Tidak ada yang menyangka bila Andreas Ganitra-suami yang dikenal sangat setia dan selalu menghormati istrinya rupanya memiliki istri lagi atas perintah dari orang tuanya. Menikah secara diam-diam karena keluarganya menuntut untuk memiliki keturunan dari lelaki berusia tiga puluh tiga tahun itu. Sebab, sudah delapan tahun lamanya berumah tangga dengan Larrisa Putri Ayuni, tidak kunjung diberikan keturunan. Ayuni mengetahuinya. Dia meminta Andreas untuk menceraikan dirinya karena sudah merasa dikhianati. Andreas menolaknya. Pernikahan itu hanya pernikahan kontrak. Dia akan menceraikan Gita setelah memberinya keturunan. Namun, pertemuanya dengan Ryan mengubah segalanya. Ayuni yang dulu ingin menyerah dengan nasib buruknya itu, kembali bangkit karena hadirnya Baskara Alryandra di hidupnya. Mampukah Ryan memberi pelangi untuk Ayuni setelah badai dan topan menghadang perempuan itu?
View More“Apa yang terjadi?” tanyanya dengan suara yang menyeret bayang-bayang kekhawatiran, matanya menembus ruang, mencari jawaban di wajah perawat yang membawa Ayuni.
Lelaki berusia tiga puluh tiga tahun itu mengerutkan keningnya, betapa terkejutnya ia ketika pandangannya jatuh pada wajah Ayuni yang berlumuran darah.
“Kecelakaan, Dok. Sepertinya pasien habis minum-minum,” jawab perawat yang membawa Ayuni.
“Biar saya saja,” ucapnya, nada suaranya memotong keheningan seperti pedang yang membelah kabut.
Ia mengangkat tangan, menghentikan dokter lain yang hendak memeriksa keadaan Ayuni yang kini tergeletak tak sadarkan diri, seperti boneka rusak yang kehilangan daya tariknya.
“Sus. Siapkan dua kantong darah O. Pasien mengalami pendarahan yang cukup fatal,” titahnya, sementara tangannya bergerak cepat tetapi lembut, mengelap darah dari wajah Ayuni.
“Ada apa denganmu, Ayuni?” bisiknya dengan nada yang nyaris seperti doa, seraya menatap wajah Ayuni yang tampak begitu jauh, seolah berada di dunia yang tak dapat ia jangkau.
“Sudah lama sekali kita tidak pernah bertemu, dan tiba-tiba saja kamu mengalami kecelakaan seperti ini.” Kata-katanya menggantung di udara, berat seperti embun pagi yang terlalu enggan jatuh ke tanah.
Ia menghela napas pelan, sebuah tarikan napas yang membawa beban berton-ton kecemasan.
“Ada barang-barang pasien di dalam mobilnya?” tanyanya kepada perawat, suaranya kini kembali datar namun tak kehilangan intensitasnya.
“Ada, Dok. Kami sudah menghubungi suaminya, sebentar lagi beliau akan sampai,” jawab perawat itu.
Ia menganggukkan kepalanya perlahan, kemudian kembali memeriksa kondisi Ayuni.
“Pasien mengalami kritis,” gumamnya, nyaris seperti lonceng kematian yang bergaung di dalam hatinya.
Dengan cekatan, ia mengambil tabung oksigen dan alat bantu pernapasan, lalu memakaikannya di mulut dan hidung Ayuni.
Tangannya bekerja seperti seniman yang mengukir harapan di tengah reruntuhan, meskipun hatinya penuh dengan kekhawatiran yang tak terkatakan.
**
Dua hari kemudian ….
Ayuni akhirnya membuka matanya, pelan seperti tirai yang tersingkap di pagi hari. Pandangannya kabur, seolah dunia di hadapannya masih berada di antara nyata dan mimpi.
Sayup-sayup ia menatap ke seluruh penjuru ruangan yang dingin dan steril, dihiasi lampu-lampu putih yang berkilauan seperti bintang-bintang yang kesepian.
“Sssttth …,” lirih Ayuni, tangan gemetar memegang kepalanya yang terasa berat, seolah ada beban berton-ton yang menghantamnya tanpa henti.
“Sudah siuman, Ay,” suara pria itu sangat lembut seperti angin yang menyusup di tengah hari yang gerah. Ia mengulas senyum, senyum yang mengandung campuran antara kelegaan dan kekhawatiran, lalu segera memeriksa kondisi Ayuni.
Ayuni menatapnya dengan mata yang mulai fokus, seperti seorang pelaut yang menemukan mercusuar di tengah badai. “Kayak kenal,” gumamnya, tatapan matanya tak lepas dari wajah lelaki itu. “Baskara Alryandra?”
Ia terkekeh pelan, suaranya seperti nada kecil yang menari di antara keheningan. “Tidak perlu disebut nama panjangnya juga, Ayuni.”
