Share

Kesepakatan

Jihan terdiam, membuat Abraham mencurigai sang istri mendesak Jihan agar mau menikah dengannya. Kemudian ia membawa wanita itu duduk di bangku dengan saling berhadapan. 

"Apa istriku mendesakmu agar menikah denganku?" tanya Abraham dengan pelan. 

Jihan diam, karena dia bingung harus menjawab apa. Sebab ia tidak ingin Abraham marah pada Mikhaela yang selalu mendesaknya untuk menikah dengan sang Tuan. 

Namun, dia juga tidak enak kalau berbohong pada Abraham yang selalu baik padanya. Akan tetapi, untuk kali ini Jihan harus berbohong demi kebaikan sang Nyonya yang masih sakit. 

"Tidak Tuan, nyonya tidak mengatakan apapun," jawab Jihan pelan. 

Abraham tidak percaya akan ucapan Jihan, karena dia tahu betul seperti apa sang istri. Namun ia tidak ingin bertanya lebih jauh pada Jihan, sebab saat ini tengah mengkhawatirkan keadaan Mikhaela yang tengah menjalankan operasi. 

Sedangkan Jihan, memilih pergi dari sana. Sebab ia tidak enak berduaan dengan sang majikan. Ya walaupun mereka tengah menunggu Mikhaela, tetap saja dia tidak enak. 

Dokter memanggil Abraham masuk ke dalam untuk melihat kondisi Mikhaela dan rahim yang sudah habis di gerogoti oleh penyakitnya, hal itu membuat Abraham tidak sanggup melihat dan memilih untuk menunggu di luar. Apa lagi dia tadi melihat sang istri masih di tempat tidur operasi. Bahkan para Dokter masih membersihkan sisa-sisa penyakit di dalam perut istrinya. 

Abraham menangis tersedu-sedu tanpa rasa malu dilihat banyak orang di sana. Karena hatinya saat ini sangat sakit mengingat sang istri masih di dalam menjalankan operasi. 

Pada saat itu juga Jihan kembali dan melihat sang majikan menangis. Pikirannya pun melayang entah ke mana, ia cemas akan keadaan Mikhaela yang ada di dalam ruangan operasi. 

"Tuan, apa nyonya baik-baik saja?" tanya Jihan dengan cemas. 

Abraham langsung menoleh, kemudian dia menghapus air mata dan mengatur nafas agar lebih tenang. Hal itu membuat Jihan bingung akan sikap sang Tuan. 

Kemudian, Jihan duduk di samping Abraham sambil terus melirik ke arah pintu ruangan operasi berharap dokter ke luar dan memberikan kabar Mikhaela padanya. Sebab sang Tuan hanya diam saat dia bertanya tadi.

Satu jam kemudian, Dokter ke luar memberitahu jika operasi Mikhaela berjalan dengan lancar. Hal itu membuat Abraham senang begitu juga dengan Jihan rasa cemasnya sudah hilang. 

"Bu Mikhaela sebentar lagi akan kami pindahkan ke ruang rawat," ujar Dokter tersebut sambil bergegas pergi dari sana. 

Abraham bernafas dengan lega, kemudian dia bergegas pergi dari sana menuju ruang rawat sang istri. Sedangkan Jihan masih diam di tempat. Sebab, ia menunggu majikannya di sini. 

Ya, walupun dia sangat lelah, tetap ia ingin melihat keadaan Mikhaela secepatnya. Jihan sangat menyayangi wanita itu, sebab sudah sangat baik padanya selama ini. 

Tak berselang lama, Mikhaela ke luar bersama seorang perawat. Jihan meneteskan air mata melihat sang majikan duduk lemah di kursi roda. 

"Mbak, biar saya saja yang membawa Nyonya Mikhaela ke ruangannya!" pinta Jihan dengan lembut.

Perawat itu menuruti keinginan Jihan, kemudian mereka bergegas menuju ruangan Mikhaela dengan perlahan. Setelah sampai, Abraham langsung menyambut kedatangan sang istri dan membawanya naik ke tempat tidur.

Setelah itu, perawat tersebut memeriksa keadaan Mikhaela dan bergegas pergi dari sana. Sedangkan Jihan langsung menghampiri sang majikan.

"Nyonya, apa masih sakit perutnya?" tanya Jihan dengan lembut sambil menatap wajah sang majikan.

