Compartir

Calon Suami?

Autor: Aldra_12
last update Última actualización: 2025-12-09 15:07:09

Tidak bisa mengambil keputusan terlalu lama. Akhirnya Kian membawa Arthur ke rumah sederhana peninggalan orang tuanya.

Kian juga memanggil dokter untuk mengobati luka di perut Arthur. Berjalan mondar-mandir menunggu Dokter selesai mengobati Arthur yang dia baringkan di kamarnya, akhirnya Kian melihat Dokter keluar.

“Bagaimana kondisinya?” tanya Kian dengan tatapan panik.

Jika Arthur terluka parah, lalu mati di rumahnya. Kian yang akan terkena masalah.

Dokter mengembuskan napas kasar, lalu dia menjelaskan, “Lukanya tidak terlalu dalam, tapi itu luka tusuk dari benda tajam.”

Kian melebarkan bola matanya.

“Kalau dia sudah sadar, lebih baik segera minta dia pergi, jangan sampai kamu terkena masalah,” ucap Dokter lagi.

Kepala Kian mengangguk-angguk cepat. “Tapi, bisa tidak Dokter rahasiakan keberadaannya di sini?”

Kian sebenarnya bingung, apakah tindakannya benar atau tidak, hanya hati nuraninya tidak tega membiarkan Arthur tenggelam begitu saja di dasar sungai.

Dokter mengangguk. Dia memberikan obat ke Kian untuk Arthur sebelum akhirnya pergi.

Kian memandangi obat yang dipegangnya. Lalu pandangannya tertuju ke pintu kamar miliknya.

Kaki Kian melangkah pelan menuju kamar, dia membuka sedikit pintu kamar, melihat Arthur yang terbaring di atas kasurnya dalam kondisi tak sadarkan diri.

“Baiklah, hanya sekali ini saja. Kalau nanti dia sudah bangun, akan kuminta dia segera pergi,” gumam Kian diakhiri anggukan kepala kuat untuk mengamini niatnya.

Saat malam hari.

Kelopak mata Arthur mulai bergerak perlahan. Tubuhnya sangat lemas, bahkan kelopak matanya seperti memiliki beban yang begitu berat hingga membuatnya kesusahan untuk membuka mata.

“Akh!” pekiknya saat merasakan nyeri di perut bagian kiri.

Arthur menyentuh pelan bagian perutnya yang nyeri, dia membuka matanya lalu sedikit mengangkat kepala untuk melihat luka di perutnya.

Arthur menyadari kalau kemeja berharga jutaan miliknya, kini berubah menjadi kaus bekas. Dia menghela napas kasar, tubuhnya benar-benar tak bertenaga sampai membuatnya kembali menghempaskan kepala di bantal.

“Di mana aku,” gumamnya.

Arthur terdiam memandang langit-langit kamar yang sangat asing baginya. Dia mengingat penyerangan yang dialaminya, sebelum akhirnya mobilnya jatuh ke sungai.

Dan, Arthur ingat seseorang membawanya naik dari dalam sungai. Pakaian dan kamar ini pasti milik orang itu.

Menoleh ke meja kecil di samping ranjang, Arthur tak melihat sama sekali barang-barang miliknya di sana. Dia menghela napas kasar, ponselnya pasti tertinggal di dalam mobil dan tidak terselamatkan.

“Bagaimana caranya aku menghubungi Kendrick?”

Arthur memejamkan mata, lagi-lagi dia mendengkus kasar. Dia tidak bisa berbuat apa-apa saat ini, tapi jika dilihat, tempat ini sepertinya aman untuknya bersembunyi sementara waktu.

Saat masih diam mengamati kamar itu, terdengar suara pintu kamar terbuka, membuat Arthur segera memejamkan matanya lagi.

Kian masuk ke dalam kamar, dia melihat Arthur yang masih memejamkan mata.

Kian melangkahkan kaki perlahan masuk lebih dalam ke kamar. Begitu dia berdiri di samping ranjang, Kian mengulurkan tangan, lalu menyentuhkan punggung tangan di kening Arthur.