“Eh, iya bener, Ryan. Kamu … kamu, jadi dokter?” Ayuni menatapnya, matanya membulat penuh rasa tak percaya, seolah melihat bayangan masa lalu yang mendadak hidup kembali.
Ryan mengangguk, gerakannya tenang namun penuh arti. “Kondisi kamu sepertinya sudah membaik. Ingatan kamu masih sangat tajam, Ay. Rasanya senang bisa berjumpa lagi dengan kalian. Aku sudah menghubungi suamimu agar datang kemari.”
Ayuni menelan saliva dengan pelan, setiap gerakannya terasa berat seperti mengangkat beban tak kasat mata. “Dia sudah bukan suamiku lagi.”
Ryan menaikan alisnya. “Kenapa?” tanyanya dengan nada bingung.
“Dia … dia sudah menikah lagi tanpa sepengetahuanku, Ryan. Dengan alasan karena aku tidak kunjung hamil. Orang tuanya menginginkan cucu, sementara aku tidak bisa memberikannya.” Ayuni berucap lirih, bibirnya bergetar menahan rasa sakit di hatinya.
“Keputusanku sudah bulat untuk berpisah dengannya,” ucapnya memberitahu Ryan tentang keputusannya untuk menyerah.
Ryan hanya menelan saliva dengan pelan, tak mampu berkata apa-apa. Ia melirik Andreas yang berdiri di sudut ruangan, baru tiba dan mendengar keputusan Ayuni tadi.
“Tapi, Ayuni. Aku janji akan segera menceraikan Gita setelah dia memberi kita anak,” ucap Andreas dengan nada memohon.
“Nggak!” pekik Ayuni, tatapannya berubah nanar seperti pedang yang menghujam tanpa ampun. “Keputusanku sudah tidak bisa diganggu gugat lagi! Kita akan bercerai dan selamat, atas pernikahanmu!”
“Happy birthday, Sayang.” Ryan memakaikan kalung di leher Ayuni yang tengah melipat baju milik Melvin.Ia terkejut karena Ryan datang dengan tiba-tiba kemudian memberinya sebuah kalung di lehernya. “Mas!” Ayuni kemudian membalikan tubuhnya yang kini berhadapan dengan sang suami.“Selamat ulang tahun ya, Sayang. Di usia yang ketiga puluh tahun ini, kamu diberi hadiah yang luar biasa. Hadirnya Melvin di hidup kita, menjadi pelengkap sempurnanya rumah tangga kita. Menjadikan kita orang tua yang sempurna, dan menjadikan Shakira sebagai kakak.”Ryan lalu mengecup kening perempuan itu dan memeluknya. Senyum bahagia terukir di bibir perempuan itu. Bagaimana tidak, di malam ulang tahunnya itu ia diberi kejutan yang cukup membuatnya bahagia luar biasa.“Terima kasih, Mas. Terima kasih sudah menjadi pelengkap hidup aku. Terima kasih sudah menjaga aku sampai kita bisa melewati semuanya.”Ayuni kemudian mencium punggung tangan Ryan dan menatapnya lagi dengan senyum di bibir perempuan itu. “Ucapka
Anggota keluarga Ayuni dan juga Ryan tengah menyambut cucu kedua mereka. Usia kandungan Ayuni sudah memasuki tujuh bulan. Karena kondisi rahim Ayuni yang semakin parah, Dokter Mia memutuskan untuk melalukan operasi Caesar di hari ini.Ya. Ayuni harus melahirkan bayi secara premature. Sebab kondisi Ayuni yang sudah tidak tahan lagi menahan sakit itu. Ryan pun menyetujui hal itu. Daripada Ayuni mengalami hal yang tak diinginkan, sebaiknya bayi mungil itu segera dikeluarkan.Di ruang operasi. Yang mengambil alih bedah perut Ayuni adalah Dokter Firman ditemani oleh Dokter Mia. Sementara Ryan hanya menginteruksi apa saja yang mesti dilakukan.“Kamu masih kuat, Sayang? Sabar, yaa. Sebentar lagi bayinya akan keluar. Setelah itu, kamu tidak akan mengalami sakit luar biasa itu,” bisik Ryan yang terus mengajak Ayuni bicara. Jangan sampai perempuan itu tertidur dalam keadaan lemas seperti itu.Ayuni menggenggam tangan Ryan dengan erat. Tak bisa bicara karena kondisinya yang sudah tak karuan. Ker
