Share

Istri Ketiga Mas Endara
Istri Ketiga Mas Endara
Penulis: Chokolate_21

Rela Berbagi

Dua minggu telah berlalu. Hari ini adalah hari pernikahan Endara dan Dara. Kebanyakan orang akan menyambut hari pernikahannya dengan rasa bahagia, tetapi berbeda dengan Dara. Andai saja gadis itu tidak memikirkan keluarganya di kampung pastilah Dara tidak mau menikah dengan majikannya sendiri.

Bagi Dara menikah harus sekali seumur hidup, tetapi apa jadinya jika menikah hanya memanfaatkan rahimnya kemudian diceraikan begitu saja?

“Dara, sudah dong jangan menangis terus nanti riasannya luntur,” ujar Afifa, sambil mengusap air mata Dara menggunakan tisu.

“Kamu jangan terus bersedih seperti itu, setelah satu tahun pernikahan ini kamu akan bahagia hidup di kampung,” ucap Vega.

Dara tidak menanggapi, gadis itu masih menangis memikirkan naspnya menjadi istri ketiga majikannya yang sudah berbaik hati kepadanya memberikan pekerjaan selama lima tahun ini.

“Permisi Nyonya, ijab kabulnya sudah selesai dan Dara sudah diperbolehkan untuk keluar,” ucap salah satu asisten rumah tangga yang juga bekerja di sana.

“Ayo Dara.”

Di sisi kanan dan kiri Dara terdapat dua wanita yang menggandengnya pebuh kelembutan siapa lagi kalau bukan Vega dan Afifa. Kedua wanita itu mengautkan batinnya masing-masing untuk melihat suaminya duduk bersanding bersama dengan perempuan lain.

“Angkat wajahmu, Dara. Jangan sampai orang-orang yang hadir berpikiran buruk tentang kita,” bisik Vega, terdengar tegas di telinga Dara.

Dara langsung menghadap ke depan dengan senyum terpaksa. Ketika sudah duduk di dekat Endara, Dara tidak berani menatap mata lelaki itu yang dulunya menjadi majikan dan sekarang menjadi suaminya.

Dara yang telah resmi menjadi istri ketiga dari Endara pun mencium punggung tangan lelaki itu dengan tubuh gemetar. Tidak pernah terlintas di pikiran Dara untuk menikah di usia 23 tahun masih banyak cita-cita yang belum dia capai untuk membahagiakan keluaarganya di kampung.

“Ingat, pernikahan ini hanya bersifat sementara,” bisik Endara, saat Dara mencium punggung tangannya.

Mendengar ucapan Endara membuat Dara hanya bisa menangis di dalam hati. Setelah pengambilan foto selesai Dara langsung melepaskan tagannya dan memberi sedikit jarak agar tidak duduk terlalu dekat dengan suaminya.

Acara pernikahan itu tentu Endara menghadirkan kedua orang tua Dara dari kampung. Ketika Endara melamar Dara pada orang tua gadis itu mereka setuju asalkan ada uang bulanan untuk mereka hidup di sana. Akan tetapi, kedua orang tua Dara tidak lama berada di sana hanya sampai acara selesai Endara langsung meminta mertuanya untuk pulang.

***

Setelah seharian penuh menyambut para tamu undangan yang datang ke acara pernikahan itu akhirnya Dara bisa istirahat dengan tenang sekarang. Gadis itu merasakan tidak hanya tubuhnya saja yang lelah, tetapi batinnya juga.

Untuk malam ini Endara dan kedua istrinya setuju Dara tidur di lantai dua karena nanti Dara akan dibuatkan rumah secara terpisah di halaman belakang.

Saat ini Dara sedang duduk di depan cermin untuk menghapus sebagain riasannya yang masih menempel di tubuhnya. Tiba-tiba saja terdengar suara pintu terbuka yang membuatnya terkejut.

“Jangan lupa menandatangani surat perjanjian ini.” Endara menaruh beberapa lembar kertas di depan Dara.

“Iya, Pak, tapi nanti setelah Dara selesai mandi,” ucap Dara, masih menundukkan kepalanya belum berani menatap suaminya.

“Saya ini suami kamu atau Bapak kamu?” tanya Endara, nadanya terdengar tidak suka.

“Su-suami,” jawab Dara, terbata-bata.

“Lalu kenapa masih memanggil saya seperti itu?” nada Endara sedikit meninggi karena kesabarannya hampir habis menghadapi Dara.

Dara menggelengkan kepalanya tanda gadis itu tidak tahu.

