Share

Part 5

"Abang... Wati keluar air terus Bang." Beritahu Wati ke Jaka yang baru pulang dari Masjid untuk shalat subuh.

 

"Maksudnya?" Jaka terkejut.

 

"Mau lahiran Bang."

 

"Ya sudah, ayo berangkat." Jaka langsung menggandeng Wati menuju mobil.

 

"Abang, tunggu dulu!"

 

"Ada apa lagi sayang?" Jaka terlihat panik.

 

"Ibu dan Adit. Tas juga Bang."

 

"Iya... Iya... Kamu masuk mobil aja dulu!" Wati pun menuruti perintah Jaka. Jaka kebingungan apa yang mau dia lakukan. Dia mondar-mandir di depan mobil.

 

"Abang!!! Abang kok malah mondar-mandir?" Jaka tidak menoleh sedikit pun. Wati akhirnya keluar dari mobil. Dia berdiri tepat di hadapan Jaka. "Abang...!!!"

 

"Ma'af... Ma'af... Abang bingung Wati."

 

"Ya sudah, Abang tunggu di sini! Wati masih kuat kok jalan." Wati pergi ke kamar ibunya dan ibu Jaka. "Tok!!! Tok!!! Tok!!!" Wati mengetuk pintu kamar. "Bu!!!" Panggil Wati dari luar. Ibu Ratna membuka pintu. "Ibu, kayanya Wati sudah mau lahiran."

 

"Jaka mana?" Tanya ibu Ratna.

 

"Di depan."

 

"Pasti panik dia."

 

"Iya Bu."

 

"Biar Ibu yang nyiapin ya. Kamu tunggu di mobil saja. Jangan banyak gerak!"

 

"Iya Bu."

 

Ibu Ratna mengambil alih kemudi. Beliau tidak percaya kepada anaknya yang lagi panik untuk menyetir. Wati dan Jaka duduk di jok bagian belakang. Sementara ibu Lastri ibunya Wati duduk di depan sambil memangku Adit.

 

"Sakit ya Sayang?" Tanya Jaka sambil mengelus-ngelus perut Wati.

 

"Iya sakit." Wati meringis.

 

*****

 

Wati terbaring di meja bersalin. Wati menggenggam erat tangan Jaka. Jaka memeluk kepala istrinya dan terus mengecup kening Wati. Baru pembukaan satu setibanya mereka di sana. Ketuban sudah pecah, Wati terpaksa diinduksi setelah satu jam tidak ada kemajuan, karena air ketuban sudah merembes.

 

"La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minazzhalimin" Ucap Wati berulang-ulang di setiap tarikan nafasnya.

 

Do'a Nabi Yunus ketika di dalam perut ikan nun atau ikan paus, yang artinya : "Tidak ada Tuhan yang sebenarnya disembah melainkan Engkau, ya Allah. 

Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah dari orang yang membuat zalim."

 

"Sayang yang kuat ya!!! Yang kuat!!!" Bisik Jaka di telinga Wati. Sesekali di lapnya keringat yang mengalir dari kening istrinya.

 

Wati berusaha semaksimal mungkin. Berulang kali dia menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya. "Eeeuuuh..." Teriak Wati.

 

"Terus Bu!!! Terus!!! Sedikit lagi!" Bidan memberi semangat.

 

Badan Wati mulai lemas karena seharian dia tidak makan. Jam dinding di ruang bersalin menunjukkan pukul tiga sore. Sudah enam jam Wati ada di meja bersalin ini.

 

"Sayang... Sedikit lagi sayang. Semangat sayang! Semangat!!!" Bisik Jaka membuat Wati kembali bersemangat.

 

"Oweeee... Oweeee... Oweeee... " Tangis pertama anak Jaka dan Wati. Bayi mungil berkulit bersih itu langsung di letakkan bidan di atas dada Wati untuk melakukan inisiasi menyusui dini. Jaka dan Wati tersenyum lega. Wati yang tadi lemas menjadi lupa akan segala sakit yang baru iya rasakan. Air mata haru mengalir dari sudut mata Wati dan Jaka.

 

"Alhamdulillah... " Ucap mereka berbarengan.

 

"Kulitnya bagus seperti kamu sayang." Jaka mengecup pipi bayinya yang sedang menyusui.

