Jantung Arumi berdegup sangat kencang, saat menginjakkan kedua kakinya di gedung pesta pernikahan. Wanita cantik itu terlihat menelan saliva-nya beberapa kali. Saat melihat sosok pria mengenakan Tuxedo hitamnya duduk menunggu dirinya untuk melangsungkan janji suci yang akan mereka langsungkan.
Nyonya Rima menyambut hangat kedatangan Arumi, dia memperlakukan gadis itu dengan sangat baik sebagai cucu mantunya. "Arumi kau sangat cantik sekali, kemarilah Dewa sudah menunggu mu," sanjung nyonya Rima mengulurkan tangan. Arumi yang sempat ragu dalam hati. Tanpa banyak berpikir lagi perlahan ia mendekat dan duduk tepat di samping Dewa. Seketika Dewa melirik, penampilan Arumi saat ini memang sangat cantik dan anggun sebagai mempelai pengantin wanita. Tapi karena Arumi bukan wanita yang dia cintai membuat ekspresi wajahnya datar dan dingin. Arumi menghela nafas berat, saat acara pernikahannya di mulai yang hanya di hadiri oleh saudara serta kerabat dekat Dewangga saja. Sumpah dan janji suci sakral itu pun akhirnya terlontar dari bibir kedua insan itu. Cincin berlian melingkar erat di jari manis Arumi, air matanya menetes. Mengingat dirinya kini telah resmi menikahi seorang Dewangga Aditya Wijaya seorang pria asing yang hanya terlibat skandal kesalahan satu malam saja dengannya. Senyuman sumringah serta suara tepuk tangan para saksi dan tamu yang hadir menggema di gedung pesta sakral itu, meskipun nyonya Rima belum mengenal dekat Arumi. Tapi wanita tua itu yakin jika gadis yang baru saja resmi di nikahi oleh cucunya adalah wanita baik dan tepat untuk menjadi nyonya dan menantu keluarga Wijaya. Ucapan selamat dan beberapa kado pernikahan mulai membanjiri Dewa dan Arumi dari beberapa kerabat dan rekan bisnisnya. Pesta pernikahan yang indah dan mewah yang di inginkan oleh Arumi kini seolah telah menjadi sebuah kenyataan namun dengan sosok pria yang berbeda. Bahkan tanpa di hadiri oleh sang ayah. Waktu berlalu, akhirnya acara yang penuh kesakralan itu telah selesai. Malam pun mulai menyapa terlihat Arumi yang masih duduk di atas ranjang besar dan mewah berukuran king size dengan balutan gaun pengantin yang masih melekat di tubuh idealnya. "Sekarang aku benar-benar menikahi dia," lirih Arumi masih menatap cincin pernikahan. Suara pintu kamar mandi terbuka membuat hati Arumi berdebar-debar, ia berusaha untuk tetap tenang. Karena malam ini adalah malam pertamanya sebagai seorang istri. Dewa yang baru saja keluar setelah membersihkan diri, dengan penampilan yang hanya memakai handuk di bawah pinggangnya yang berdiri tepat di samping Arumi. Membuat Arumi merasa sangat canggung sampai terlihat salah tingkah. "Air hangat sudah tersedia, sebaiknya bersihkan dulu dirimu," peringat Dewangga dengan nada datar dan sikap dingin, sembari mengibas rambutnya yang setengah basah. "I-iya," sahut Arumi gugup, lalu perlahan ia beranjak dari atas ranjang, melihat Dewa yang bertelan-jang dada membuat ia segera menutup kedua pelupuk matanya. Ketika Arumi berjalan tergesa dan menutup kedua matanya, tiba-tiba saja kakinya tak sengaja tersandung hingga membuat ia spontan terjatuh dan tak sengaja menarik handuk Dewa sampai... "Aakkkh, maaf-maaf aku tidak sengaja," Arumi terlihat sangat panik dan cemas, bahkan ia merasa sangat konyol saat tak sengaja melihat tubuh bagian pribadi Dewangga. Suasana di dalam kamar terasa hening dan penuh kecanggungan. Dewangga yang masih berdiri mematung, seketika wajah tampannya memerah padam. Harga dirinya sebagai seorang pria terasa hilang karena sikap Arumi yang sangat ceroboh. "Aku akan tidur di kamar ruangan tamu," kata Dewa mengalihkan pembicaraan dan memecahkan kecanggungan di