Home / Romansa / Istri Kedua di Antara Kita / Menunggu Ayuni jadi Janda?

Share

Menunggu Ayuni jadi Janda?

last update Last Updated: 2025-01-23 14:54:19

“Ke—kenapa kamu baru memberitahuku, Ayuni?” Andreas cukup lemas mendengar pernyataan dari Ayuni bahwa mereka sempat hampir memiliki anak.

“Aku … aku keguguran dan tidak bisa memiliki anak dalam waktu yang panjang.” Ayuni mengusap air mata di pipinya.

“Aku sudah pasrah, Mas. Sudah menerima keadaan bila nanti kita harus berpisah. Tapi, kamu sendiri yang memilih bertahan denganku. Karena ulah kamu juga karena terlalu semangat bila sedang menyentuhku.”

Ayuni kemudian mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Sakit rasanya memberi tahu apa yang sebenarnya tengah dia alami. Menyimpan semua rahasia itu seorang diri karena tidak ingin melukai perasaan Andreas.

“Aku pernah meminta kita untuk berpisah. Tapi, kamu berjanji akan menerima aku apa adanya. Kenyataannya tidak seperti itu. Meski pernikahan itu bukan inginmu, tapi kamu sudah mengingkarinya.”

Ayuni kembali berbicara. Ia kemudian menatap Andreas dengan mata sayunya. “Aku ingin cerai, Mas. Lepaskan aku agar aku tidak menjadi beban kamu lagi.”

Andreas menggeleng dengan pelan. “Nggak. Kamu bukan beban aku, Sayang. Kita saling mencintai. Kamu harus tetap ada di sampingku.”

Ayuni tersenyum lirih. “Sudah ada Gita, untuk apa masih mengharapkanku.”

“Gita bukan alasan untuk kita berpisah.”

“Nyatanya karena kehadiran dia, aku memilih pergi.”

“Dan aku ingin kamu kembali lagi. Jangan pergi, aku mohon. Kamu boleh menjaganya selamanya, kalau kamu ingin. Untuk kesehatan kamu juga, Ayuni.”

Ayuni terdiam. Mendengar ucapan Andreas membuatnya merasa bersalah. Apa yang sebenarnya terjadi? Perasaan apa yang membuatnya seperti ini?

“Ayuni. Please.” Andreas memohon. Ia tidak ingin pergi. “Sampai seratus kali pun kamu menggugat cerai aku, tidak akan pernah aku kabulkan.”

Ayuni hanya menelan saliva dengan pelan. Tidak menjawab apa-apa lagi. Sebab rasanya tidak akan pernah berhenti.

**

Satu minggu sudah Ayuni dirawat di rumah sakit. Kini, perempuan itu tengah duduk menyandar di sandaran bangsalnya.

“Hei!” Ryan menghampiri Ayuni kemudian duduk di depan perempuan itu.

Ayuni tersenyum tipis. “Aku baru tahu, kalau istri kamu sudah pergi. Bagaimana dengan anakmu?”

“Shakira? Dia baik. Setiap minggu kami selalu mengunjungi makamnya.”

Ayuni mengangguk-anggukkan kepalanya. “Pasti sulit sekali melepas kepergian dia. Tapi, mau gimana lagi. Tuhan lebih sayang dia.”

Ryan mengangguk seraya mengulas senyumnya. “Arumi sudah bahagia di sana. Aku pun harus bahagia di sini. Aku tidak ingin terlalu larut dalam kesedihan karena kehilangan dia. Meski aku sangat mencintainya bahkan hingga kini pun masih belum bisa mencari penggantinya.”

“Sepertinya tidak akan, yaa. Fokus membesarkan Shakira saja. Dia juga kayaknya nggak minta mama baru lagi.”

Ryan terkekeh pelan. “Setahun lamanya Arumi pergi dari hidup kami, Shakira diasuh oleh Naina, adiknya Arumi. Kamu pasti kenal dengan dia. Selama ini, kalau aku sedang kerja, dialah yang merawatnya. Jadi, sepertinya mungkin tidak perlu mencari mama baru untuk dia.”

Ayuni mengulas senyum tipis. “Hebat!”

“How with you? Nggak jadi cerai, kan?”

Ayuni tersenyum miring lalu mengendikan bahunya. “Dia sudah tahu kalau aku menjaga kehamilan dan membiarkan itu asalkan tetap bersamanya. Tapi, sudah hampa, Ryan.”

“Ya. Aku paham dengan perasaanmu, Ayuni. Ada orang ketiga dalam hubungan itu memang tidak menyenangkan.”

