Vita terdiam sejenak kemudian menghela napas kasar. “Tahu. Orang tua Ayuni juga tahu. Hanya Andreas yang nggak tahu karena saat itu memang usia kandungannya baru tiga minggu.”
“Seharusnya Andreas diberitahu.”
“Harusnya. Tapi, Ayuni juga harus ngasih tahu kalau dia dijaga. Lima tahun lamanya, Ryan. Udah lima tahun Ayuni dijaga karena kondisi rahimnya nggak baik kalau hamil lagi. Ayuni sempat kok, minta cerai sama Andreas.
“Tapi dianya yang nggak mau dan akan menerima Ayuni apa adanya. Eeh! Ternyata semuanya bulshit. Dia nikah lagi bahkan tanpa sepengetahuan Ayuni. Kan kampret. Ayuni sempat mikir, katanya itu karma buat dia karena udah merahasiakan penyakit dia.”
Ryan menghela napas dengan pelan. “Sebenarnya Ayuni masih mencintai suaminya, kan?”
Vita mengendikan bahunya. “Entah. Hanya Ayuni yang tahu kalau soal itu.”
Ryan tersenyum tipis kemudian pamit pergi. Pun dengan Vita yang akhirnya mengurungkan diri untuk menjenguk Ayuni sebab perempua itu rupanya sudah tidur.
**
Waktu sudah menunjuk angka delapan pagi.
Dan lelaki itu sudah berada di kamar rawat Ayuni sembari membawakan obat untuk diminum Ayuni setelah dirawat.
“Thank you, Ryan.” Ayuni kemudian mengulas senyum kepada lelaki itu.
“Sama-sama. Pulang sama siapa? Andreas?”
Ayuni menggelengkan kepalanya. “Aku nggak bilang kalau udah mau pulang.”
Ryan kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Mau, aku antar?”
Ayuni lantas menoleh dengan cepat kepada Ryan. “Ng—nggak usah, Ryan. Nggak usah repot-repot. Kamu kan, harus kerja. Pasien kamu bukan hanya aku doang, kan? Masih banyak yang lain. Nanti ada Dhita yang antar aku pulang.”
Ayuni tidak enak hati bila menerima tawaran dari Ryan. Meski lelaki itu teman lamanya, tetap saja membuatnya canggung.
“Ya sudah kalau tidak mau diantar. Kamu, sudah save nomor aku, kan?”
“Sudah, sudah kok. Nanti aku kabarin kalau mau check up,” ucapnya kemudian menerbitkan senyum kepada lelaki itu.
Di apartemen ….
Ayuni, Dhita dan juga Vina tengah duduk di sofa ruang tengah. Ayuni tampak menatap kosong ke depan lalu menghela napas pelan.
Ayuni kemudian menghubungi Alex.
“Halo, Pak. Sepertinya surat cerainya dibatalkan saja. Saya masih mau membujuk Andreas dulu agar mau berpisah secara baik-baik. Terima kasih atas kerja samanya, Pak.”
Ayuni kemudian menghela napas kasar setelah menutup panggilan tersebut.
“Aku harus gimana?” ucapnya dengan pelan.
“Kamu harus move on,” jawab Vita sembari memakan snack miliknya.
“Aku udah move on. Udah nggak ada lagi cinta di hati aku buat Andreas. Tapi, kalau Andreas belum juga menceraikan aku, itu artinya aku masih jadi istrinya dia.”
Dhita kemudian menatap Ayuni dengan lekat. “Andreas kok nggak pernah nengok kamu lagi?”
Ayuni mengendikan bahunya. “Dua hari yang lalu ada jenguk aku. Tapi, aku usir karena males ketemu sama dia. Dan akhirnya dia menurut. Nggak pernah datang lagi. Tapi, sehari bisa seribu panggilan dan ratusan ribu pesan dari dia.”
Vita dan Dhita lantas tertawa mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh Ayuni kepada mereka. Terlihat ia sangat kesal kepada suaminya itu.
“Ay. Jangan-jangan mereka lagi bulan madu?” ucap Dhita berasumsi.
“Bodo amat deh, Dhit. Kata Ryan ….”
“Cieee! Kata Ryan ceunah.” Vita dan Dhita begitu heboh mendengarnya.
Ayuni lantas menyunggingkan bibirnya. “Nggak usah ribut kayak gitu, kalian berdua! Dia cukup menenangkan aku yang kalau lihat Andreas emosi mulu.”
“Yaa nanti lama-lama terbiasa kemudian jatuh cinta. Dari nyaman, akan berakhir falling in love. Iya nggak, Dhit?”
Dhita mengangguk antusias. “Betul!”
Ayuni geleng-geleng kepala kemudian mengembungkan pipinya. Dering ponselnya kembali berbunyi. Panggilan dari suami yang tak pernah jenuh menghubunginya.