Dua bulan kemudian.Ayuni terbangun karena mendengar suara percikan air di dalam kamar mandi juga Ryan yang tidak ada di kamar.“Baru jam enam dia udah mandi jam segini? Mau ke mana emang dia?” gumamnya kemudian beranjak dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi.“Mas. Kamu lagi apa?” tanya Ayuni menghampiri Ryan yang tengah berdiri di depan wastafel.“Mau gosok gigi,” jawabnya singkat.Ayuni mengerutkan keningnya. “Gosok gigi? Kamu ada kerjaan di jam tujuh apa gimana? Ini baru jam enam, Mas. Tumben banget jam segini udah ada di kamar mandi. Biasanya jug—”Ayuni memegang perutnya karena nyeri. “Ssstth!” lirihnya sembari memegang perutnya.Ryan menoleh kemudian segera berkumur. “Kembali ke kamar, Sayang.” Ryan menuntun Ayuni lalu mendudukan perempuan itu di tepi tempat tidur.“Perut aku sakit, Mas. Nyeri.”Ryan menganggukkan kepalanya. Ia lalu merebahkan tubuh sang istri dan mengambil stetoskop di dalam laci. Hendak memeriksa kondisi Ayuni yang tiba-tiba saja nyeri.“Aku tadi ha
Ryan hanya menggaruk pelipisnya mendengar pertanyaan Ayuni yang berhasil membuat bulu kuduknya merinding. Bukan Ayuni yang tegang, Ryan lah yang tegang kala mendengarnya.Ayuni melihat tingkah laku Ryan hanya tertawa kemudian geleng-geleng. “Mas bojo memang sangat alim. Digoda seperti itu saja langsung panas dingin. Padahal memang benar, kalau sudah main pasti akan panas.”Ryan menghela napas pelan. “Kamu jangan macam-macam. Minta berapa ronde kayak yang iya. Sekali main langsung tidur, aku pukul bokong kamu.”Ayuni lantas tertawa. “Oh, yaa? Memangnya kamu berani, pukul aku? Mau aku laporin ke Komnas HAM?”“Nggak ada hubungannya, Sayang. Kalau kamu mau laporin aku ke Komnas HAM hanya karena memukul bokong, setiap kita main juga aku sering mukul. Harus ada bukti juga dan memangnya kamu mau kasih bukti saat kita lagi main?”Ayuni kalah telak. Ia kemudian mengibaskan tangannya karena tidak bisa menjawab pertanyaan dari sang suami.Ryan yang melihatnya hanya terkekeh lalu geleng-geleng. S
Tiga bulan setelah Ayuni mengalami koma selama satu tahun. Kondisinya sudah dibilang membaik setelah beberapa kali melakukan perawatan dengan sangat telaten dan Ayuni pun selalu menuruti perintah dari sang suami.“Mama. Kemarin aku ketemu sama Kak Cakra. Itu pun nggak sengaja ketemu.” Shakira menghampiri sang mama yang tengah merapikan bajunya di dalam kamar.“Oh, ya? Terus, dia ngomong apa aja ke kamu? Sudah lama sekali sepertinya kalian tidak bertemu.”Shakira mengangguk. “Iya. Dia nanya kabar Mama. Dia senang karena Mama udah sembuh. Tadinya mau aku ajak ke rumah buat ketemu Mama. Tapi, katanya dia lagi ada urusan. Mau ketemu sama kakeknya.”Ayuni manggut-manggut dengan pelan. “Ya sudah biarkan saja. Yang penting Cakra masih ingat sama kamu. Lagian kalian ini pada kecil. Belum waktunya untuk saling dekat. Biar saja dulu masing-masing. Kamu menikmati masa kecil kamu dan Cakra fokus sama pendidikannya.”Ayuni mengusapi rambut Shakira dengan lembut seraya menasihatinya agar anaknya pa
Satu minggu setelah Ayuni sadarkan diri, ia akhirnya sudah bisa pulang dan dirawat di rumah saja. Ayuni sudah jenuh dan bosan bila harus dirawat di rumah sakit. Sudah terlalu lama bahkan satu tahun lebih dia ada di sana.“Apa yang masih kamu rasa sakit, Sayang?” tanya Ryan setelah membawa Ayuni duduk di tempat tidur.“Ini.” Ayuni menunjuk kepalanya. “Terus ini.” Kemudian menunjuk kening, pipi hingga bibir. “Dan terakhir ini.”Ryan lantas geleng-geleng. “Baru juga sembuh udah mikir yang jorok. Nanti kita bulan madu lagi.”Ayuni menghela napas kasar. “Aku masih harus menunggu dua tahun lagi buat punya anak, Mas. Jadi, nggak usah ada bulan madu lagi.”Ryan kemudian memberikan secarik kertas hasil pemeriksaan terakhir kondisi rahim Ayuni. “Kamu sudah bisa hamil, Sayang.”Ayuni menganga kemudian menutup mulutnya. “Beneran, Mas? I—ini, ini nggak bohong, kan?”Ryan terkekeh pelan. “Nggak dong, Sayang. Rahim kamu sudah siap menampung bayi meski harus tetap dijaga dan dirawat sampai sembilan b
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments