Compartir

Pernikahan Kontrak

Autor: Aldra_12
last update Última actualización: 2025-12-09 15:07:52

Kian membulatkan bola mata lebar, bahkan kini bibir mungilnya bergerak gagap. “Ap-apa?”

Paman dan bibi Kian sangat syok, mata mereka melotot seperti ingin terlepas dari tempatnya.

“Apa yang kamu katakan?” lirih Kian saat merasakan pundaknya diremas kuat.

Arthur menoleh Kian, ekspresi wajahnya datar, tapi tatapan matanya mengartikan sesuatu.

Kian meneguk ludah kasar. Tatapan mata Arthur seperti sedang mengintimidasinya, membuatnya tak berkutik dan panik.

Mengalihkan tatapannya dari Kian ke kedua orang tua di hadapannya, Arthur masih memberikan tatapan datar saat dia berkata, “Aku mencintai Kian dan aku yang akan menikahinya.”

Kian gelagapan mendengar ucapan Arthur, dia sampai menatap paman dan bibinya secara bergantian sebelum menatap pada Arthur lagi dengan tatapan panik.

Namun, Arthur begitu tenang, satu tangannya masih merangkul erat pundak Kian, sedangkan tatapannya tetap tertuju pada paman dan bibi Kian.

Meski terkejut dengan pengakuan pria muda di depannya ini, bibi Kian mencoba bersikap tenang dengan berkata, “Oh, ya bagus kalau kamu mau menikahinya. Jangan sampai Kian mempermalukan keluarga karena batal nikah karena satu kampung sudah tahu soal rencana pernikahannya.”

“Kalian tenang saja, aku pasti akan menikahinya,” balas Arthur masih dengan sikap tenangnya.

“It-itu ….” Kian panik. Dia mengetatkan giginya, lalu lirih berkata, “Kamu jangan main-main.”

Arthur menoleh ke Kian dengan tatapan datarnya. “Aku tidak pernah main-main.”

“Kalau mau menikah, menikah sekarang juga. Jangan sampai kalian berbohong, lalu membuat malu kami karena Kian sudah membawa pria ke rumah bahkan tidur satu kamar bersama,” sewot sang bibi.

“Aku tidak–”

“Tentu,” potong Arthur sebelum Kian melanjutkan ucapannya.

Kian semakin melongo mendengar perkataan Arthur. Pria ini benar-benar gila!

“Baiklah, kalian bersiaplah, kami tunggu untuk pergi ke kantor catatan sipil,” kata sang paman dengan tegas.

Sebelum pergi, sang bibi mengangkat telunjuk di hadapan Kian dan Arthur, lalu memberi peringatan, “Ingat, lalu setelah itu kalian harus bayar utang semua biaya yang sudah kami keluarkan!”

Kian kebingungan. Begitu paman dan bibinya pergi, Kian mendorong Arthur masuk, setelahnya menutup pintu rumah.

Berdiri saling berhadapan dengan Arthur, Kian berkacak pinggang sambil menatap Arthur yang masih saja memasang wajah datar tanpa rasa bersalah karena sudah membuat Kian berada di situasi yang sangat membingungkan.

“Biar kuperjelas,” kata Kian, sambil menggerakkan tangan ke arah Arthur dan ke dirinya sendiri saling bergantian, Kian berucap, “Kamu mengalami kecelakaan dan aku yang menolongmu. Kita tidak saling kenal, lalu untuk apa kita menikah, huh? Kenapa kamu berkata akan menikahiku?”

Kian menatap serius pada pria berwajah datar ini. Dia ingin tahu alasan Arthur bertindak gegabah.

“Apa kamu ingin dicemooh keluarga?” tanya Arthur.

Kian ingin membalas, tapi dia tidak bisa menjawab pertanyaan Arthur. Kian terdiam.

Arthur menatap Kian yang hanya diam. Menikahi Kian bukanlah suatu paksaan, tapi Arthur melakukan ini demi mengatasi masalahnya sendiri.

“Hanya menikah kontrak. Dengan begini kamu akan terbebas dari masalahmu dengan keluargamu, anggap juga ini balas budiku,” ucap Arthur, ‘dan aku terbebas dari masalahku,’ batinnya kemudian.

Kian menatap Arthur lagi. Dia menggigit bibir bawahnya, berpikir kalau ini satu-satunya jalan terbaik, Kian harus menerima ini.

“Baiklah, hanya menikah kontrak. Aku mau ada surat kontraknya,” kata Kian.

Arthur mengangguk. “Atur saja.”

Siang harinya.