“Begitulah. Aku akan pergi setelah Gita hamil, Ryan. Aku tidak ingin membuat anak itu kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Rasanya jahat kalau aku merawatnya, sementara dia masih memiliki ibu.”

Ryan menepuk-nepuk lengan Ayuni. “Yang sabar, yaa. Kamu perempuan hebat. Harusnya kamu bisa melewati itu semua.”

Ayuni mengangguk. “Iya. Terima kasih, atas moodboster-nya. Kamu ini cocoknya jadi psikiater daripada dokter bedah.”

Ryan terkekeh pelan. “Nggak gitu konsepnya, Ayuni.”

Perempuan lantas menerbitkan senyum kepada lelaki itu. “Ryan. Dulu, kamu itu orang paling kalem yang aku kenal. Sampai sekarang pun masih juga kalem.”

“Sudah dari sananya mungkin. Tapi, anakku aktif. Dia cepat sekali dekat dengan orang yang baru dia kenal. Kamu belum pernah ketemu dia, kan?”

Ayuni menggeleng dengan pelan. “Boleh, ketemu sama Shakira? Kayaknya anaknya manis-manis gimana gitu. Aku kenal baik sama Arumi. Tahu banget dia cantiknya kayak gimana. Shakira juga pasti cantik banget.”

Ryan menerbitkan senyumnya. Ia kemudian mengambil ponselnya dan memperlihatkan foto sang anak kepada Ayuni.

“Tuh, kan! Apa aku bilang. Astaga, imut banget. Jadi pengen culik.”

Ryan terkekeh pelan mendengarnya. “Boleh diculik. Asalkan dikembalikan lagi.”

Ayuni mengusapi wajah anak berusia tujuh tahun itu kemudian menghela napasnya dengan pelan. “Andai dia tumbuh dengan baik di rahimku, mungkin usianya tidak jauh dari Shakira. Bisa jadi mereka pasti sudah berteman baik dengan Shakira.”

Ryan kembali mengusapi lengan perempuan itu. “Suatu saat nanti, setelah luka itu sembuh, dia akan tumbuh lagi.”

Ayuni menyunggingkan senyum tipis. “Siapa yang tengoknya? Aku udah nggak berniat melayani Andreas lagi.” Ayuni mengusap wajahnya lalu mengembungkan pipinya.

“Kenapa? Nggak bisa membayangkan Andreas sama Gita lagi main?”

Ayuni lalu melirik Ryan dan menyunggingkan bibirnya.

Ryan tertawa pelan melihat ekspresi wajah Ayuni. “Sudahlah, tidak perlu dibayangkan. Akan membuat kamu jadi serba salah. Bukankah lebih cepat lebih baik?”

“Iya. Aku tidak akan membayangkan hal bodoh itu. Semua perempuan pasti merasakan itu dengan pasangannya.”

Ryan menganggukkan kepalanya. “Iya, Ayuni. Besok pagi kamu sudah boleh pulang. Kondisi kamu sudah semakin membaik.”

Ayuni mengangguk. “Iya, Dok.”

Ryan geleng-geleng kepala lalu tersenyum tipis. “Meski aku dokter, kalau kamu manggil aku kayak gitu, agak gimana gituu.”

Ayuni terkekeh pelan. “Terus, maunya dipanggil apa? Mas Ryan?”

“Itu apalagi.”

Ayuni kemudian mengerucutkan bibirnya. “Aku mau tidur dulu. Udah malam.”

Ryan menganggukkan kepalanya. “Nice dream, Ayuni. Jangan mimpiin Gita sama Andreas lagi main, yaa.”

“Sialan!” Ayuni lantas memukul lengan Ryan.

Lelaki itu kemudian terkekeh lalu menarik selimut Ayuni hingga ke dada. “Good night!” ucapnya lalu keluar dari kamar rawat Ayuni.

Bersamaan dengan Ryan keluar dari kamar rawat Ayuni, Vita datang dan langsung menerbitkan senyum yang lebar kepada lelaki itu.

“Kenapa kamu?” tanya Ryan tampak aneh melihat Vita.

“Dih! Kamu sendiri ngapain cengar-cengir gitu abis keluar dari kamarnya Ayuni? Lagi nunggu jandanya Ayuni, yaa?” bisik Vita sembari menunjuk wajah Ryan.

Pipi Ryan lantas memerah mendengarnya. Ia kemudian tertawa canggung sembari mengibaskan tangannya.

“Kamu ini, dari dulu sampai sekarang masih saja bicara yang di luar nalar.” Ryan mengelak atas tebakan Vita.

