Share

Part 6

Tangis si kecil membuat ramai suasana di rumah Wati dan Jaka. Sampai-sampai Jaka enggan pulang ke rumah istri pertamanya, begitu pula ibunya.

 

"Abang ngga boleh begitu! Abang harus pulang! Sudah waktunya Abang bersama istri pertama Abang." Ucap Wati. Jaka memeluk Wati dari belakang. Wati sedang menyusui si kecil. "Abang... Abang harus bersikap adil."

 

"Abang akan sangat merindukan kamu dan anak-anak kita. Abang masih ingin di samping Habibi." Jaka mengecup pipi Habibi, anaknya yang baru berusia dua bulan.

 

"Abang... Abang perginya cuma sepuluh hari."

 

"Abang akan sangat merindukan kalian." Jaka mengecup kening Wati.

 

*****

 

Jaka gelisah, tidak bisa tidur. Jam dinding menunjukkan pukul empat dini hari. Ini hari pertama dia bersama istri pertamanya. Seharian pikirannya disita oleh Habibi anak laki-lakinya.

 

"Ayah belum tidur?" Tanya Lintang istrinya.

 

"Iya Bunda."

 

"Mau bercinta sama Bunda? Bunda kan lama ngga disentuh Ayah." Lintang mendekatkan wajahnya ke wajah Jaka. Dinaikinya tubuh Jaka, sekarang tubuh Lintang menindih tubuh Jaka. "Bunda kangen sama Ayah. Kangeeeeen banget."

 

"Ayah juga kangen Bunda." Jawab Jaka tersenyum mencoba menyenangkan istrinya. Dikecupnya lembut bibir istrinya, kemudian bibir mereka saling bertautan. Sehelai demi sehelai pakaian yang dikenakan jatuh ke lantai. Jaka dan Lintang sembunyi di balik selimut. Memadu kasih menikmati waktu menjelang pagi.

 

Jaka menatap Lintang yang tertidur pulas di sampingnya setelah bercinta. Air mata Jaka meleleh.

 

"Lintang, maafkan aku begitu jahat padamu. Kamu ibu dari Humaira anakku, itu lah yang membuatku tetap mempertahankanmu. Aku tau aku telah gagal membimbingmu menjadi istri shalehah. Maafkan aku menduakanmu. Maafkan aku tidak mencintaimu lagi." Batin Jaka.

 

*****

 

Jaka membawa Humaira jalan-jalan ke taman. Mereka hanya berdua. Jaka ingin memanfaatkan waktunya untuk bisa bersama anak perempuannya.

 

"Ayah, nenek kok ngga pulang-pulang?" Tanya Humaira polos.

 

"Nenek betah di sana sayang." Jawab Jaka sambil tersenyum. Dia teringat betapa bahagianya ibunya bisa menjadi nenek seutuhnya. Bahkan Wati hampir tidak diberi kesempatan memegang Habibi karena ibunya seperti punya mainan baru.

 

"Nenek ngga kangen Humaira ya Ayah? Humaira kangen sama nenek." Raut wajah Humaira menjadi muram.

 

"Sayang, kan ada nek Gita di rumah. Nenek di sana juga kangen kok sama Humaira. Tapi, Humaira kan tau, bunda dan nek Gita ngga suka kalau nek Ratna nelpon Humaira."

 

"Kenapa sih Yah bunda sama nek Gita jahat? Waktu itu nek Ratna mau bawa Humaira ke Rumah Sakit besuk kakek, tapi ngga dibolehin sama nek Gita dan bunda."

 

"Ke Rumah Sakit?" Jaka terperanjat. Jaka ingat waktu it ibunya bilang Humaira sedang tidur jadi tidak bisa di bawa. "Apa lagi ini Lintang?!!!" Geramnya dalam hati. "Humaira ayo kita pulang!!!" Jaka tidak sabar ingin minta penjelasan kepada Lintang.

 

*****

 

Jaka menemui Lintang yang sedang duduk santai di balkon lantai dua di depan kamarnya sambil membaca novel di temani segelas teh hangat. Jaka berusaha menahan emosinya. Matanya memerah dan basah.

 

"Ayah...!" Sambut Lintang hangat.

