Cuaca yang cerah tiba-tiba saja berubah menjadi mendung. Angin yang berhembus terasa sangat dingin itu pertanda bahwa hujan akan segera turun. Dara dan Endara mengemasi barang-barang mereka agar segera pergi ke mobil untuk berteduh agar tidak terkena percikan air hujan. Saat ke duanya baru tiba di dalam mobil, hujan turun dengan derasnya.“Sepertinya kita tidak mungkin menerobos hujan sederas ini. Mau tidak mau harus mencari penginapan dulu menunggu esok,” ujar Endara, memprediksi hujan tidak akan segera reda.Dara menggigit bibir bagian dalamnya, gadis itu cemas karena mengingat ucapan Endara kepada Vega tadi sebelum pergi.“Tapi Mas, bagaimana dengan Mbak Vega? Bukankah tadi Mas Endara hanya bilang mau mengantar Dara cek ke dokter?” tanya Dara, fakta yang sejak tadi ia pendam kini harus terungkap.“Kamu mendengar percakapan saya bersama Vega tadi?” tanya Edara.Dara mengangguk pelan, lalu menjawab dengan suara lirih, “Tidak sengaja.”“Vega biar menjadi urusan saya. Tidak mungkin sa
Keesokan paginya, Dara sudah lebih bangun, tetapi ia tidak berani beranjak dari kasur akibat mengingat kejadian semalam yang membuat dirinya tersipu malu. Sepanjang malam kegiatan itu berlangsung cukup lama membuat Dara sangat kelelahan. Saat Dara sedang diam memikirkan kejadian semalam, tiba-tiba saja ada yang memeluknya dari belakang siapa lagi pelakunya kalau bukan Endara. Sedekat ini dengan lelaki itu dalam keadaan sadar membuat jantung Dara berdebar sangat kuat.“Sudah bangun?” lelaki yang sedang memeluk Dara dari belakang itu bertanya dengan suara lirih dan serak.“He’em?” Dara bergumam, masih belum ingin membalikkan tubuhnya. Posisinya Dara miring membelakangi Endara.“Sudah jam berapa?” tanya Endara, lagi-lagi dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.“Jam tujuh,” jawab Dara, lagi-lagi ia tidak mau menoleh ke belakang.Endara semakin mengeratkan pelukannya. Hujan di luar masih sangat deras, nampaknya semalam penuh bumi ibu kota sedang diguyur air hujan yang sangat deras
Sesampainya Dara dan Endara di rumah, mereka berdua langsung berhadapan langsung dengan Vega dengan muka masam. Dara menjadi tidak enak hati ketika melihat wajah tidak mengenakkan Vega.“Kalian berdua kemana saja sih, kenapa jam segini baru pulang?” tanya Vega, dengan nada sewot. Ke dua matanya menatap Dara dan Endara tajam, bak busur panah yang siap menancap di tubuh lawan.“Tadi aku sudah bilang di sana sedang hujan dan angin kencang di tambah lagi banjir aku tidak mungkin memutuskan untuk pulang,” jelas Endara, lelaki itu juga kesal karena saat dirinya baru tiba di rumah langsung mendapat omelan dari Vega.“Apa salahnya memberi tahu aku terlebih dahulu? Aku khawatir,” ujar Vega.“Sudahlah, Vega, aku lelah ingin istirahat. Dara, masuk ke kamar dan langsung istirahat.” Lalu Endara melenggang pergi di susul Dara.Vega yang masih berada di tempat yang sama menggerutu kesal di tinggal sendiri. Vega marah karena Endara tidak memberitahukan terlebih dahulu akan pulang sore. Padahal sejak
“Mas Endara tumben sendirian malam-malam di sini?”Suara itu membuat lamunan Endara buyar. Lelaki itu menoleh ke belakang dan tersenyum mendapati Dara menghampirinya.“Kok belum tidur?” tanya Endara.“Belum ngantuk Mas,” jawab Dara. Gadis itu duduk di samping Endara ikut memasukkan kaki ke dalam kolam yang sudah terasa dingin airnya.“Mbak Vega masih marah ya Mas?” Dara menatap Endara dengan wajah penuh rasa bersalah.Mendengar pertanyaan Dara membuat Endara tersenyum tipis lalu lelaki itu berkata dengan pasrah, “Yah, seperti itu lah.”“Vega itu wanita yang sangat pencemburu. Saat saya menikah dengan Afifa nyaris satu bulan penuh kita berdua tidak mengobrol. Saya pikir ketika menikah denganmu dia tidak akan cemburu, tapi nyatanya sama saja padahal dulu dia yang meyakinkan saya untuk menikah lagi.” Endara tersenyum miris dengan nasibnya seperti perahu kecil di tengah lautan.Tanpa sadar Dara menyentuh puncak Endara mengusapnya pelan untuk memberi sebuah kekuatan. Dara tahu betul apa ya