“Tidak demam, berarti tidak ada infeksi,” gumam Kian.

Kian mengedikkan kedua bahu, setelahnya dia kembali meninggalkan kamar itu.

Saat mendengar suara pintu kamar tertutup, Arthur membuka matanya dengan cepat. Tatapannya tertuju ke pintu dengan rasa tak percaya.

“Yang menolongku seorang wanita?”

**

Keesokan harinya. 

Suara gedoran pintu begitu keras dari luar, membuat Kian yang masih tidur lelap di kamar mendiang ibunya, kini berjingkrak dari ranjang karena terkejut.

Masih dengan wajah bantalnya, Kian mendengar suara sang paman dan bibi berteriak-teriak dari luar kamar.

“Masih sepagi ini, kenapa mereka sudah membuat keributan di rumah ini?” gerutu Kian.

Kian bergegas bangun. Sebelum melangkah ke pintu depan, Kian sempat menoleh ke pintu kamar yang ditempati Arthur.

Membuka pintu sedikit kasar untuk menghentikan gedoran yang diciptakan paman dan bibinya, Kian kini menatap malas pada kedua orang tua ini.

“Ini masih sangat pagi, Paman, Bibi. Kenapa kalian menggedor pintu sekencang itu?” tanya Kian sambil menatap bergantian ke paman dan bibinya.

“Tidak peduli mau pagi atau siang. Kami tidak sabar lagi!” bentak sang bibi.

Kian mengerutkan kening, dia tetap tenang karena sudah biasa menghadapi kakak dari ibunya ini sering sekali mengamuk.

“Ada apa?” tanya Kian santai.

“Masih tanya ada apa? Kamu ini sadar tidak? Kamu gagal nikah dengan Julian, tapi kamu masih bisa bersantai-santai seperti ini?!” bentak sang paman.

Kian tersentak. Dia sampai menegakkan tubuhnya dengan bola mata membola lebar.

Sambil menunjukkan buku berisi catatan utang yang ditulis oleh sang bibi, wanita tua itu memperlihatkan ke Kian sambil berkata, “Kami ke sini mau menagih utang. Utang pengobatan ibumu saja belum kamu lunasi, lalu sekarang utang buat persiapan pernikahanmu yang gagal masa harus hilang gitu saja? Tidak bisa, kami tidak mau kehilangan sepeser pun, jadi sekarang, bayar!”

Kian menatap kesal. Dia baru saja patah hati, tapi saudara satu-satunya dari keluarga ibunya ini, malah tidak punya hati menagih utang sepagi ini.

“Aku pasti akan membayarnya, tapi sabar.” Kian bicara dengan nada tinggi karena kesal.

“Bayar? Kapan? Utang ibumu saja sudah berapa tahun belum kamu bayar, hah? Lihat ‘kan? Jadi wanita itu jangan bodoh, kerja siang malam buat kasih uang ke Julian, sekarang apa? Kamu dibuang ‘kan? Makanya, cari pria yang kaya sekalian biar bisa menghidupimu, bukan kamu yang menghidupinya!” ejek sang bibi sambil menunjuk-nunjuk kening Kian.

Kian benar-benar emosi, baru saja mulutnya ingin terbuka untuk membalas perkataan bibinya, terdengar suara pintu terbuka yang membuat Kian juga paman dan bibinya memandang ke arah dalam.

Kian terkejut melihat Arthur keluar dari kamar.

Sedangkan paman dan bibinya gelagapan melihat seorang pria berada di kamar Kian.

“Kian, si-siapa dia, hah? Gagal nikah sama Julian, kamu malah membawa pria lain masuk kamarmu? Dasar memalukan!” Sang bibi tiba-tiba memukul bertubi lengan Kian dengan sangat keras.

“Hentikan!” 

Suara tegas dan dalam Arthur, membuat bibi Kian berhenti memukuli gadis itu.

Kian menatap Arthur yang melangkah pelan ke arahnya, saat tiba di sampingnya, Arthur tiba-tiba merangkul pundak Kian, membuat gadis itu syok dengan apa yang dilakukannya.