“Angkat, Ayuni.”
Ayuni menoleh pada Dhita kemudian menerima panggilan tersebut.
“Kenapa nggak bilang kalau sudah pulang, Ayuni?”
“Untuk apa? Aku udah punya tempat tinggal. Kamu boleh menolak berpisah denganku. Tapi, bukan berarti aku mau tinggal di sana!” ucapnya dengan tegas.
“Sayang. Setidaknya kamu memberi tahu aku kalau kamu sudah pulang. Aku baru pulang dari Bandung karena ada kerjaan yang harus aku selesaikan. Kamu di mana? Please, Ayuni. Tinggal kembali di rumah kita.”
Ayuni tersenyum lirih. “Kita? Bukan kita lagi, Mas. Di antara kita itu sudah tidak bisa dibilang kita.”
“Ayuni. Rumah itu masih menjadi rumah kita. Aku sudah membawa Gita keluar dari rumah itu. Dia tidak akan tinggal di rumah kita lagi, Sayang.”
Ayuni terdiam sejenak. Bagaimana mungkin ia mau kembali ke rumah itu meskipun sudah tidak ada Gita di sana.
Ia kemudian menghela napas kasar. “Aku pikirkan dulu,” ucapnya lalu menutup panggilan tersebut.
“Pulang aja kalau memang nggak niat buat buka hati untuk Ryan,” ucap Vita dengan santainya.
“Kalian ini. Kenapa sih, malah mikir yang aneh soal aku sama Ryan? Kalian juga deket kan, sama dia? Bukan sama aku doang. Gimana sih!”
“Kita tahu kok, Ay. Kalau Ryan udah mulai buka hati buat kamu. Karena nggak akan selamanya dia menduda, Ay.”
Ayuni menghela napas kasar kemudian menggelengkan kepalanya. “Aku masih berstatus istri orang, guys!”
“Dan kamu mau balik lagi ke rumah itu?”
Ayuni mengendikan bahunya. “Bingung juga.”
“Nggak usah bingung. Kalian masih jadi suami-istri.”
“Hanya sampai Gita melahirkan.”
“Emang udah hamil?”
“Nanti.”
Dhita manggut-manggut.
“Ya udahlah. Lagian, hanya tinggal serumah doang. Nggak akan ngapa-ngapain.” Ayuni lantas beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kamarnya.
Mengambil satu koper kecil. Hanya membawa sedikit pakaian saja untuk kembali ke rumah itu. Andreas bermohon-mohon dan Ayuni juga sudah menerima semuanya.
Namun, baru saja ia hendak menarik kopernya keluar dari kamar, panggilan dari Ryan membuatnya harus menerima panggilan itu terlebih dahulu.
“Ya, kenapa Ryan?” tanyanya kemudian.
“Ada waktu? Shakira pengen ketemu sama kamu sekarang, katanya.”
“Happy birthday, Sayang.” Ryan memakaikan kalung di leher Ayuni yang tengah melipat baju milik Melvin.Ia terkejut karena Ryan datang dengan tiba-tiba kemudian memberinya sebuah kalung di lehernya. “Mas!” Ayuni kemudian membalikan tubuhnya yang kini berhadapan dengan sang suami.“Selamat ulang tahun ya, Sayang. Di usia yang ketiga puluh tahun ini, kamu diberi hadiah yang luar biasa. Hadirnya Melvin di hidup kita, menjadi pelengkap sempurnanya rumah tangga kita. Menjadikan kita orang tua yang sempurna, dan menjadikan Shakira sebagai kakak.”Ryan lalu mengecup kening perempuan itu dan memeluknya. Senyum bahagia terukir di bibir perempuan itu. Bagaimana tidak, di malam ulang tahunnya itu ia diberi kejutan yang cukup membuatnya bahagia luar biasa.“Terima kasih, Mas. Terima kasih sudah menjadi pelengkap hidup aku. Terima kasih sudah menjaga aku sampai kita bisa melewati semuanya.”Ayuni kemudian mencium punggung tangan Ryan dan menatapnya lagi dengan senyum di bibir perempuan itu. “Ucapka
Anggota keluarga Ayuni dan juga Ryan tengah menyambut cucu kedua mereka. Usia kandungan Ayuni sudah memasuki tujuh bulan. Karena kondisi rahim Ayuni yang semakin parah, Dokter Mia memutuskan untuk melalukan operasi Caesar di hari ini.Ya. Ayuni harus melahirkan bayi secara premature. Sebab kondisi Ayuni yang sudah tidak tahan lagi menahan sakit itu. Ryan pun menyetujui hal itu. Daripada Ayuni mengalami hal yang tak diinginkan, sebaiknya bayi mungil itu segera dikeluarkan.Di ruang operasi. Yang mengambil alih bedah perut Ayuni adalah Dokter Firman ditemani oleh Dokter Mia. Sementara Ryan hanya menginteruksi apa saja yang mesti dilakukan.“Kamu masih kuat, Sayang? Sabar, yaa. Sebentar lagi bayinya akan keluar. Setelah itu, kamu tidak akan mengalami sakit luar biasa itu,” bisik Ryan yang terus mengajak Ayuni bicara. Jangan sampai perempuan itu tertidur dalam keadaan lemas seperti itu.Ayuni menggenggam tangan Ryan dengan erat. Tak bisa bicara karena kondisinya yang sudah tak karuan. Ker