Perempuan itu kemudian mengerucutkan bibirnya. “Ya udah, kalau emang nggak mau ngaku.”

“Kamu mau ke mana? Ayuni sudah tidur. Besok lagi saja kalau mau jenguk. Besok dia sudah diperbolehkan pulang.”

Ryan kemudian menarik tangan Vita dan membawanya ke kantin. Duduk saling berhadapan dan menatapnya lekat.

“Vita. Kamu tahu, kalau Ayuni sempat keguguran?” tanyanya kemudian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Icha Qazara Putri
Nah bener tuh apa kata Vita Ryan nunggu Ayuni janda agar jadi mama untuk Sakira wkwkwk
goodnovel comment avatar
Kania Putri
wah Ryan perhatian banget ini sama ayuni ya, katanya Ryan ini suka deh sama ayuni
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Kedua di Antara Kita   Tamat!

    “Happy birthday, Sayang.” Ryan memakaikan kalung di leher Ayuni yang tengah melipat baju milik Melvin.Ia terkejut karena Ryan datang dengan tiba-tiba kemudian memberinya sebuah kalung di lehernya. “Mas!” Ayuni kemudian membalikan tubuhnya yang kini berhadapan dengan sang suami.“Selamat ulang tahun ya, Sayang. Di usia yang ketiga puluh tahun ini, kamu diberi hadiah yang luar biasa. Hadirnya Melvin di hidup kita, menjadi pelengkap sempurnanya rumah tangga kita. Menjadikan kita orang tua yang sempurna, dan menjadikan Shakira sebagai kakak.”Ryan lalu mengecup kening perempuan itu dan memeluknya. Senyum bahagia terukir di bibir perempuan itu. Bagaimana tidak, di malam ulang tahunnya itu ia diberi kejutan yang cukup membuatnya bahagia luar biasa.“Terima kasih, Mas. Terima kasih sudah menjadi pelengkap hidup aku. Terima kasih sudah menjaga aku sampai kita bisa melewati semuanya.”Ayuni kemudian mencium punggung tangan Ryan dan menatapnya lagi dengan senyum di bibir perempuan itu. “Ucapka

  • Istri Kedua di Antara Kita   Welcome, Baby Boy!

    Anggota keluarga Ayuni dan juga Ryan tengah menyambut cucu kedua mereka. Usia kandungan Ayuni sudah memasuki tujuh bulan. Karena kondisi rahim Ayuni yang semakin parah, Dokter Mia memutuskan untuk melalukan operasi Caesar di hari ini.Ya. Ayuni harus melahirkan bayi secara premature. Sebab kondisi Ayuni yang sudah tidak tahan lagi menahan sakit itu. Ryan pun menyetujui hal itu. Daripada Ayuni mengalami hal yang tak diinginkan, sebaiknya bayi mungil itu segera dikeluarkan.Di ruang operasi. Yang mengambil alih bedah perut Ayuni adalah Dokter Firman ditemani oleh Dokter Mia. Sementara Ryan hanya menginteruksi apa saja yang mesti dilakukan.“Kamu masih kuat, Sayang? Sabar, yaa. Sebentar lagi bayinya akan keluar. Setelah itu, kamu tidak akan mengalami sakit luar biasa itu,” bisik Ryan yang terus mengajak Ayuni bicara. Jangan sampai perempuan itu tertidur dalam keadaan lemas seperti itu.Ayuni menggenggam tangan Ryan dengan erat. Tak bisa bicara karena kondisinya yang sudah tak karuan. Ker

  • Istri Kedua di Antara Kita   Adik untuk Shakira

    Dua bulan kemudian.Ayuni terbangun karena mendengar suara percikan air di dalam kamar mandi juga Ryan yang tidak ada di kamar.“Baru jam enam dia udah mandi jam segini? Mau ke mana emang dia?” gumamnya kemudian beranjak dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi.“Mas. Kamu lagi apa?” tanya Ayuni menghampiri Ryan yang tengah berdiri di depan wastafel.“Mau gosok gigi,” jawabnya singkat.Ayuni mengerutkan keningnya. “Gosok gigi? Kamu ada kerjaan di jam tujuh apa gimana? Ini baru jam enam, Mas. Tumben banget jam segini udah ada di kamar mandi. Biasanya jug—”Ayuni memegang perutnya karena nyeri. “Ssstth!” lirihnya sembari memegang perutnya.Ryan menoleh kemudian segera berkumur. “Kembali ke kamar, Sayang.” Ryan menuntun Ayuni lalu mendudukan perempuan itu di tepi tempat tidur.“Perut aku sakit, Mas. Nyeri.”Ryan menganggukkan kepalanya. Ia lalu merebahkan tubuh sang istri dan mengambil stetoskop di dalam laci. Hendak memeriksa kondisi Ayuni yang tiba-tiba saja nyeri.“Aku tadi ha