“Aku Arthur, calon suami Kian.”

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App

Último capítulo

  • Istri Kilat Presdir Tampan    Kasihan Sekali

    Di rumah yang Kian tempati sekarang.Kian hanya duduk dengan tatapan mengedar ke seluruh ruangan yang sekarang ditempatinya. Tidak banyak perabot di sana, tapi jelas kalau rumah itu termasuk mewah dengan desain interior yang cantik.Sejak kepergian Arthur, Kian tidak berani masuk ke dalam rumah lebih dalam, apalagi masuk ke ruangan yang ada di sana. “Kenapa dia lama sekali?” gumam Kian.Sesekali Kian menoleh ke arah pintu utama berada, tapi dia tidak mendapati Arthur kembali.Kian mengembuskan napas kasar, dia masih duduk menunggu sampai terdengar perutnya yang tiba-tiba berbunyi.Mengusap lembut perutnya yang keroncongan, Kian akhirnya mengeluh, “Lapar.”Kian menoleh ke dapur. Jika Arthur selama ini tinggal di rumah ini, pasti ada bahan makanan di dapur.Bangkit dari duduknya, lalu melangkah kecil menuju dapur. Kian mencoba membuka lemari pendingin, tapi sayangnya tidak ada apa pun di sana.Kening Kian berkerut dalam, sambil memandangi lemari pendingin yang kosong melompong, dia ber

  • Istri Kilat Presdir Tampan    Tidak Direstui

    “Apa maksudmu?” Arron langsung bangkit dari duduknya. Sambil meremat pangkal tongkat yang dipegangnya, tatapan Arron tertuju ke surat nikah yang Arthur tunjukkan.“Kakek ingin aku menikah, kan? Sekarang kukabulkan, aku sudah menikah,” ucap Arthur dengan tenang.Sedangkan Oliver. Dia diam memandang surat nikah yang dipegang Arthur, tanpa sadar jemarinya saling meremat, ekspresi tak senang tersirat jelas di wajahnya.Arron mengetukkan ujung tongkat di lantai, dengan tatapan penuh amarah, Arron berkata, “Jangan sembarangan! Bagaimana bisa kamu menikah tanpa sepengetahuanku?”Suara Arron yang menggelegar, kembali menggema ketika dia berkata, “Gadis dari keluarga mana? Bagaimana pendidikannya dan bagaimana perilakunya? Kamu tidak bisa menikahi wanita sembarangan!”“Sudahlah, Kakek. Kakek ingin aku menikah, aku sudah menikah. Sekarang Kakek masih meributkan soal statusnya?” Arthur tersenyum tipis, lalu kembali berkata, “Yang terpenting aku menikah dan permintaan Kakek terpenuhi.”Setelah me

  • Istri Kilat Presdir Tampan    Memilih Pergi

    Setelah menghubungi seseorang. Arthur kembali melangkahkan kaki menghampiri Kian yang menunggunya.Mengulurkan ponsel milik Kian, Arthur berkata, “Sudah.”Kian mengambil ponselnya, memasukkan ke tas kecil miliknya, sebelum kembali menatap Arthur dan bertanya, “Bagaimana? Temanmu mau membantumu memberitahu majikanmu soal kondisimu?”Arthur menjawab pertanyaan Kian hanya dengan sebuah anggukan.Kian kini mengangguk-angguk.“Aku akan memposting rumahku untuk dijual. Kita pindah ke kota, pekerjaanmu juga di kota, kan?” tanya Kian.Walau tampak tegar, tapi sorot mata Kian menyembunyikan kepedihan dan juga rasa berat karena harus menjual rumah peninggalan kedua orang tuanya.Kembali ke rumah Kian.Kian mengemasi barang-barangnya, tidak ada yang berharga selain surat rumah dan pakaian-pakaian yang dimilikinya.Sedangkan Arthur, dia hanya duduk memperhatikan Kian yang sibuk memasukkan pakaian ke dalam tas. Keningnya berkerut samar, dilihat sekilas, pakaian-pakaian Kian tidak ada yang bermerek

  • Istri Kilat Presdir Tampan    Seorang Sopir?

