Protesan Farraz rupanya tidak dihiraukan oleh Ayah Aryan. Pria paruh baya itu sudah berpegang teguh pada pendiriannya. Mungkin, dengan cara ini Farraz mau menyetujui permintaannya—yaitu memberikan penerus di masa kelak.
Dari awal ia memang tidak setuju dan tidak merestui Farraz menikah dengan Grisella, hingga keduanya memutuskan untuk menikah secara diam-diam, tanpa sepengetahuan keluarganya.Pada saat itu, semua keluarga besar dibuat tercengang dengan pernikahan ini. Semua keluarga besar tahu jika Farraz ini menolak menikah sebelumnya. Dengan tiba-tiba, pria itu malah melangsungkan pernikahan tanpa sepengetahuan keluarga, terutama Ayah Aryan.Jelas saja saat itu Ayah Aryan sangat murka, tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa karena semua sudah terjadi. Beberapa tahun ia berusaha menerima ini, tapi rasanya sulit, justru ia malah makin tidak suka dengan Grisella.Wanita yang mampu menaklukkan hati dingin anaknya, yang tidak keluarga mereka ketahui dengan jelas asal-usulnya. Yang mereka tahu, Grisella adalah gadis yang menolong Farraz saat kecelakaan.Ayah Aryan mencoba menerima, sebagai bentuk rasa terimakasihnya berkat Grisella anaknya itu terselamatkan. Sekarang, kejadian itu malah berbalik pada gadis malang itu.Sudah setahun berlalu, Grisella masih belum sadar dari komanya."Kenapa kau tega melakukan ini padaku?" tanya Farraz menahan segala amarah yang tertahan dalam dirinya.Hanya demi sebuah keturunan, Ayah Aryan malah menyuruhnya untuk menikah lagi, padahal Farras merupakan pria beristri.Farraz juga sudah berjanji, tidak akan meninggalkan Grisella dan akan tetap menunggunya."Ini demi kebaikanmu. Sebagai tanda baktimu kepada Ayahmu yang sudah tua ini. Ayah hanya ingin memiliki seorang cucu, Ayah ingin menikmati masa senja dengan cucu Ayah. Memang salah?" Ayah Aryan balik bertanya.Sudah beberapa tahun ini ia menunggu lahirnya seorang anak dari pernikahan Farraz dan Grisella, tetapi hal itu tidak kunjung terwujud, lantaran keduanya belum dikaruniai seorang anak.Mereka menikah sudah 5 tahun lamanya. Bayangkan, selama itu Ayah Aryan menunggu.Mendengar penuturuan Ayahnya, Farraz terkekeh sinis. Apa pun yang dilakukan Ayahnya itu jelas pemaksaan, bukan untuk kebaikannya melainkan untuk kebaikan pria itu sendiri."Demi kebaikanku atau demi urusan Ayah sendiri? Aku hanya meminta Ayah agar bersabar, aku dan Grisella pasti akan memberikan cucu sesuai apa yang kau inginkan," pungkas Farraz."Bersabar? Sampai kapan? Sudah 5 tahun Ayah menunggu seorang cucu, sampai sekarang masih belum terwujud. Lebih parahnya lagi, istrimu malah koma. Memang lebih baik kau ceraikan saja dia!" titah Ayah Aryan.Farraz semakin murka saja ketika pria di hadapannya itu malah mengatur kehidupan rumah tangganya."DIAM! Kau tidak berhak mengatur hidupku!" bentak Farraz.Semakin lama, kemarahan Farraz semakin meluap saja. Pemabahasan ini sangat sensitif baginya."Baik jika begitu. Kau bisa keluar dari rumahku jika kau tidak ingin berurusan lagi denganku, Farraz. Kemasi barangmu dan tinggalkan perusahaan ini, aku akan mencoret namamu di daftar warisanku!" ancam Ayah Aryan kembali menegaskan.Rahang Farraz mengeras, sehingga terlihat urat lehernya. Tangannya ia kepal kuat-kuat, sebisa mungkin ia tahan agar tidak kelepasan."Jangan lupa, semua asetmu akan Ayah sita. Silahkan pergi dan urusi istrimu itu! Besok aku akan melakukan rapat dengan dewan divisi, untuk menggantikan jabatanmu oleh Prayoga," lanjutnya.Tak kuasa menahan rasa amarah yang tertahan di dada, Farraz menjambak rambutnya frustasi. Jika ia di usir dari keluarga Arsawijaya, ia akan tinggal di mana dan bagaimana ia bertahan hidup? Hanya berkat Ayahnya ia bisa sukses hingga sekarang, semua aset yang ia miliki berawal dari Ayahnya.Tanpa menghiraukan keadaan anaknya. Ayah Aryan membenarkan dasinya yang terasa mencekik, kemudian meninggalkan Farraz yang mematung di tempatnya.Ternyata benar, hanya cara ini cara yang paling ampuh untuk mengancam Farraz. Tanpa dirinya, Farraz bukanlah apa-apa. Bukan maksudnya ia perhitungan. Umur tidak ada yang tahu, Ayah Aryan lakukan ini sebagai permintaannya kepada sang anak—ia ingin menimang seorang cucu sebelum ajal menjemputnya."ARGH! TUA BANGKA SIALAN!" umpat Farraz sembari berteriak, sehingga suaranya menggema di ruangan kerjanya.Kini, dirinya merasakan dilematis. Antara menyetujui permintaan Ayahnya, jika tidak, ia akan menjadi gelandangan di luaran sana. Farraz tidak mau hal itu terjadi, hidup sebatang kara di jalanan sana."Aku tidak akan memaafkanmu Ayah!"***Di sepanjang berjalan, banyak pasang mata yang menyapa seorang pria paruh baya yang tak lain dan tak bukan adalah Aryan Arsawijaya, pemilik perusahaan terbesar di ibukota ini. Semenjak berhenti memimpin jadi CEO, sosok Aryan Arsawijaya jarang terlihat.Walaupun jarang tidak pernah terlihat, mereka senang dengan kedatangan CEO yang tegas dan bijaksana pada masa kepeminpinannya. Sosoknya yang tegas dan berwibawa, membuat para karyawannya begitu mengayomi pendiri Arsawijaya Copration itu.Sikapnya tidak berbeda jauh dari Farraz, hanya saja di mata para karyawan, sook Farraz Arsawijaya itu lebih tegas dan dingin.Itu sudah menjadi ciri khas CEO yang sekarang menjabat, walaupun sosoknya dingin dan tegas. Siapa tidak tertarik dengan pribadi dan parasnya yang tampan bak jelmaaan seorang dewa.Banyak sekali para wanita di kantor maupun di luaran sana yang terpesona dengan seorang Farraz Arsawijaya, ya walaupun mereka sudah tahu jika pria itu sudah memiliki seorang istri."Selamat siang Tuan Aryan, lama tidak bertemu dengan anda," sapa para karyawan yang berpaspasan dengannya di lorong."Ayah!" Ayah Aryan menghentikan langkah kala mendengar suara seseorang memanggilnya. Saat berbalik badan, ternyata Prayoga yang memanggilnya.Pria yang tampak tampan dan gagah dengan stelan jas berwarna navy itu tampak pas di badan kekarnya.Prayoga dan Farraz bekerja di tempat yang sama, hanya saja berbeda jabatan.Jabatan Farraz di perusahaan ini adalah seorang CEO, sedangkan Prayoga, ia di tunjuk Ayahnya sebagai seorang Presdir."Ayah sedang apa di sini? Kenapa tidak bilang jika akan berkunjung," ujar Prayoga."Hanya ada urusan dengan Farraz, itu pun sebentar. Kau sudah selesai dengan pekerjaanmu?" tanya Ayah Aryan.Prayoga mengangguk. Tadinya ia akan ke dalam ruangannya, tetapi ia melihat sosok Ayahnya sedang berjalan di lorong, jadinya ia menyusul."Sudah, aku akan kembali bekerja tadinya, malah melihat Ayah datang ke sini."Ayah Aryan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Selesaikan pekerjaanmu terlebih dahulu, kau harus banyak belajar dari Farraz supaya kinerja kerjamu semakin meningkat."Prayoga terdiam, dengan kedua tangan yang mengepal. Ayah tirinya ini selalu saja membanding-bandingkan dirinya dengan Farraz secara tidak langsung, seolah dirinya tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan adik tirinya itu.Sampai ia harus di posisikan sebagai seorang Presdir di sini, bukan CEO, padahal dia adalah anak dan putra tertua di keluarganya. Sering kali ia geram dengan pencapaian adik tirinya itu, ia tidak suka jika Farraz lebih hebat darinya.Ini hanya soal waktu, siapa tahu nanti ia pasti akan menempati posisi tertinggi di perusahaan ini."Ya, aku paham. Ayah ke sini untuk membicarakan pernikahan kedua Farraz, bukan? Bagaimana? Apakah di setuju?" tanya Prayoga."Ayah tidak tahu, Ayah sudah mengancam dia supaya dia mau.""Mengancam apa?""Jika dia tidak mau memberikan keturunan, maka semua harta warisan yang Ayah punya akan jatuh kepadamu, Nak."Entah harus bereaksi seperti apa Prayoga sekarang ini, senang bukan kepalang ketika mendengar perkataan dari Ayah tirinya itu. Menguasai harta kekayaan Aryan Arsawijaya adalah impiannya, agar ia bisa menjadi orang yang kaya raya.'Semoga si Farraz menolak permintaan Ayah, agar aku bisa menguasai seluruh kekayaan Ayah,' batin Prayoga.***Shanaya turun dari taksi yang ditumpanginya, menuju gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Perusahaan Arsawijaya Copration, perusahaan sukses dan besar, tentunya sangat terkenal di dalam Negri.Bekerja di perusahaan ini merupakan impiannya sejak lama. Apalagi dirinya sudah lulus kuliah, dia ingin mencari pengalaman bekerja untuk menggantikan Ayahnya.Sayangnya, keinginan Shanaya tidak bisa terkabulkan. Sebab, Ayahnya belum mengizinkan dan menyuruhnya untuk lanjut kuliah, bekerja di sini juga tidaklah mudah."Bekerja di Arsawijaya Copration it's my dream, semoga Tuhan mengabulkan."Kedatangan Shanaya ke sini untuk mengantarkan makan siang pada Ayahnya, dia iseng-iseng masuk ke dalam perusahaan. Ingin tahu lebih dalam."Gadis menyebalkan tadi? Sedang apa dia di kantorku? Berani sekali dia sembarangan masuk ke sini."Melihat kedatangan gadis yang sangat familiar di matanya, Farraz menghentikan langkah. Dia memanggil satpam untuk mengusir Shanaya."Satpam! Lain kali perketat penjagaan pintu masuk perusahaan, jangan biarkan orang asing masuk ke dalam perusahaanku. Kau usir gadis itu sekarang juga!"Satpam mengangguk patuh, setelahnya Farraz melangkah masuk ke dalam lift. Tidak mau berlama-lama melihat gadis menyebalkan tadi."Maaf, anda siapa? Mengapa anda masuk ke dalam perusahaan?" tanya Satpam sambil menahan tangan Shanaya.Shanaya kebingungan. "Eh Pak, tangan saya jangan ditarik-tarik dong!"Sang satpam tetap menarik tangan Shanaya agar keluar, jika dibiarkan, yang ada malah diamuk atasan. "Ini sesuai perintah atasan saya, bahwa anda dilarang masuk ke perusahaan ini.""Aku tidak akan macam-macam, aku hanya ingin menemui Ayahku. Jika kau tidak percaya. Kau hubungi saja Manajer keuangan di sini, Amirudin Kusuma nama Ayahku." Sontak, satpam itu diam sejenak.Namanya juga orang asing, bisa jadi hanya mengaku-ngaku. Shanaya memberontak, karena dipaksa keluar."Pak Deden! Tunggu Pak! Dia anak saya, Pak Deden mau apakan anak saya?" tanya Pak Amir, bergegas menghentikan satpam tersebut."Tuan Farraz menyuruh saya untuk mengusirnya, Pak Amir. Apakah betul dia anak anda?""Benar Pak, dia putriku. Pak Deden bisa kembali bekerja."Shanaya berdecak kesal. Hari ini dia harus merasakan dua kali apes."Siapa sih si Farraz itu? Berani sekali mengusirku! Mentang-mentang atasan, malah seenaknya!" gerutu Shanaya napasnya kembang kempis."Farraz adalah pewaris Arsawijaya Copration, dia anak tunggal Pak Aryan, Nak. Kau masih ingat dengan Pak Aryan? Pria yang waktu itu berencana untuk menjodohkanmu dengan putranya."Menghela napas lega, Shanaya bersyukur tidak setuju dan menolak perjodohan yang Ayahnya bahas beberapa tahun lalu. Ya, Shanaya ingat namanya. Farraz Arsawijaya, pria yang hampir dijodohkan karena keinginan Aryan Arsawijaya.Ayah dan anak itu di kursi depan perusahaan, Pak Amir mengusap puncak kepala putrinya. "Terimakasih sudah membawakan Daddy makan siang, harusnya kau diam saja di rumah, biar Daddy yang mengambil.""Aku menelpon Daddy, tapi tidak Daddy angkat. Makannya aku ke sini untuk mengantarnya langsung," ucap Shanaya.Pak Ami terdiam. "Daddy sedang mengobrol dengan Pak Aryan di ruangan, Daddy tidak tahu jika kau menelpon."Kening si gadis cantik itu mengerut. "Sepertinya pembahasan serius, sampai Daddy tidak menjawab telponku. ""Pak Aryan menawarkan Daddy untuk menjodohkanmu dengan Farraz. Atasan Daddy ingin membantu biaya pendidikanmu, karena Daddy masih belum bisa mengumpulkan biayanya." Senyuman yang tercetak di bibir si cantik memudar. Shanaya merasa heran, kenapa Tuan Aryan Arsawijaya itu selalu saja menawarkan perjodohan padanya, padahal dia sudah menolak."Aku tidak butuh bantuan mereka, kita masih bisa mengusahakannya sendiri. Lebih baik aku tidak lanjut kuliah saja, dari pada harus di jodohkan hanya karena ingin membantu. Sama saja Daddy menjual putri Daddy kepada mereka.""Tenang Nak ... Daddy tidak akan menyetujui hal itu, putri Daddy berhak bahagia dengan pilihannya sendiri. Daddy hanya menyampaikan saja, karena Daddy juga tidak akan tega menyerahkanmu begitu saja.""Hanya karena ingin membantu biaya kuliahku, dia sering kali menawarkan aku untuk menikah dengan putranya! Padahal sudah jelas jika aku sudah menolaknya!" gerutu Shanaya.Dibandingkan harus menikah dengan cara seperti ini, lebih baik Shanaya tidak melanjutkan kuliahnya dan mencari pekerjaaan saja. Dari pada mengorbankan kebahagiaannya menikah dengan pria yang tidak dia kenali."Maaf, Pak. Pak Nick mengatakan jika rapat dipercepat, saya sudah menyiapkan tiket pemberangkatan dua hari lagi," ujar sekretaris Arash mengabarkan perubahan jadwal kerja.Arash hanya bisa mengiyakan saja, tanpa membantah sama sekali. Biarkan saja sang sekretaris yang menghandle urusannya, Arash ingin menghabiskan waktu bersama anak dan istrinya sebelum pemberangkatan.Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana, kemudian kembali ke dalam kamar. Sengaja menghindar, agar Shiena tidak mendengar obrolan ini.Bisa-bisa Shiena bertambah marah saat tahu jadwal dipercepat. Shiena selesai menidurkan Keivandra, perempuan itu tampak kelelahan karena menyusui seharian."Kapan kau berangkat, Mas?" tanya Shiena, perlahan menarik puting payudaranya agar terlepas dari mulut Keivandra.Ditanyai seperti itu, Arash diam sejenak. "Tadi sekretarisku menghubungi."Wajah Shiena mendongak, menatap suaminya. "Terus kapan?""Ternyata jadwal dipercepat, aku akan melakukan pemberangkatan tiga hari lagi," kata Ara
Akira menunggu seseorang untuk menjemputnya. Gadis kecil itu sedang duduk di kursi depan sekolah seorang diri. Karena temannya yang lain sudah ada yang pulang, hanya menyisa beberapa saja dari mereka.Entah ke mana kedua orang tuanya, sampai sekarang belum menjemput. Akira hanya bisa mengerucutkan bibir kesal, luka di kakinya membuat dirinya sakit saat berjalan."Mommy dan Daddy ke mana, sih? Kok lama banget!" gerutu Akira.Dari arah gerbang sana, terlihat seorang dewasa yang melihat ke arah Akira yang sendirian di sana. Tidak tega membiarkannya, wanita tersebut lantas menghampiri."Boleh nggak Tante ikut duduk?" tanya wanita asing itu. Dia memiliki paras cantik, membuat Akira jadi mencuri-curi pandang ke arahnya.Akira jadi teringat nasihat kedua orang tuanya untuk tidak mudah dekat dengan orang asing. Dengan cepat ia menggeser tubuh untuk menjauh.Heran karena Akira tiba-tiba menjaga jarak, wanita tersebut hanya bisa terkekeh pelan."Jangan takut, Tante bukan orang jahat kok. Tante
