Share

Istri Kedua
Istri Kedua
Penulis: Miftahul Jannah

Part 1

"Abang, Ibu katanya kangen Wati. Apa Wati boleh pulang Bang?" Tanya Wati kepada Jaka, usai dia menutup telepon dari ibunya. 

 

"Sayang, ibu aja ya yang disuruh ke sini. Kamu kan lagi hamil anak Abang."

 

"Tapi perjalanan ke sini kan jauh Bang kalau naik bis. Kalau naik pesawat kan mahal, Bang."

 

"Pakai aja uang tabungan kita untuk ibumu naik pesawat. Sepertinya cukup untuk dua orang, biar ada yang jagain ibumu. Ibu suruh tinggal di sini aja kalau mau. Kan bentar lagi Kamu lahiran, Sayang."

 

"Tabungannya kan buat lahiran, Bang."

 

"Sudah, ngga apa-apa, Sayang. Nanti Abang cari sampingan lagi." Jaka mengecup kening Wati. Air mata Wati menetes. "Kenapa menangis?" 

 

"Wati bersyukur punya suami seperti Abang."

 

"Abang lebih bersyukur punya istri seperti Kamu." Dikecupnya lagi kening Wati.

 

Wati dan Jaka mengontrak rumah sederhana yang tidak jauh dari tempat kerja Jaka. Jaka bekerja di perusahaan tambang ternama, sebagai seorang mekanik. Di depan kontrakannya Wati membuka warung makan sederhana untuk membantu membiayai hidup mereka. Karena kartu ATM Jaka untuk gaji diserahkan Jaka ke istri pertama. Jaka hanya meminta dikirimkan oleh istrinya seperlunya saja, karena sebelumnya Jaka tinggal di mess yang semuanya ditanggung perusahaan. Jaka membuka jasa service barang elektronik untuk membiayai rumah tangganya bersama Wati. 

 

Istri pertama Jaka tinggal di kota kelahirannya yang juga kota kelahiran Wati. Jaka punya satu anak perempuan dari istri pertamanya. Usia anak perempuan Jaka 5 tahun. Sudah tiga tahun Jaka hidup terpisah dengan istrinya. Dia hanya kembali saat dia cuti, setelah 70 hari kerja. 

 

Selama itu dia tidak pernah selingkuh atau main perempuan. Dia adalah laki-laki yang baik yang sayang dengan keluarga. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Wati setelah sekian lama dia tidak bertemu. Karena Wati tidak pernah ikut reuni sekolah. 

 

Bagi Jaka, Wati adalah perempuan pertama yang membuat hatinya berdebar-debar. Wati adalah perempuan pertama yang membuatnya selalu merasa rindu untuk ke sekolah. Wati dan hanya Wati satu-satunya perempuan yang mampu mencuri perhatiannya kala itu. 

 

*****

 

Wati dan Jaka menunggu ibu di bandara bersama Aditya anak Wati yang berusia 3 tahun, dari pernikahan pertamanya. Ibu berangkat bersama kakak laki-laki Wati. Bang Rahman, begitu Wati sering memanggilnya. 

 

Tidak menunggu lama, akhirnya ibu dan bang Rahman keluar dari pintu kedatangan. Ibu langsung memeluk anak perempuannya. Wati hanya dua bersaudara.  Ibunya tak kuasa menahan haru melihat anak perempuannya. Kemudian ibu melepaskan pelukannya, ibu menatap anaknya yang memakai gamis berwarna biru tua senada dengan jilbab panjang yang dikenakannya. Wati terlihat sangat anggun. Wajahnya berseri-seri. 

 

"Ibu bisa lihat Kamu bahagia, Nak." Ibu tak kuasa menahan air mata. "Terima kasih Nak Jaka, sudah menjaga putri dan cucu ibu dengan baik." Ucap ibu penuh haru. 

 

"Itu sudah kewajiban Jaka, Bu, sebagai suami Wati." Jawab Jaka ramah. 

 

Sementara Aditya yang dari tadi digendong Jaka tidak mau melepaskan pelukannya ketika bang Rahman ingin menggendongnya. 

 

"Apa Adit nempel terus sama Kamu, Jaka?" Tanya bang Rahman. 