    Begitu paman dan bibi Kian pergi. Gadis itu langsung menatap Arthur yang berdiri di sampingnya, dengan kedua tangan Arthur yang masuk ke kedua celana.Kemeja dan celana itu seharusnya dipakai Julian saat menikah nanti dengan Kian, tapi karena batal menikah dengan Julian, Kian akhirnya memberikan pakaian itu ke Arthur agar terlihat layak dan sopan saat prosesi pernikahan mereka tadi. Walau ukuran Julian ternyata lebih kecil dari Arthur.“Kamu tidak perlu menanggung utang-utang yang aku miliki. Kamu tidak perlu membayarnya, ingat pernikahan kita tidak seperti yang orang lain bayangkan,” kata Kian lalu menurunkan sedikit pandangannya dari Arthur. Meski bersikap tegar, dia juga sedang bingung karena sudah habis-habisan dan hanya memiliki sedikit sisa tabungan.“Aku tetap akan membayar utangmu.”Kalimat dari Arthur membuat Kian kembali menatap pada pria ini. Kening Kian berkerut samar, dia menatap Arthur yang begitu percaya diri..“Apa kamu punya uang? Apa kamu orang kaya?” tanya Kian bert

  • Istri Kilat Presdir Tampan    Pernikahan Kontrak

    Kian membulatkan bola mata lebar, bahkan kini bibir mungilnya bergerak gagap. “Ap-apa?”Paman dan bibi Kian sangat syok, mata mereka melotot seperti ingin terlepas dari tempatnya.“Apa yang kamu katakan?” lirih Kian saat merasakan pundaknya diremas kuat.Arthur menoleh Kian, ekspresi wajahnya datar, tapi tatapan matanya mengartikan sesuatu.Kian meneguk ludah kasar. Tatapan mata Arthur seperti sedang mengintimidasinya, membuatnya tak berkutik dan panik.Mengalihkan tatapannya dari Kian ke kedua orang tua di hadapannya, Arthur masih memberikan tatapan datar saat dia berkata, “Aku mencintai Kian dan aku yang akan menikahinya.”Kian gelagapan mendengar ucapan Arthur, dia sampai menatap paman dan bibinya secara bergantian sebelum menatap pada Arthur lagi dengan tatapan panik.Namun, Arthur begitu tenang, satu tangannya masih merangkul erat pundak Kian, sedangkan tatapannya tetap tertuju pada paman dan bibi Kian.Meski terkejut dengan pengakuan pria muda di depannya ini, bibi Kian mencoba

  • Istri Kilat Presdir Tampan    Calon Suami?

    Tidak bisa mengambil keputusan terlalu lama. Akhirnya Kian membawa Arthur ke rumah sederhana peninggalan orang tuanya.Kian juga memanggil dokter untuk mengobati luka di perut Arthur. Berjalan mondar-mandir menunggu Dokter selesai mengobati Arthur yang dia baringkan di kamarnya, akhirnya Kian melihat Dokter keluar.“Bagaimana kondisinya?” tanya Kian dengan tatapan panik.Jika Arthur terluka parah, lalu mati di rumahnya. Kian yang akan terkena masalah.Dokter mengembuskan napas kasar, lalu dia menjelaskan, “Lukanya tidak terlalu dalam, tapi itu luka tusuk dari benda tajam.”Kian melebarkan bola matanya.“Kalau dia sudah sadar, lebih baik segera minta dia pergi, jangan sampai kamu terkena masalah,” ucap Dokter lagi.Kepala Kian mengangguk-angguk cepat. “Tapi, bisa tidak Dokter rahasiakan keberadaannya di sini?”Kian sebenarnya bingung, apakah tindakannya benar atau tidak, hanya hati nuraninya tidak tega membiarkan Arthur tenggelam begitu saja di dasar sungai.Dokter mengangguk. Dia memb

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status