  • Istri Kedua di Antara Kita   Menuntaskan Hasrat

    Ryan hanya menggaruk pelipisnya mendengar pertanyaan Ayuni yang berhasil membuat bulu kuduknya merinding. Bukan Ayuni yang tegang, Ryan lah yang tegang kala mendengarnya.Ayuni melihat tingkah laku Ryan hanya tertawa kemudian geleng-geleng. “Mas bojo memang sangat alim. Digoda seperti itu saja langsung panas dingin. Padahal memang benar, kalau sudah main pasti akan panas.”Ryan menghela napas pelan. “Kamu jangan macam-macam. Minta berapa ronde kayak yang iya. Sekali main langsung tidur, aku pukul bokong kamu.”Ayuni lantas tertawa. “Oh, yaa? Memangnya kamu berani, pukul aku? Mau aku laporin ke Komnas HAM?”“Nggak ada hubungannya, Sayang. Kalau kamu mau laporin aku ke Komnas HAM hanya karena memukul bokong, setiap kita main juga aku sering mukul. Harus ada bukti juga dan memangnya kamu mau kasih bukti saat kita lagi main?”Ayuni kalah telak. Ia kemudian mengibaskan tangannya karena tidak bisa menjawab pertanyaan dari sang suami.Ryan yang melihatnya hanya terkekeh lalu geleng-geleng. S

  • Istri Kedua di Antara Kita   Mau Main Berapa Ronde

    Tiga bulan setelah Ayuni mengalami koma selama satu tahun. Kondisinya sudah dibilang membaik setelah beberapa kali melakukan perawatan dengan sangat telaten dan Ayuni pun selalu menuruti perintah dari sang suami.“Mama. Kemarin aku ketemu sama Kak Cakra. Itu pun nggak sengaja ketemu.” Shakira menghampiri sang mama yang tengah merapikan bajunya di dalam kamar.“Oh, ya? Terus, dia ngomong apa aja ke kamu? Sudah lama sekali sepertinya kalian tidak bertemu.”Shakira mengangguk. “Iya. Dia nanya kabar Mama. Dia senang karena Mama udah sembuh. Tadinya mau aku ajak ke rumah buat ketemu Mama. Tapi, katanya dia lagi ada urusan. Mau ketemu sama kakeknya.”Ayuni manggut-manggut dengan pelan. “Ya sudah biarkan saja. Yang penting Cakra masih ingat sama kamu. Lagian kalian ini pada kecil. Belum waktunya untuk saling dekat. Biar saja dulu masing-masing. Kamu menikmati masa kecil kamu dan Cakra fokus sama pendidikannya.”Ayuni mengusapi rambut Shakira dengan lembut seraya menasihatinya agar anaknya pa

  • Istri Kedua di Antara Kita   Bakal jadi Pikun

    Satu minggu setelah Ayuni sadarkan diri, ia akhirnya sudah bisa pulang dan dirawat di rumah saja. Ayuni sudah jenuh dan bosan bila harus dirawat di rumah sakit. Sudah terlalu lama bahkan satu tahun lebih dia ada di sana.“Apa yang masih kamu rasa sakit, Sayang?” tanya Ryan setelah membawa Ayuni duduk di tempat tidur.“Ini.” Ayuni menunjuk kepalanya. “Terus ini.” Kemudian menunjuk kening, pipi hingga bibir. “Dan terakhir ini.”Ryan lantas geleng-geleng. “Baru juga sembuh udah mikir yang jorok. Nanti kita bulan madu lagi.”Ayuni menghela napas kasar. “Aku masih harus menunggu dua tahun lagi buat punya anak, Mas. Jadi, nggak usah ada bulan madu lagi.”Ryan kemudian memberikan secarik kertas hasil pemeriksaan terakhir kondisi rahim Ayuni. “Kamu sudah bisa hamil, Sayang.”Ayuni menganga kemudian menutup mulutnya. “Beneran, Mas? I—ini, ini nggak bohong, kan?”Ryan terkekeh pelan. “Nggak dong, Sayang. Rahim kamu sudah siap menampung bayi meski harus tetap dijaga dan dirawat sampai sembilan b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status