan duduk di bangku sambil mengatur nafas dengan perlahan.

Tak berselang lama, ponsel Jihan bergetar ada pesan dari Mikhaela yang memintanya untuk segera kembali ke ruangan. Wanita muda itu bergegas masuk ke dalam dan melihat kedua majikannya tengah duduk.

"Ada apa ya. Nyonya?" tanya Jihan pelan.

Entah mengapa, hatinya berdetak kencang seperti akan ada yang terjadi setelah ini. Wanita itu pun menghela nafas panjang.

"Jihan, duduklah di sini! Ada yang ingin aku sampaikan," pinta Abraham sambil menggesekkan kursi ke sampingnya.

Jihan langsung berjalan mendekati Abraham dan duduk di samping pria itu sambil melirik ke arah sang Nyonya, yang ada di hadapannya saat ini.

"Jihan, Mas Abraham akan menyampaikan sesuatu padamu sebelum aku masuk ke ruang operasi," ujar Mikhaela dengan lembut dan senyuman manisnya.

Jihan hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, karena hatinya tidak tenang. Wanita itu tahu apa yang akan disampaikan oleh sang Tuan nanti. Sebab, firasatnya mengatakan bahwa Abraham sudah menyetujui permintaan gila Mikhaela.

"Jihan, menikahlah dengan saya! Jangan takut, saya tidak akan menceraikan kamu. Kita akan selalu bersama seperti permintaan Mikhaela," terang Abraham.

Jihan tercengang mendengar ucapan sang Tuan, kemudian dia melirik ke arah Mikhaela yang terlihat sangat bahagia. Hatinya bingung harus mengambil langkah apa sekarang. Sebab ia tidak ingin menikah dengan Abraham. 

Namun, ia juga harus mengingat kebaikan yang dilakukan oleh Mikhaela selama ini, membuat dia harus membalas budi tersebut. Akan tetapi, Jihan tidak siap menikah diumur yang baru menginjak 26 tahun.

"Jihan, aku tidak akan memaksamu. Pikirkan saja hal itu! Aku minta, jawab dengan jujur, jangan ada paksaan atau tekanan dari siapapun!" tegas Abraham sambil melirik ke arah sang istri.

Sontak saja hal ini membuat Mikhaela tersindir, karena Abraham seperti tengah menuduhnya menekan Jihan agar mau menikah dengan sang suami.

"Baik Tuan," jawab Jihan pelan.

Abraham bergegas pergi dari sana, karena dia ingin menemui Dokter yang akan melakukan operasi pengangkatan rahim sang istri beberapa jam lagi. Sedangkan Jihan, langsung membereskan apa saja yang dibutuhkan oleh sang majikan.

"Jihan, kamu makan dulu, itu nanti saja!" pinta Mikhaela dengan lembut.

Jihan tersenyum, kemudian menyelesaikan pekerjaan dan menghampiri sang majikan yang berada di tempat tidur pasien.

"Nyonya, saya izin pergi ke kantin sebentar ya. Nanti saya kembali lagi, tidak lama kok," izin Jihan dengan hati-hati.

Sebab, ia takut Mikhaela tidak mengizinkannya pergi. Karena Abraham sudah membelikan makanan untuknya sejak tadi.

"Untuk apa? Bukankah anak buah mas Abraham tadi membawakan makanan untukmu?" jawab Mikhaela dengan pertanyaan.

Jihan bingung harus menjawab apa, kemudian dia diam dan memakan makanan yang dibawakan oleh anak buah Abraham untuknya tadi.

Padahal, ia ingin menenangkan diri agar tenang dan mengambil keputusan apa yang harus diambil selanjutnya. Akan tetapi, sudah gagal, karena dia tidak bisa berbohong pada sang majikan.

Setelah selesai, Jihan membawa barang yang diperlukan untuk Mikhaela menuju ruang operasi. Sedangkan sang majikan dibawa oleh perawat menggunakan kursi roda menuju ruangan operasi.

Sedangkan Abraham, masih berada di belakang menemui Dokter yang akan melakukan operasi pada sang istri nanti.

Saat Mikhaela hendak masuk ke ruangan operasi, wanita itu meminta Jihan mendekatinya. Kemudian dia memegang tangan sang pembantu dengan erat.

"Jihan, aku berharap saat aku selesai operasi, kau sudah menyetujui permintaan mas Abraham. Percayalah semua akan baik-baik saja! Dia tidak akan meninggalkanmu. Kita akan mengurus anakmu bersama," terang Mikhaela.

Jihan hanya diam, kemudian dia menatap wajah Mikhaela yang terlihat sangat memperhatikan, sebab wajahnya terlihat sangat pucat dan lema.

"Aku rela berbagi suami denganmu, karena aku tau kau tidak akan mencintai mas Abraham, begitu juga sebaliknya. Aku ingin sekali merawat anak," tambah Mikhaela.

Jihan masih diam, kemudian Mikhaela bergegas pergi dari sana dibawa oleh perawat masuk ke dalam ruangan operasi. 

"Apa yang diucapkan oleh Mikhaela tadi. Jihan?" tanya Abraham yang baru saja tiba, membuat Jihan terkejut dan menatap wajah sang majikan.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status