 

Kemudian bidan mengambil bayi mereka untuk dibersihkan. Usai dibersihkan Jaka mengumandangkan Adzan di telinga bayinya. Air mata haru tak kuasa Jaka tahan. Dia begitu bahagia dengan kelahiran anak keduanya ini. Dikecupnya kening dan bibir anaknya. Di peluknya penuh kasih sayang.

 

"Jaka, Ibu mau gendong cucu Ibu." Bu Ratna mendekati Jaka. Sementara bu Lastri membantu Wati mengganti pakaian.

 

"Iya Bu. Awas ya anak Jaka lecet sama lipstik Ibu!" Goda Jaka. Ibu meraih bayi mungil itu. Air mata ibu langsung mengalir. Dikecup-kecup ibu wajah bayi mungil itu.

 

"Andai bapakmu masih ada Jaka. Pasti dia bahagia sekali."

 

"Maaf ya Bu, ketika Humaira lahir, Ibu dan bapak tidak bisa menggendong Humaira." Jaka merasa bersalah.

 

*****

 

Ketika Humaira lahir, Humaira tidak lepas dari ibu mertua Jaka. Ibu Ratna dan suaminya hanya boleh melihatnya tanpa menyentuhnya. Bahkan hingga Humaira besar pun mereka tidak bisa leluasa bersama cucu pertama mereka.

 

Ibu Ratna masih ingat di waktu-waktu terakhir suaminya, suaminya masih belum bisa sehari pun bersama cucunya.

 

"Ibu, apa Humaira tidak bisa dibawa ke sini? Bapak rindu pada Humaira." Ucap bapak saat terbaring di RS karena terkena serangan jantung. Ibu hanya diam tidak berucap apa-apa.  "Ibu, suruh Jaka bawa Humaira ke sini! Bapak rindu pada Humaira." Pinta bapak.

 

"Iya Pak." Kemudian ibu menelepon Jaka. "Nak, bisa bawa Humaira ke sini?"

 

"Baik Bu." Jawab Jaka singkat.

 

Ibu Ratna tau pasti Jaka tidak akan bisa membawa Humaira ke sini. Ibu mertuanya pasti melarang Humaira dibawa ke RS. Beberapa hari yang lalu ibu Ratna sampai memohon-mohon agar ibu mertua Jaka mengizinkannya membawa Humaira ke RS, karena suaminya terus-terusan menanyakan cucu pertamanya. Namun, hasilnya nihil.

 

"Ibu Ratna, Rumah Sakit itu banyak virus dan bakteri. Saya tidak mau Humaira terjangkit penyakit aneh-aneh di sana." Tolak bu Gita ibu dari Lintang.

 

"Ibu, suami Saya di rawat di ruang VIP bukan di bangsal. Saya juga tidak akan lama membawa Humaira. Saya mohon Bu!"

 

"Tidak bisa! Kalau Humaira sakit nanti Saya yang repot. Jangan berkhayal Ibu bisa membawa keluar Humaira dari rumah ini!" Ketus bu Gita.

 

"Saya mohon Bu! Saya takut usia suami saya tidak akan lama lagi. Saya mohon!" Bu Ratna sampai berlutut di hadapan bu Gita. Tapi bu Gita malah meninggalkannya ke kamar kemudian mengunci rapat pintu kamar. Bu Ratna menangis terisak. "Ya Allah, kenapa besanku jahat sekali?" Bu Ratna teringat suaminya yang terus-terusan menyebut nama Humaira ketika sedang tidak sadar. "Bapak, bertahanlah!" Gumam bu Ratna. Bu Ratna keluar dari rumah itu dengan rasa sangat kecewa. Humaira dan Lintang sedang sembunyi di dalam kamar, tidak diizinkan bu Gita menemui bu Ratna.

 

Bu Ratna diam di depan ruang VIP perawatan pak Santoso ayahnya Jaka. Bu Ratna mengingat kata-kata dokter yang mengatakan hidup suaminya mungkin tidak akan bertahan lama. Air mata bu Ratna kembali mengalir. Ada sesak di dada beliau. Setelah lima belas menit, bu Ratna mencoba menata hatinya, menyeka sisa-sisa air matanya seblum masuk ke ruangan.

 

*****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
yg salah anak mu si jaka yg lemah seperti kerupuk dan g bisa mendidik istri.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status