Arthur dan Kian benar-benar digelandang oleh paman dan bibi Kian juga beberapa warga menuju kantor catatan sipil untuk menikah.

Setelah pernikahan kilat itu terjadi, kini Kian dan Arthur keluar dari gedung bersama paman dan bibi Kian.

Kian memandangi buku nikah miliknya. Dia memang ingin hidup membina rumah tangga, tapi bukan secepat ini dan bukan dengan orang asing yang baru semalam dikenalnya.

‘Tapi dengan ini, setidaknya aku bisa menyingkir dari dua manusia brengsek itu,’ batin Kian mencoba berpikir positif.

“Sekarang kamu sudah menjadi suami Kian, kamu akan ikut bertanggung jawab membayar utang-utang Kian pada kami, kan?” Bibi Kian bicara sedikit ketus, apalagi penampilan Arthur yang tidak ada tampang-tampangnya seperti orang kaya, walau wajah Arthur begitu tampan.

Kian terkejut sang bibi malah ingin menagih uang dari Arthur, ketika dia siap membuka suara untuk mencegah, Arthur sudah lebih dulu bicara.

“Aku akan ikut membayar hutang Kian, kalian jangan cemas.”

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App

Último capítulo

  • Istri Kilat Presdir Tampan    Kasihan Sekali

    Di rumah yang Kian tempati sekarang.Kian hanya duduk dengan tatapan mengedar ke seluruh ruangan yang sekarang ditempatinya. Tidak banyak perabot di sana, tapi jelas kalau rumah itu termasuk mewah dengan desain interior yang cantik.Sejak kepergian Arthur, Kian tidak berani masuk ke dalam rumah lebih dalam, apalagi masuk ke ruangan yang ada di sana. “Kenapa dia lama sekali?” gumam Kian.Sesekali Kian menoleh ke arah pintu utama berada, tapi dia tidak mendapati Arthur kembali.Kian mengembuskan napas kasar, dia masih duduk menunggu sampai terdengar perutnya yang tiba-tiba berbunyi.Mengusap lembut perutnya yang keroncongan, Kian akhirnya mengeluh, “Lapar.”Kian menoleh ke dapur. Jika Arthur selama ini tinggal di rumah ini, pasti ada bahan makanan di dapur.Bangkit dari duduknya, lalu melangkah kecil menuju dapur. Kian mencoba membuka lemari pendingin, tapi sayangnya tidak ada apa pun di sana.Kening Kian berkerut dalam, sambil memandangi lemari pendingin yang kosong melompong, dia ber

  • Istri Kilat Presdir Tampan    Tidak Direstui

    “Apa maksudmu?” Arron langsung bangkit dari duduknya. Sambil meremat pangkal tongkat yang dipegangnya, tatapan Arron tertuju ke surat nikah yang Arthur tunjukkan.“Kakek ingin aku menikah, kan? Sekarang kukabulkan, aku sudah menikah,” ucap Arthur dengan tenang.Sedangkan Oliver. Dia diam memandang surat nikah yang dipegang Arthur, tanpa sadar jemarinya saling meremat, ekspresi tak senang tersirat jelas di wajahnya.Arron mengetukkan ujung tongkat di lantai, dengan tatapan penuh amarah, Arron berkata, “Jangan sembarangan! Bagaimana bisa kamu menikah tanpa sepengetahuanku?”Suara Arron yang menggelegar, kembali menggema ketika dia berkata, “Gadis dari keluarga mana? Bagaimana pendidikannya dan bagaimana perilakunya? Kamu tidak bisa menikahi wanita sembarangan!”“Sudahlah, Kakek. Kakek ingin aku menikah, aku sudah menikah. Sekarang Kakek masih meributkan soal statusnya?” Arthur tersenyum tipis, lalu kembali berkata, “Yang terpenting aku menikah dan permintaan Kakek terpenuhi.”Setelah me

  • Istri Kilat Presdir Tampan    Memilih Pergi

    Setelah menghubungi seseorang. Arthur kembali melangkahkan kaki menghampiri Kian yang menunggunya.Mengulurkan ponsel milik Kian, Arthur berkata, “Sudah.”Kian mengambil ponselnya, memasukkan ke tas kecil miliknya, sebelum kembali menatap Arthur dan bertanya, “Bagaimana? Temanmu mau membantumu memberitahu majikanmu soal kondisimu?”Arthur menjawab pertanyaan Kian hanya dengan sebuah anggukan.Kian kini mengangguk-angguk.“Aku akan memposting rumahku untuk dijual. Kita pindah ke kota, pekerjaanmu juga di kota, kan?” tanya Kian.Walau tampak tegar, tapi sorot mata Kian menyembunyikan kepedihan dan juga rasa berat karena harus menjual rumah peninggalan kedua orang tuanya.Kembali ke rumah Kian.Kian mengemasi barang-barangnya, tidak ada yang berharga selain surat rumah dan pakaian-pakaian yang dimilikinya.Sedangkan Arthur, dia hanya duduk memperhatikan Kian yang sibuk memasukkan pakaian ke dalam tas. Keningnya berkerut samar, dilihat sekilas, pakaian-pakaian Kian tidak ada yang bermerek