Dua bulan kemudian.Ayuni terbangun karena mendengar suara percikan air di dalam kamar mandi juga Ryan yang tidak ada di kamar.“Baru jam enam dia udah mandi jam segini? Mau ke mana emang dia?” gumamnya kemudian beranjak dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi.“Mas. Kamu lagi apa?” tanya Ayuni menghampiri Ryan yang tengah berdiri di depan wastafel.“Mau gosok gigi,” jawabnya singkat.Ayuni mengerutkan keningnya. “Gosok gigi? Kamu ada kerjaan di jam tujuh apa gimana? Ini baru jam enam, Mas. Tumben banget jam segini udah ada di kamar mandi. Biasanya jug—”Ayuni memegang perutnya karena nyeri. “Ssstth!” lirihnya sembari memegang perutnya.Ryan menoleh kemudian segera berkumur. “Kembali ke kamar, Sayang.” Ryan menuntun Ayuni lalu mendudukan perempuan itu di tepi tempat tidur.“Perut aku sakit, Mas. Nyeri.”Ryan menganggukkan kepalanya. Ia lalu merebahkan tubuh sang istri dan mengambil stetoskop di dalam laci. Hendak memeriksa kondisi Ayuni yang tiba-tiba saja nyeri.“Aku tadi ha
Ryan hanya menggaruk pelipisnya mendengar pertanyaan Ayuni yang berhasil membuat bulu kuduknya merinding. Bukan Ayuni yang tegang, Ryan lah yang tegang kala mendengarnya.Ayuni melihat tingkah laku Ryan hanya tertawa kemudian geleng-geleng. “Mas bojo memang sangat alim. Digoda seperti itu saja langsung panas dingin. Padahal memang benar, kalau sudah main pasti akan panas.”Ryan menghela napas pelan. “Kamu jangan macam-macam. Minta berapa ronde kayak yang iya. Sekali main langsung tidur, aku pukul bokong kamu.”Ayuni lantas tertawa. “Oh, yaa? Memangnya kamu berani, pukul aku? Mau aku laporin ke Komnas HAM?”“Nggak ada hubungannya, Sayang. Kalau kamu mau laporin aku ke Komnas HAM hanya karena memukul bokong, setiap kita main juga aku sering mukul. Harus ada bukti juga dan memangnya kamu mau kasih bukti saat kita lagi main?”Ayuni kalah telak. Ia kemudian mengibaskan tangannya karena tidak bisa menjawab pertanyaan dari sang suami.Ryan yang melihatnya hanya terkekeh lalu geleng-geleng. S
Tiga bulan setelah Ayuni mengalami koma selama satu tahun. Kondisinya sudah dibilang membaik setelah beberapa kali melakukan perawatan dengan sangat telaten dan Ayuni pun selalu menuruti perintah dari sang suami.“Mama. Kemarin aku ketemu sama Kak Cakra. Itu pun nggak sengaja ketemu.” Shakira menghampiri sang mama yang tengah merapikan bajunya di dalam kamar.“Oh, ya? Terus, dia ngomong apa aja ke kamu? Sudah lama sekali sepertinya kalian tidak bertemu.”Shakira mengangguk. “Iya. Dia nanya kabar Mama. Dia senang karena Mama udah sembuh. Tadinya mau aku ajak ke rumah buat ketemu Mama. Tapi, katanya dia lagi ada urusan. Mau ketemu sama kakeknya.”Ayuni manggut-manggut dengan pelan. “Ya sudah biarkan saja. Yang penting Cakra masih ingat sama kamu. Lagian kalian ini pada kecil. Belum waktunya untuk saling dekat. Biar saja dulu masing-masing. Kamu menikmati masa kecil kamu dan Cakra fokus sama pendidikannya.”Ayuni mengusapi rambut Shakira dengan lembut seraya menasihatinya agar anaknya pa