Mikhaela hanya menganggukkan kepala, karena ia masih lema tenaganya belum pulih betul. Jihan pun tersenyum sambil memegang tangan sang majikan dengan lembut.

"Jihan, kamu pulang saja! Biarkan aku di sini menjaga Mikhaela," pinta Abraham.

Jihan melirik ke arah sang Tuan, kemudian menganggukkan kepalaku. Padahal ia masih ingin merawat Mikhaela yang baru saja selesai operasi. Namun, dia tidak berani membantah majikannya.

Saat dia hendak pergi, tangannya ditarik oleh Mikhaela membuat Jihan berhenti dan menatap wajah sang majikan.

"Tolong jangan pergi! Tetaplah di sini temani aku!" pinta Mikhaela pelan.

Jihan menganggukkan kepala, kemudian duduk sambil memijat kaki sang majikan dengan lembut. Sedangkan Abraham hanya diam melihat mereka. 

...

Keesokan paginya.

Jihan bersiap-siap, karena hari ini dia akan pulang. Namun sebelum itu, ia harus memberikan jawaban dari permintaan Mikhaela kemarin.

Wanita muda itu menghela nafas panjang, kemudian berjalan mendekati Mikhaela yang tengah makan bersama Abraham.

"Nyonya, saya pulang ya," pamit Jihan dengan lembut.

"Kemarilah, makan dulu baru kamu pulang. Nanti akan diantar sama Mas Abraham!" sahut Mikhaela dengan lembut.

Jihan tersenyum dan menghampiri wanita itu, sedangkan Abraham hanya diam dan terus melanjutkan memakan sarapannya dengan perlahan.

"Kamu sudah memiliki jawaban, 'kan Jihan?" tanya Mikhaela dengan lembut.

Jihan menganggukkan kepala, kemudian mulai menghabiskan sarapannya dengan perlahan. Setelah selesai, mereka bertiga duduk saling berhadapan. Sebab Jihan akan memberitahu apa keputusan yang dia ambil.

Jihan menghela nafas panjang, kemudian menundukkan pandangannya, berharap setelah ini semua akan baik-baik saja seperti sebelumnya.

"Saya bersedia menikah dengan Tuan Abraham," terang Jihan.

Abraham langsung menatap wanita itu, karena dia tidak percaya Jihan mau menikah dengannya. Jujur ia berharap sang pembantu tidak mau menuruti permintaan istrinya, karena ia tidak ingin menikah lagi.

Sedangkan Mikhaela sangat bahagia karena Jihan menuruti keinginannya. Kemudian ia memeluk sang pembantu yang sudah dianggap sebagai adik dengan erat.

"Terima kasih Jihan, kau sudah aku anggap sebagai adikku sendiri. Jangan panggil aku nyonya lagi! Sebab, kau juga akan menjadi nyonya!" pinta Mikhaela lembut.

"Baik Nyonya, maksudnya Kak Mikhaela," jawab Jihan gugup.

Mereka berdua saling berpelukan dengan erat, walaupun Jihan tidak bahagia. Namun ia senang bisa melihat sang majikan sangat gembira. 

Abraham langsung pergi dari sana, karena dia ingin mengobrol dengan Jihan, ada yang kesepakatan yang ingin dibicarakan pada wanita itu tanpa sepengetahuan Mikhaela.

"Sudah pergilah! Mas Abraham menunggumu. Ingat ya! Setelah aku pulang kau harus segera menikah dengannya," ujar Mikhaela dengan sangat gembira.

"Baik Kak Mikhaela," jawab Jihan dengan lembut.

Jihan bergegas pergi dari sana, saat di luar tangannya ditarik oleh Abraham. Sontak saja membuatnya terkejut, dan menatap wajah sang majikan. Kemudian duduk di samping pria itu.

"Jihan, ini kesepakatan untuk kita berdua ya. Jangan beritahu siapapun termaksud Mikhaela! Sebab, saya ingin pernikahan kita hanya di atas kertas. Saya tidak akan menyentuhmu, kita hanya berpura-pura di hadapan Mikhaela. Mengerti?" jelas Abraham.

Jihan menganggukkan kepalanya, karena dia senang Abraham tidak akan menyentuhnya selama pernikahan mereka berlangsung. Sebab ia menyetujui permintaan Mikhaela hanya karena ingin membalas budi, bukan karena ia mau menikah dengan sang Tuan.

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Mikhaela yang baru saja ke luar dari kamarnya, dengan membawa botol infus yang ada di tangannya. 

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status