 

"Bunda, tolong jelaskan, apa ibuku pernah meminta Humaira untuk di bawa ke rumah sakit waktu ayahku dirawat?" Tangan Jaka mencengkram kuat senderan kursi yang ada di hadapan Lintang.

 

"I... Iya..." Jawab Lintang sedikit gugup.

 

"Lalu kenapa tidak diizinkan?" Jaka mulai meninggikan nada suaranya.

 

"E.. Itu... Itu... E Humaira tertidur."

 

"Jangan bohong!!!" Teriak Jaka. Kali ini kedua lengan atas Lintang dicengkram keras oleh Jaka.

 

"Sakit Ayah...!!! Sakit...!!!" Lintang meringis.

 

"Tega sekali kamu. Aku sebagai suamimu sudah sangat mengalah dengan semua sikapmu Lintang. Bahkan ketika ayahku keritis tak sekali pun kamu membesuk beliau, aku tetap diam Lintang, aku tetap diam. Karena apa? Karena kamu ibu dari anakku Lintang. Bahkan ketika ayahku masuk ke liang kubur, kamu tidak juga menemui beliau. Mau kamu apa Lintang?!!!" Teriak Jaka. Jaka sangat-sangat marah. Belum pernah Jaka semarah ini terhadap istrinya.

 

"Kamu tau? Ayah dan ibumu dari awal tidak suka denganku? Kamu pikir aku tidak tau? Rumah ini. Ya rumah yang kau bangun ini. Kamu pikir aku tidak tau kamu membangun rumah ini untuk perempuan yang bernama Wati. Perempuan yang menjadi cinta pertamamu." Lintang meledak-ledak.

 

"Iya, kamu benar Lintang, kamu benar. Rumah ini aku bangun sendiri dengan tetesan keringatku, dengan cinta yang dalam untuk cinta pertamaku. Tapi akhirmya aku menikah dengamu, perempuan yang tidak pernah mau menuruti apa kata-kataku. Perempuan yang selalu membantah kata-kata suaminya." Jaka semakin emosi.

 

"Lalu mau Ayah sekarang apa? Ayah mau kita pisah?" Tanya Lintang dengan nada menantang.

 

"Aku akan mengemasi barangku. Aku akan kembali ke lokasi sekarang juga. Humaira akan aku bawa!" Jaka sangat kesal. Dia masuk ke kamar dan mengambil tas ranselnya, mengemasi barang-barangnya.

 

"Kamu mau bawa Humaira ke sana? Siapa yang akan urus Humaira? Aku ibunya, aku yang paling tau dia." Teriak Lintang di hadapan Jaka.

 

"Kamu lupa ibuku masih ada di sana? Ibuku yang akan menjaga Humaira"

 

"Oke, bagus lah... Bawa Humaira anakmu itu. Aku tidak perlu repot-repot lagi mengurus anakmu yang manja itu." Ketus Lintang kemudian berlalu masuk kamar Humaira. Mengemasi barang-barang Humaira.

 

"Bunda, kita mau pergi kemana?"

 

"Kamu ikut sama Ayahmu!" Jawab Lintang dengan nada tinggi.

 

"Perginya sama Bunda kan?"

 

"Tidak."

 

"Kenapa?"

 

"Cukup Humaira! Tidak usah banyak tanya! Nanti nek Ratna yang rawat kamu di sana. Cepat ganti bajumu!" Lintang melemparkan baju ke arah Humaira. Humaira berlari ke luar kamar menuju kamar Jaka.

 

"Ayah... " Humaira memeluk kaki ayahnya. Dia sesenggukan." Bunda kenapa marah-marah?" Jaka menghela nafas panjang. Diambilnya posisi jongkok menghadap wajah gadis kecilnya, di usapnya air mata Humaira. Dipeluknya erat tubuh mungilnya. "Ayah... Humaira salah apa?"

 

"Humaira ngga salah apa-apa sayang. Ayah yang salah. Humaira mau kan ikut Ayah?"

 

"Bunda juga harus ikut!"

 

"Tidak bisa sayang. Ayah cuma bisa bawa kamu. Di sana nanti ada nenek yang jagain kamu. Di sana Humaira pasti senang karena banyak temannya. Mau kan ikut Ayah?" Jaka menatap lekat mata bulat gadis kecilnya. Humaira mengangguk pelan.

 

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status