Shiena kembali ke rumah dengan kegundahan di hatinya. Panggilan dari Arash saja tidak ia dengarkan, ia masih tidak menyangka akan hamil anak ke tiga.Arash berlari untuk mengimbangi langkah Shiena yang sudah menjauh ke dalam sana."Sayang, tunggu aku!" teriak Arash terus memanggil-manggil.Namun nihil, Shiena bahkan tidak mempedulikannya dan tetap berjalan menaiki tangga.Shanaya dan Farraz yang sedang mengasuh Keivandra pun melirik ke arah anaknya yang mengajar istrinya."Ada apa, Nak?" tanya Shanaya menghentikan langkah Arash.Napas Arash tersengal-sengal, ia menetralkan degup jantungnya yang tak karuan. Kemudian menghampiri mereka."Entah ... Shiena marah karena tahu dia sedang hamil," kata Arash.Sepasang mata Shanaya dan Farraz membola, terkejut mendengar kabar bahwa menantunya sedang mengandung lagi.Yang membuat kaget, anak mereka saja yang kedua baru berusia beberapa bulan."Ya sudah. Kau bujuk saja istrimu, lain kali pakai pengaman kalau mau berhubungan. Atau kalau perlu puas
Pagi ini, Shiena dan Arash dengan kompak mau mengantarkan Akira ke sekolahnya. Kebetulan juga, letak TK tak begitu jauh dari rumah.Arash juga sedang tidak terlalu sibuk, sehingga ia bisa bersantai. Toh, selagi ada waktu sebelum masuk jam kerja."Kalian mau nganter Rara?" tanya Shanaya. Lebih sering tinggal di sini, sekalian membantu Shiena mengurus anak-anak.Sementara Raisa dan Mark, mereka tinggal di luar negri dan pulang hanya sebulan sekali. Beruntung ada Shanaya, bisa membantu Shiena.Karena Akira ini memang susah dekat dengan orang, dulu pernah menyewa babysitter tetapi tak berlangsung lama."Iya, Mom. Rara ingin kami yang mengantar," jawab Shiena. Wajahnya masih terlihat lelah, Shanaya tahu itu."Oh ya sudah, Kevan bersama Mommy saja. Kalian pergilah." Shanaya mengambil alih Keivandra dalam gendongan menantunya. "Kalian tidak mau sarapan?"Arash melirik pada Shiena yang masih merasakan kantuk. "Mau sarapan dulu?"Kepala Shiena menggeleng, dia tidak selera makan, bawaanya mulai
"Nghhh, Masshh.""Ahh, Mas!""Kevan nangis tuh!"Di bawah kuasa suaminya, Shiena menahan desahan agar tak keluar saat Arash masiu masih sibuk meliuk-liukkan tubuhnya di atasnya.Suara tangisan bayi, membuat aktivitas dua insan itu terhenti dan melepaskan diri dengan peluh keringat membasahi."Cup, cup. Anak Mama jangan nangis, Nak," bisik Shiena, sembari menyusui anak bungsunya yang langsung tenang.Satu tahun sudah berlalu. Kehidupan rumah tangga Shiena dan Arash sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Mereka juga semakin harmonis, hanya ada cekcok biasa saja.Kini keduanya sudah dikaruniai seorang anak perempuan dan laki-laki. Anak bungsu mereka diberinama Keivandra Asrawijaya. Kini usianya sudah memasuki 3 bulan.Akira juga sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah masuk TK. Kehidupan mereka tampak lebih bahagia dengan kehadiran anak-anak mereka."Kevan udah tidur lho, Sayang," bisik Arash, menunggu dengan sabar Shiena yang sedang menidurkan si bungsu.Shiena memutar bola mata malas, Arash