antara mereka berdua, lalu segera mengambil kembali handuk yang terjatuh ke bawah lantai lalu bergegas keluar. Arumi hanya mengangguk patuh, tanpa berani menatap wajah Dewa. Setelah Dewa pergi, Arumi menghela nafas panjang dan merutuki diri sendiri setelah insiden memalukan tadi. "Ya ampun, Arumi. Kamu benar-benar ceroboh dan memalukan!" Baru saja Dewa menutup pintu langkahnya kembali terhenti mengingat dia yang lupa membawa bajunya di dalam. "Bodoh sekali aku, baju ku semua ada di dalam bagaimana ini?," Dewa mengusap wajahnya dengan kasar mustahil untuk dia kembali masuk ke dalam. Beberapa jam kemudian, setelah Arumi mengganti gaun pengantin yang sudah di pakai seharian dan sangat melelahkan. Kedua insan yang baru resmi menjadi pasangan suami istri itu kini duduk saling berhadapan dengan suasana penuh kecanggungan. Brak! Dewa melempar pelan berkas perjanjian pernikahan mereka, yang baru selesai dia buat dengan beberapa peraturan yang sudah di tetapkan olehnya dan harus Arumi setujui. "Baca dan tanda tangani, aku harap kamu tidak melanggar satu pun point yang ada di dalamnya," titah Dewa menatap tajam dan penuh penekanan. Tangan Arumi gemetar, saat meraih dan mulai membaca kontrak pernikahan mereka berdua, yang tertulis jelas dengan beberapa aturan jika di antara mereka tidak akan pernah ada kontak fisik, dan Dewa menegaskan juga jika Arumi harus melakukan kewajiban sebagai sosok istri yang baik dan patuh di depan sang nenek beserta rekan-rekan bisnisnya kelak di masa depan. Tak hanya itu saja, Dewa juga meminta Arumi agar tidak mencampuri urusan pribadinya, hal apa pun itu begitu juga dengan dia yang tidak akan mencampuri urusan pribadi Arumi, dan satu hal lagi yang Dewa tegaskan meskipun pernikahan mereka hanya sebatas perjanjian dalam satu tahun ini. Dewa meminta Arumi tidak mempermalukan statusnya sebagai cucu menantu keluarga Wijaya, dengan berkomunikasi bersama pria lain. Melihat Arumi yang masih terdiam, membuat lelaki berparas maskulin itu melontarkan satu pertanyaan untuk memastikan. "Apakah ada yang tidak kamu pahami nona Arumi?" Suara bariton Dewa membuyarkan fokus Arumi, lalu ia menatap lawan bicaranya dengan mode wajah serius. "Tentu saja, aku sudah paham semuanya," sahut Arumi dengan nada lirih. "Bagus! sekarang tanda tangani karena aku tidak mau jika sampai nenek menyalahkan ku setelah perceraian kita nanti," Dewa menyunggingkan senyum smrik, dia merasa sedikit lega karena kelak tidak akan terjebak lama dalam ikatan pernikahan tanpa rasa cinta yang saat ini mulai dia arungi. Tak hanya itu saja, Dewa juga berjanji setelah batas waktu pernikahan mereka selesai maka dia juga akan memberikan sejumlah uang yang cukup besar sebagai kompensasi bagi Arumi. Tanpa ada keraguan lagi, Arumi mulai menggoreskan tinta hitam atas namanya, setelah mengingat semua impian yang telah Kandas serta orang-orang yang ia sayangi telah pergi dan sudah tidak bisa di harapkan untuk menjadi tempat sandaran lagi. "Senang bisa bekerja sama dengan mu nona Arumi," Dewa mengulurkan tangan besarnya. Membuat Arumi terkejut. Kehadiran sosok Dewa, membuat Arumi masih belum percaya atas mimpi buruk yang singgah dalam hidupnya. Tapi dia tak berdaya dan hanya bisa menerima serta menjalani sesuai kesepakatan mereka. Arumi membalas uluran tangan Dewa di iringi sebuah deheman Kecil saja, meskipun perasaan dan hatinya terasa sangat pilu. "Mulai besok, kamu harus memainkan peran mu sebagai istri dan menantu yang baik di depan semua orang, dan jangan pernah membicarakan perjanjian pernikahan kita termasuk pada nenek!"Dewa memijat kening, sungguh selama ini dirinya merasa sangat bodoh karena telah tertipu