“Panggil aku seperti Vega dan Afifa memanggilku dan kamu harus memanggil mereka Mbak, jangan Ibu lagi. mengerti?”

“I-iya Mas, mengerti,” jawab Dara, terbata-bata dan terdengar lirih.

“Bagus. Sekarang kamu bersih-bersih, lalu kita akan membicarakan tentang perjanjian ini. Jika kamu keberatan dengan salah satu point perjanjian itu kamu boleh menolaknya, tapi dengan cacatan alasannya harus masuk ke dalam logika saya.” Lalu Endara keluar dari kamar Dara membiarkan gadis itu membersihkan diri terlebih dahulu.

Dara menghela napasnya kasar ketika dirinya ditinggal sendirian di kamar itu. Dara masih tidak percaya dengan statusnya sekarang yang sudah menjadi istri, tetapi sayang menjadi istri ketiga majikannya. Gadis itu menghela napasnya kasar mencoba menerima takdir yang sekarang ia jalani. Setidaknya setelah perceraian nanti Dara bisa kembali ke kampung dan sudah tidak pusing lagi memikirkan soal keuangan.

***

Sepuluh menit telah berlalu, akhirnya Dara keluar dari kamar mandi dalam keadaan segaar dan sudah lengkap memakai baju tidur yang kebesaran.

Dara berhenti ketika melihat Endara sudah duduk di atas kasur. Tiba-tiba saja kegugupan melanda dirinya membuat Dara tidak bisa mengontrol detak jantungnya.

“Kenapa kamu masih ada di sana?” tanya Endara, menatap Dara tajam.

“Cepat ke sini, surat perjanjian ini harus segera ditandatangani,” sambung lelaki itu.

Dara mengangguk lalu kembali melangkah menuju kasur. Gadis itu duduk di sana jaraknya cukup jauh dari tempat Endara duduk. Lelaki itu mengeluarkan kertas yang berisi perjanjian meminta Dara untuk membacanya ulang.

Perjanjian poin pertama

Pihak pertama yaitu Endara, mencukupi seluruh kebutuhan pihak kedua yang bernama Dara tanpa terkecuali.

Poin kedua

Pihak kedua harus setuju melakukan kewajibannya sebagai seorang istri untuk melayani suami. Termasuk sentuhan fisik dan lain-lain.

Ketiga

Selama pernikahan terikat perjanjian, pihak kedua tidak boleh keluar atau berkencan bersama laki-laki lain, berlaku juga untuk pihak pertama. Akan tetapi, kedua belah pihak berhak atas privasi masing-masing. Pihak kedua boleh mencintai laki-laki lain, asal tidak menjalin hubungan selama pernikahan kontrak berlangsung.

Keempat

Setelah pihak kedua dinyatakan positif hamil, maka pihak kedua bebas meminta apapun kepada pihak pertama.

Kelima

Setelah pihak kedua melahirkan, pihak pertama berhak mengambil penuh hak asuh dan pihak kedua tidak boleh ikut campur tangan. Setelah perjanjian selesai, maka semua imbalan akan diberikan sepenuhnya. Setelah perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak, tidak bisa dibatalkan dengan alasan apapun.

“Apa ada poin yang harus diubah?” tanya Endara, setelah Dara selesai membaca isi perjanjian itu.

Dara menggeleng, lalu berkata dengan suara pelan, “Tidak ada Mas.

“Bagus,” ucap Endara.

Endara memberikan pena hitam agar Dara bisa langsung menandatangani surat perjanjian itu di atas materai. Dara telah selesai menandatangani surat perjanjian itu dan ia pun mengembalikan pena itu kepada sang pemilik.

“Saya dan kamu masing-masing membawa surat ini dan simpan baik-baik jangan sampai hilang,” kata Endara.

Dara mengangguk patuh dan menerima surat perjanjian itu tanpa ada rasa ragu di dalam hatinya. Setelah membahas perjanjian itu Endara meminta Dara langsung istirahat sementara lelaki tu menyibukkan diri seperti biasanya ketika lelaki itu sedang tidak ingin tidur.

Dari lima poin yang dijabarkan, ada satu poin yang begitu berat untuk Dara tandatangani. Poin kelima.

[Setelah pihak kedua melahirkan, pihak pertama berhak mengambil penuh hak asuh dan pihak kedua tidak boleh ikut campur tangan. Setelah perjanjian selesai, maka semua imbalan akan diberikan sepenuhnya, mulai dari rumah mewah dan seisinya, biaya kuliah sampai sarjana, dan 100 hektar sawah. Setelah perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak, tidak bisa dibatalkan dengan alasan apapun.]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status