Keesokan harinya ….Vega terlihat sedang berjalan menghampiri Dara yang sedang mencuci piring di wastafel. Wajah perempuan itu masih terlihat belum bersahabat di depan semua orang. Rasa kecewa yang Endara berikan kepada Vega berimbas ke semua orang yang ada di rumah itu.“Ya ampun, Mbak Vega bikin Dara kaget saja.” Dara mengusap di mana letak jantungnya berada. Keberadaan Vega yang secara tiba-tiba di belakangnya membuat Dara sangat terkejut.“Senang kemarin bisa jalan berdua sama Mas Endara?” jelas sekali nada sindiran yang keluar dari mulut Vega.“Mbak Vega jangan salah paham dulu, kemarin Dara dan Mas Endara tidak ….”“Jangan menutupinya dariku, Dara! Kemarin saat pertama kali kamu kembali aku sudah tahu kamu dan Mas Endara sudah melakukannya kan?” ke dua mata Vega berkaca-kaca, tapi wanita itu mencoba untuk terlihat tegar.“M-Mbak ….” Dara nyaris tidak bisa berkata-kata, dari mana Vega tahu Dara sudah melakukan itu bersama Endara.“Jangan kamu pikir aku ini bodoh, Dara. Aku juga p
Satu bulan kemudian ….Satu rumah dibuat heboh mendengar kabar Dara sakit sampai demam tinggi. Nyaris Endara selama semalam penuh tidak tidur karena menunggu Dara yang sedang sakit. Afifa dan Vega juga ikut merawat Dara, tapi belum juga ada kabar baik.“Mas, sebaiknya Dara kita bawa ke dokter saja,” usul Vega. Usul yang sudah berkali-kali wanita itu utarakan, tapi Dara tidak mau juga dibawa ke rumah sakit.“Mbak, Dara baik-baik saja kok,” kata Dara, dengan suara paraunya.“Baik-baik saja bagaimana maksud kamu, Dara? Membuat semua orang yang ada di rumah ini khawatir, Mas Endara tidak tidur selama semalam suntuk, kamu kira semuanya baik-baik saja? jangan egois dan keras kepala, Dara, semua jadwal yang sudah Mas Endara susun sejak bulan lalu berantakan hanya karena kamu sakit!” Vega lepas kendali, karena sudah tidak ada lagi stok kesabaran di dalam hati wanita itu.“Cukup Vega! Tidak seharusnya kamu berkata kasar seperti itu sama Dara. Turunkan nada suaramu karena itu akan membuat Dara
“Mas, Dara sudah kenyang.” Tangan kanan Dara menjauhkan sendok yang terisi penuh oleh bubur yang diberikan rumah sakit. Rasa mual itu yang membuat Dara enggan untuk makan kembali.“Tapi kamu harus makan biar ada tenaganya,” kata Endara.“Kasihan yang ada di dalam sini kalau kamu tidak makan.” Lelaki itu mengusap permukaan perut rata Dara penuh dengan kelembutan dan kasih sayang.Tanpa mereka sadari, Vega sudah berdiri di sana sejak beberapa menit yang lalu, melihat semua kemesraan yang tercipta di dalam sana. Rasanya Vega ingin meruntuhkan dan membakar rumah sakit itu tanpa sisa. Vega benar-benar cemburu, apa lagi pada saat Endara mengusap permukaan perut Dara.“Tapi Dara benar-benar tidak bisa makan lagi, Mas, rasanya mual.” Lagi-lagi Dara mengeluhkan rasa yang sama. rasanya wajar untuk seorang ibu hamil mengalami mual dan muntah.“Baiklah, bubur ini akan saya habiskan.” Akhirnya Endara mengalah, dari pada lelaki itu harus melihat Dara menderita akibat mual dan muntah yang berkepanja
Kabar kehamilan Dara sudah menyebar ke semua keluarga, terutama keluarga Endara tanpa terkecuali. Sekarang Dara menjadi anak menantu kesayangan orang tua Endara, karena sudah lama mereka menantikan seorang cucu akhirnya sekarang terkabul juga doa-doa yang sudah dipanjatkan.“Dara, vitaminnya sudah diminum apa belum?” Julian tiba-tiba saja masuk ke kamar Dara, tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Kebiasaan itu sudah terjadi sejak kemarin, sebenarnya Dara kurang nyaman, tapi ketika Dara mau protes rasa takutnya lebih besar.“Sudah, kok Mah,” jawab Dara, senyumnya terlihat terpaksa.Julian duduk di tepian ranjang, wanita itu selalu menampilkan senyum penuh kebahagiaan setelah sekian lama hilang. Endara pun ikut masuk ke dalam kamar Dara ketika melihat sang mama berada di sana.“Mama sedang apa di sini?” tanya Endara, sambil mencium kening sang mama.“Mama hanya ingin menunggu cucu Mama saja,” jawabnya.“Cucu Mama akan baik-baik saja di dalam sana,” kata Endara.Mendengar percakapan a