Share

Part 2

Ibu melihat ke sekeliling rumah kontrakan Wati dan Jaka. Ada dua kamar berukuran 3x3. Satu kamar Wati, Jaka dan Aditya, satu kamar tamu. Walau pun sederhana dan kecil tapi rumah berwarna putih itu terlihat apik dengan interior berwarna-warni nuansa pastel. Tanaman-tanaman hijau dan bunga-bunga mawar, aster, dan anggrek di halaman.

 

Hari ini warung makan tetap buka. Wati memiliki dua karyawan. Ibu tersenyum melihat warung makan Wati yang penuh pelanggan.

 

"Tutup jam berapa, Nak?" Tanya Ibu.

 

"Kalau sudah habis, Bu. Biasanya jam 2 siang juga sudah habis. Ini saja sudah tinggal sedikit, Bu." Jawab Wati. Waktu menunjukkan pukul 13.00. "Wati sudah nyiapin menu kesukaan ibu. Soto Lamongan. Ayo Bu kita makan!"

 

"Ibu ganti baju dulu ya, Wati."

 

*****

 

Jaka menangis di pangkuan Wati. Air matanya tak henti-henti mengalir. Dia merasa sangat jahat kepada Wati. Sering kali Jaka merasa bersalah pada Wati.

 

"Abang minta maaf."

 

"Abang, apa Abang tidak bahagia hidup bersama Wati?"

 

"Kenapa Wati selalu tanyakan itu setiap kali Abang minta maaf?"

 

"Jawabannya masih sama, Bang. Abang tidak perlu minta maaf. Wati bahagia hidup dengan Abang. Abang kan sudah tau, Wati mau dinikahi abang bukan untuk materi. Abang sendiri juga bilang, ingin menikahi Wati karena ingin melindungi Wati dan Aditya. Abang juga tidak ingin kalau Wati menikah lagi dengan orang yang salah."

 

"Abang tidak bisa memberikan kamu nafkah yang seharusnya. Malah Kamu harus ikut banting tulang untuk menghidupi rumah tangga kita." Jaka terisak.

 

"Abang, Wati ikhlas kok, Bang. Semoga hidup kita berkah. Wati kan senang masak Bang, Alhamdulillah di sini masakan Wati disukai orang-orang. Wati senang sekali Bang."

 

"Abang merasa sangat egois. Perempuan hebat seperti Kamu tidak seharusnya hidup seperti ini, apa lagi jadi istri kedua."

 

"Wati tau Abang ragu menikahi Wati. Apa Abang menyesal?" Air mata Wati jatuh di pipi Jaka. Jaka bangkit kemudian mengusap air mata Wati.

 

"Sayang ... Bagaimana mungkin Abang menyesal? Justru kamu lah yang Abang takutkan menyesal menjadi istri kedua Abang."

 

"Abang ... Kita hanya hidup sekali, Wati hanya ingin menghabiskan sisa hidup Wati bersama Abang dan keluarga Wati." Wati terisak, air matanya tak henti mengalir. Jaka langsung memeluk erat istrinya, mengelus-ngelus punggungnya.

 

"Abang minta maaf kalau belum bisa berikan yang terbaik buat kamu. Abang minta maaf. Abang minta maaf." Jaka tak kuasa menahan tangis.

 

"Sudah Bang ... Jangan minta maaf terus. Wati juga banyak kekurangan sebagai istri Abang ... Wati minta maaf ya, Bang."

 

"Bagi Abang, Kamu istri yang sempurna, Abang sangat beruntung bisa memilikimu." Jaka mengecup kening Wati.

 

*****

 

Hari ini Jaka akan pulang ke kampung halamannya, pulang kerumah istri pertamanya. Wati menahan tangisnya agar Jaka tidak berat meninggalkannya yang sebentar lagi akan melahirkan.

 

"Apa pun yang terjadi, Kamu harus kasih kabar Abang! Tidak usah takut istri pertama Abang marah."

 

"Abang tidak usah khawatir, kan Wati ada ibu dan Aditya di sini."

 

"Hai cowok, tunggu Bapak ya! Jangan keluar sebelum Bapak pulang! Baik-baik sama ibumu ya cowok!!!" Jaka berbicara dengan perut Wati sembari mengelus-ngelusnya.

 

"Abang ngga usah khawatir, HPL nya masih tiga minggu lagi kok. Kan Abang di sana cuma sepuluh hari."

 

"Iya sepuluh hari, tapi kan lama di jalan sayang." Jaka mengulurkan tangannya. Wati mencium punggung dan telapak tangan Jaka. Kemudian Jaka mencium perut Wati, mencium Aditya dan mencium tangan mertuanya. "Assalamu'alaikum ...."

 

"Wa'alaikumsalam ... " Jawab Wati, ibu, dan Aditya serentak. Jaka berlalu.

 

Tangis Wati pecah. Iya lemas. Ibu dan Aditya memeluknya. Beginilah yang terjadi setiap Jaka kembali ke istri pertamanya. Wati sudah sangat mencintai Jaka. Tapi dia tau, dia tidak bisa egois, dia hanya istri kedua, bahkan di mata hukum negara pernikahan mereka tidak tercatat, karena meraka hanya menikah di bawah tangan atau siri. Namun, begitu, ibu dari Jaka merestui pernikahan mereka. Jaka tidak menyembunyikan pernikahannya dari ibu dan adik-adiknya.

 

"Sabar anakku ... Sabar ..." Ucap ibu yang ikut menangis melihat anaknya bersedih.

 

"Maafkan Wati buat Ibu menangis." Wati melepaskan dirinya dari pelukan ibu dan langsung menyeka air matanya. "Wati semakin hari semakin takut kehilangan bang Jaka, Bu."

 

"Ibu mengerti. Jaka suami yang baik. Dia berusah bersikap adil antara Kamu dan istri pertamanya. Tapi Kamu harus ingat, lebih banyak waktunya habis bersama Kamu dari pada istri pertamanya. Ya, walau pun mungkin secara materi dia tidak bisa memberikan penghasilannya di perusahaan."

 

"Iya Bu, Wati sadar, Wati jauh lebih beruntung bisa bersama-sama bang Jaka setiap hari. Wati berusaha tidak egois, tapi tetap saja Wati begitu berat melepas bang Jaka pulang. Apa lagi membayangkan bang Jaka bermesraan dengan istri pertamanya." Tangis Wati pecah lagi. Ibu memeluk Wati lagi.

 

*****

 

Wati termenung di tepi tempat tidur. Ada kerinduan yang mendalam. Dia tidak berani menghubungi Jaka karena takut merusak kebersamaan Jaka dengan istri pertamanya. Beberapa kali Wati mendapatkan pesan dan telepon dari Jaka. Wati berusaha menahan tangisnya karena merindukan Jaka. Wati mengelus-ngelus perutnya yang semakin membesar. Badan mungilnya semakin melebar. Wati hanya memiliki tinggi 145 cm. Sebelum hamil beratnya hanya 40 kg. Sekarang beratnya sudah 55 kg.

 

Wati menghela nafas panjang. "Ini baru hari ketiga Bang. Tapi rasanya seperti sudah berabad-abad Abang ninggalin Wati." Gumam Wati. Air matanya menetes. "Mengapa waktu terasa lambat sekali?"

 

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status