 

"Iya Bang." Jawab Jaka sambil tersenyum. "Ayo Adit, ikut Uwak dulu. Adit nggak kangen ya sama Uwak sama nenek?" 

 

"Adit ngga mau dibawa sama nenek." Jawab Adit polos. 

 

"Dibawa ke mana?" Tanya nenek. 

 

"Dibawa ketemu papah. Adit maunya sama bapak Jaka, nggak mau sama papah Rendra." Jawabnya sambil mulai terisak. 

 

"Nenek tinggal di sini kok sama mamahmu sama bapak Jaka. Nenek nggak mau bawa kamu ke tempat papahmu." Jawab bang Rahman diikuti gelak tawa yang lainnya. 

 

*****

 

Perceraian Wati dan Rendra menyisakan trauma untuk Aditya. Bagaimana tidak, Rendra tidak mau menceraikan Wati, tapi Wati bersikeras minta cerai karena sudah tidak tahan dengan sikap Rendra yang semaunya. Hari itu, setelah sekian lama mereka berumah tangga, Rendra yang tidak pernah memukul Wati, dengan bringasnya meluapkan emosinya di hadapan Aditya. Wati babak belur wajahnya di gampar oleh Rendra. Bahkan tubuh kecilnya ditendang-tendang. Aditya yang saat itu berumur dua tahun hanya bisa menangis menyaksikan wanita yang melahirkannya disakiti. Kemudian memeluk erat Wati setelah Rendra pergi. 

 

"Adit sayang Mamah ... Adit sayang Mamah ..." Tangisnya makin kencang. Wati memeluk erat Aditya. Wajah Wati penuh darah. Adit beranjak kemudian mengambil ponsel Wati dan menyerahkannya pada Wati. 

 

"Ibu, tolong jemput Wati." Wati menelpon ibunya, suaranya tercekat. Dia hanya punya sedikit tenaga. Sementara Aditya terus menangis dalam pelukan Wati. 

 

"Kamu kenapa Nak?" Tanya ibu di seberang sana khawatir. 

 

"Suruh bang Rahman jemput Wati sekarang Bu! Wati mohon!!!" Kemudian Wati mematikan ponselnya, berharap bang Rahman cepat menjemput. 

 

"Mamah ... Mamah ... " Tangis Adit sambil mengusap darah di wajah mamahnya dengan tisu. 

 

Aditya memang masih berusia dua tahun, tapi dia sangat cerdas dan sangat aktif. Wati sering dibuat bingung dengan tingkah Adit. Sering dibuat speachless dengan perlakuannya. Aditya sangat sayang kepada Wati, mereka sering menghabiskan waktu berdua karena Rendra jarang pulang. Rendra juga pekerja tambang, sama seperti Jaka. 

 

Tet ... Tet ....

Bunyi klakson mobil butut bang Rahman. 

 

"Sayang, temui uwak ya, ambil kunci pagar, kasihkan uwak!" Suruh Wati ke Aditya. Aditya langsung sigap melakukan apa yang disuruh Wati. 

 

Bang Rahman terdiam di depan pintu masuk ketika melihat Wati yang lemas tak berdaya di lantai dengan muka penuh lebam. 

 

"Bang Rahman, tolong!" Wati meminta dibantu berdiri. Bang Rahman langsung lari ke arahnya. 

 

"Ada apa ini, Wati?"

 

"Rendra mukulin Wati, Bang."

 

"Sekarang mana Rendranya?" Bang Rahman geram. 

 

"Sudah pergi Bang."

 

"Kenapa dia memperlakukan Kamu seperti ini?" 

 

"Nanti Wati cerita Bang. Bantu Wati berdiri Bang!" Wati perlahan berdiri mengarahkan bang Rahman supaya membawanya ke kamar. "Bantu Wati kemasin baju Wati dan Adit ya Bang." Bang Rahman langsung mengerjakannya. 

 

Wati meninggalkan rumah yang sudah lima tahun di huninya bersama Rendra. Wati menatap rumah itu. Dia tidak bisa pungkiri banyak kenangan di rumah ini. Air matanya mengalir. 

 

*****

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status