  • Istri Kilat Presdir Tampan    Seorang Sopir?

    Begitu paman dan bibi Kian pergi. Gadis itu langsung menatap Arthur yang berdiri di sampingnya, dengan kedua tangan Arthur yang masuk ke kedua celana.Kemeja dan celana itu seharusnya dipakai Julian saat menikah nanti dengan Kian, tapi karena batal menikah dengan Julian, Kian akhirnya memberikan pakaian itu ke Arthur agar terlihat layak dan sopan saat prosesi pernikahan mereka tadi. Walau ukuran Julian ternyata lebih kecil dari Arthur.“Kamu tidak perlu menanggung utang-utang yang aku miliki. Kamu tidak perlu membayarnya, ingat pernikahan kita tidak seperti yang orang lain bayangkan,” kata Kian lalu menurunkan sedikit pandangannya dari Arthur. Meski bersikap tegar, dia juga sedang bingung karena sudah habis-habisan dan hanya memiliki sedikit sisa tabungan.“Aku tetap akan membayar utangmu.”Kalimat dari Arthur membuat Kian kembali menatap pada pria ini. Kening Kian berkerut samar, dia menatap Arthur yang begitu percaya diri..“Apa kamu punya uang? Apa kamu orang kaya?” tanya Kian bert

  • Istri Kilat Presdir Tampan    Pernikahan Kontrak

    Kian membulatkan bola mata lebar, bahkan kini bibir mungilnya bergerak gagap. “Ap-apa?”Paman dan bibi Kian sangat syok, mata mereka melotot seperti ingin terlepas dari tempatnya.“Apa yang kamu katakan?” lirih Kian saat merasakan pundaknya diremas kuat.Arthur menoleh Kian, ekspresi wajahnya datar, tapi tatapan matanya mengartikan sesuatu.Kian meneguk ludah kasar. Tatapan mata Arthur seperti sedang mengintimidasinya, membuatnya tak berkutik dan panik.Mengalihkan tatapannya dari Kian ke kedua orang tua di hadapannya, Arthur masih memberikan tatapan datar saat dia berkata, “Aku mencintai Kian dan aku yang akan menikahinya.”Kian gelagapan mendengar ucapan Arthur, dia sampai menatap paman dan bibinya secara bergantian sebelum menatap pada Arthur lagi dengan tatapan panik.Namun, Arthur begitu tenang, satu tangannya masih merangkul erat pundak Kian, sedangkan tatapannya tetap tertuju pada paman dan bibi Kian.Meski terkejut dengan pengakuan pria muda di depannya ini, bibi Kian mencoba

  • Istri Kilat Presdir Tampan    Calon Suami?

    Tidak bisa mengambil keputusan terlalu lama. Akhirnya Kian membawa Arthur ke rumah sederhana peninggalan orang tuanya.Kian juga memanggil dokter untuk mengobati luka di perut Arthur. Berjalan mondar-mandir menunggu Dokter selesai mengobati Arthur yang dia baringkan di kamarnya, akhirnya Kian melihat Dokter keluar.“Bagaimana kondisinya?” tanya Kian dengan tatapan panik.Jika Arthur terluka parah, lalu mati di rumahnya. Kian yang akan terkena masalah.Dokter mengembuskan napas kasar, lalu dia menjelaskan, “Lukanya tidak terlalu dalam, tapi itu luka tusuk dari benda tajam.”Kian melebarkan bola matanya.“Kalau dia sudah sadar, lebih baik segera minta dia pergi, jangan sampai kamu terkena masalah,” ucap Dokter lagi.Kepala Kian mengangguk-angguk cepat. “Tapi, bisa tidak Dokter rahasiakan keberadaannya di sini?”Kian sebenarnya bingung, apakah tindakannya benar atau tidak, hanya hati nuraninya tidak tega membiarkan Arthur tenggelam begitu saja di dasar sungai.Dokter mengangguk. Dia memb

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status