Shiena merasa penasaran, karena Arash memilih beberapa pakaian di dalam lemari bajunya. Dia bilang, katanya ingin mengajaknya makan malam bersama yang lainnya.Pasalnya Arash bilang secara mendadak, tidak merencanakan dari awal jika memang ada acara seperti ini."Tumben sekali tidak memberitahuku dari awal kalau akan makan, kenapa mendadak sekali?" tanya Shiena, pasrah saja saat Arash memilah baju yang cocok untuk istrinya.Meresponnya, Arash hanya menerbitkan senyum saja. "Tidak mendadak, Sayang. Aku hanya lupa menyampaikannya," elaknya.Padahal hari ini Arash berencana untuk mengajak istrinya bertemu dengan ayah biologisnya, sesuai rencana yang mereka susun sebelumnya.Tentun tanpa sepengetahuan Shiena, agar menjadi kejutan nantinya."Mangkannya jangan bahas ranjang mulu yang dipikiranmu, jadinya lupa seperti itu," cibir Shiena.Mau bagaimana lagi, urusan ranjang sudah menjadi kebutuhan biologisnya."Ssstt, diam saja, Sayang. Bibirmu ingin kusumpal agar bisa diam?" ancam Arash, dian
Meskipun ada keraguan di hati Raisa untuk menerima kehadiran Mark, dia menyuruh pria bule itu masuk ke dalam rumahnya karena ingin menjelaskan sesuatu padanya.Mereka duduk di kursi yang berbeda, dengan posisi berhadapan dan dilingkupi kegugupan. Mark terus menilik Raisa yang tetap cantik di usianya, sedangkan Raisa lebih banyak diam dan menunduk.Mark menerbitkan senyum hangat, bisa bertemu dengan Raisa setelah sekian tahun berpisah. "Kau tidak jauh beda, kau tetap cantik, Sa," puji Mark.Bulu mata Raisa mengerjap-ngejrap, menormalkan degup jantungnya seolah akan gempa. "Ah, ya—maksudku tidak juga. Aku tetaplah wanita tua. Cepat jelaskan yang ingin kau katakan padaku."Kekehan kecil terdengar, Mark masih ingin memeluk tubuh Raisa dalam waktu yang lama. Selama masa penantian dirinya mencari Raisa hingga bisa bertemu dengannya."Tidak ingin melepas rindu dulu?" kekeh Mark, menggoda mantan kekasihnya yang mulai merona akibat ulahnya.Sadar jika kini bukan lagi anak muda, yang akan luluh
Mobil yang mereka kendarai sudah tiba di pekarangan rumah besar dan mewah, yang lain dan tak bukan adalah rumah milik Raisa. Semenjak tahu dia adalah ibunya Shiena, Shiena sudah beberapa kali datang dan menginap, menemani Raisa yang tinggal sendirian.Dikabari Shiena akan datang ke rumah, Raisa mengosongkan jadwalnya untuk menyambung anak, menantu dan cucunya hari ini. Di depan terasa, terlihat seorang wanita paruh baya tampak antusias dengan kedangan mereka.Raisa melambaikan tangan, saat Akira menyapa neneknya terlebih dulu. "Nenek Isa!" sapa Akira kepada neneknya yang awet muda dan tampil cantik, tak jauh beda dengan Shanaya."Cucu Nenek Isa cantik sekali, kau benar-benar mirip Daddy-mu."Mereka bersalaman dan berpelukan, masuk ke dalam rumah dan lanjut mengobrol."Menginaplah dulu, Mama merindukanmu, Sayang," pinta Raisa pada putri semata wayangnya.Tidak ada jarak dan rasa sungkan bagi keduanya, mereka semakin dekat seperti anak dan ibu pada umumnya."Nanti aku datang lagi, Ma.
Senang mendengar kabar kehamilan Shiena yang kedua, pasalnya ini yang diinginkan Arash sejak lama. Siapa sangka, jika Shiena membeberkan berita bahagia ini.Hatinya terus bersyukur, karena kebahagiaannya terkabul satu persatu. Shiena ikut menangis bahagia, bisa mewujudkan keinginan Arash dan juga Akira."Selamat ulang tahun, Mas. Ini hadiah ulang tahun untukmu. Semoga kau suka," ucap Shiena, menunjukkan testpack bergaris dua pada suami.Arash melihat hasilnya. Benar, Shiena tengah positif hamil. Benar-benar membahagiakan, hadiah terindah yang Arash dapatkan."Terima kasih, aku sangat senang, Sayang," ungkap Arash, tidak membiarkan pelukan itu terlepas begitu saja.Di umurnya yang menginjak 28 tahun, dia sudah menjadi seorang ayah dari 2 anak. Ditambah istrinya masih sangat muda, bisa dibayangkan, jika mereka memiliki banyak anak nantinya."Aku gugup sekali, saat ingin memberitahumu. Aku baru ingat ulang tahunmu sebentar lagi. Jadi ... aku berpikir, menghadiahkan ini."Dua insan yang t