Satu minggu setelah Ayuni sadarkan diri, ia akhirnya sudah bisa pulang dan dirawat di rumah saja. Ayuni sudah jenuh dan bosan bila harus dirawat di rumah sakit. Sudah terlalu lama bahkan satu tahun lebih dia ada di sana.“Apa yang masih kamu rasa sakit, Sayang?” tanya Ryan setelah membawa Ayuni duduk di tempat tidur.“Ini.” Ayuni menunjuk kepalanya. “Terus ini.” Kemudian menunjuk kening, pipi hingga bibir. “Dan terakhir ini.”Ryan lantas geleng-geleng. “Baru juga sembuh udah mikir yang jorok. Nanti kita bulan madu lagi.”Ayuni menghela napas kasar. “Aku masih harus menunggu dua tahun lagi buat punya anak, Mas. Jadi, nggak usah ada bulan madu lagi.”Ryan kemudian memberikan secarik kertas hasil pemeriksaan terakhir kondisi rahim Ayuni. “Kamu sudah bisa hamil, Sayang.”Ayuni menganga kemudian menutup mulutnya. “Beneran, Mas? I—ini, ini nggak bohong, kan?”Ryan terkekeh pelan. “Nggak dong, Sayang. Rahim kamu sudah siap menampung bayi meski harus tetap dijaga dan dirawat sampai sembilan b
Sudah satu tahun berlalu. Ayuni masih enggan untuk membuka matanya. Masih betah tidur dengan alat bantu medis yang mengelilingi tubuhnya.“Ayuni sudah melewati masa pengobatannya, Ryan. Dan dia masih belum ingin membuka matanya. Ayuni pasti kesiksa karena alat-alat ini.”Biru menghampiri Ryan yang tengah memeriksa kondisi Ayuni. Ia lalu menoleh dan melepas stetoskop di telinganya.“Jantungnya masih berdetak normal, Biru. Aku sudah melepas beberapa alat yang ada di tubuh Ayuni. Dia hanya masih lemas saja. Belum bisa buka matanya.” Ryan menatap wajah Ayuni dengan wajah sendunya.Biru kemudian mengusapi bahu lelaki itu. “Kalau dia udah nggak kuat, jangan dipaksa. Kasihan Ayuni. Harus kesiksa karena alat-alat ini.”Ryan menelan salivanya. “Aku tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya, Biru. Ayuni sudah jadi yang terakhir untukku. Aku akan usahakan untuk menyembuhkan dia apa pun akan aku lakukan.”Biru menganggukkan kepalanya kemudian menolehkan matanya kepada Ayuni. Mulutnya menganga se
Delapan bulan kemudian.“Happy anniversary, Sayang. Hari ini adalah hari pernikahan kita ke satu tahun. Aku punya hadiah buat kamu.”Ryan mengusapi pucuk kepala Ayuni dengan lembut sembari menyimpan hadiah di atas nakas berupa kotak musik sebagai hadiah satu tahun pernikahan mereka. Dan Ayuni masih terbaring di atas bangsal, di ruang ICU.“Aku ada sedikit cerita. Shakira dan Cakra harus berpisah karena Cakra sudah masuk SMP. Dia sering ke sini jengukin kamu, nemenin Shakira ngobrol dan dia sedikit terhibur karena ada Cakra. Tapi, sekarang Cakra udah menghilang. Dia masih belum ingin memberi tahu di mana dia sekolah. Kasihan Shakira, harus LDR dulu sama Cakra.”Ryan kemudian terkekeh pelan seraya mengusap air matanya. Ia yang selalu bercerita semua kejadian yang dia lewati selama Ayuni koma. Agar Ayuni tahu, apa saja yang dia lewati selama delapan bulan itu.Tok tok tok!Ryan menoleh ke arah pintu. Andreas tengah berdiri di sana dan akhirnya ia harus bangun dari duduknya menghampiri le
Dua belas tahun yang lalu ….“Ayuni?”Perempuan yang tengah makan choki-choki itu kemudian menoleh. “Ryan? Lagi ngapain di sini?” tanyanya sembari menyodorkan choki-choki itu kepada Ryan.“Makasih. Kamu sendiri lagi ngapain di sini?” tanyanya kemudian duduk di samping perempuan itu.“Lagi bete sama dosen kampret satu itu. Cuma salah satu doang, tetep aja dihukum. Killer-nya minta ampun memang.”Ryan terkekeh pelan. “Daripada bete begitu, mending ikut aku, yuk! Aku nemu tempat bagus banget. Mau lihat?”“Di mana?”“Dekat panti. Ada danau buatan di sana, tapi bagus banget meski hanya buatan.”“Oh, yaa? Boleh deh! Tapi, memangnya kamu nggak ada jam kuliah?”Ryan menggeleng pelan. “Nggak ada. Dosennya lagi rapat. Mata kuliah terakhir juga. Setelah itu nggak ada lagi.”“Oh! Ayolah kalau begitu.” Ayuni kemudian menerbitkan cengiran kepada lelaki itu.Keduanya pergi dari kampus menuju danau buatan yang disebutkan Ryan tadi. Mengenakan sepeda milik lelaki itu yang sering ia pakai untuk pergi k