oleh wanita yang begitu manipulatif seperti Laura. Nyonya Retha dan Oma Rima bernafas lega, saat melihat Laura dan Adrian telah di bawa oleh orang-orang mereka agar segera di proses. Excel menatap mommy dan Dady, meskipun jagoan kecil yang tidak mengerti tentang urusan orang dewasa tadi tapi ada senyuman bahagia di wajah lucunya lalu ia yang berada di dekat kedua orang tuanya pun bertanya. "Mommy! Apa benal paman tampan ini adalah Dady ku?" Celoteh Excel dengan nada cadel-nya sembari memegang kedua tangan kedua orang tuanya. Seketika wajah Arumi terdiam, dia masih marah pada Dewa. Akan tetapi setelah melihat bukti dan mengetahui kebenarannya membuat hatinya perlahan menjadi luluh. "Jagoan kecil! mulai sekarang jangan panggil lagi paman oke, karena kamu adalah pura Dady nak, maaf jika selama ini Dady tidak menjaga mommy dan kamu dengan baik," sesal Dewa yang perlahan berjongkok lalu memeluk da
Arumi terlihat dilema, setelah dia mengetahui semua kebenarannya tentang malam itu. Yang ternyata ulah Laura. "Jangan kembali lagi pada pria seperti Dewa. Dia hanya mencintai Laura. Dan kamu tidak akan bahagia," Adrian kembali mengingatkan. Tentu saja Dewa semakin marah dengan sikap Adrian yang terlalu ikut campur dalam hubungannya dengan Arumi. Sampai Dewa kehilangan kendali, lalu kembali melayangkan tangannya yang mendarat tepat di wajah lawan bicaranya itu.BLUGH!"Diam kau Adrian! Simpan omong kosong mu itu," Geram Dewa. Sampai membuat Adrian kembali terjatuh tersungkur ke bawah lantai. Semua orang di sana terkejut, tak ingin sampai Dewa semakin murka dengan cepatnya Doni memghampiri dan berusaha mengingatkan bosnya. "Tuan, tenanglah, jaga jangan sampai image anda terlihat buruk oleh semua orang, terutama nyonya Arumi," bisik Doni mengingatkan. Dewa berusaha menahan diri, dan Oma Rima juga menegurnya. "Dewa tenanglah, dan kamu nak Adrian berhentilah berharap pada Arumi. Dia ma
Kata-kata sindiran Dewa seolah menjadi sebuah belati tajam untuk hati Adrian, yang sebenarnya apa yang telah dia lakukan itu memang salah karena rasa cintanya yang begitu besar pada Arumi. Tak ingin mengelak lagi, Kini Adrian pun membalas kata-kata Dewa dengan penuh kepercayaan diri. "Heh! jika aku salah telah membantu Arumi agar jauh dari orang-orang toxic seperti mu," Decih Adrian dengan suara yang santai. Darah Dewa mendidih, saat mendengar kata-kata Adrian yang menyulut emosinya. Hingga membuat lelaki tampan itu menghampiri lalu meraih dan menarik kerah Adrian dengan sangat keras. Membuat Arumi kaget begitu juga dengan Excel. "Lancang sekali kau berbicara seperti itu padaku Adrian? tahu apa kau tentang aku dan istri ku!" Hardik Dewa yang sudah tidak ingin mentolerir sikap rekan bisnisnya itu. Arumi terlihat cemas dan panik, sampai dia berusaha melerai keduanya. Karena tidak ingin ada sesuatu hal yang terjadi apa lagi sampai ada yang terluka. "Cukup mas Dewa! oke, aku
"Apa! kamu bilang suster, tuan Dewa? kalian pergi ke sana?" Arumi tercengang saat baru tahu jika putranya itu entah sebuah kebetulan atau memang sengaja mencari tahu tentang Dady-nya tanpa sepengetahuan dirinya. "Iya nyonya, maaf. saya telah berbohong tadi hanya tidak tega saja melihat den Excel meminta untuk main ke rumah nenek buyut temanya," sesal sang baby sister dengan wajah yang tertunduk. Arumi menghela nafas jengah, saat mendengar kenyataan yang baru saja dia ketahui hari, dia terlihat cemas dan panik katena tidak ingin jika Dewa sampai mengetahui keberadaan mereka terutama Excel. "Arumi! apa kamu tidak apa-apa?" tanya Adrian yang ikut cemas saat melihat wajah Arumi yang terlihat sangat pucat. Arumi tersadar dari lamunannya, lalu menjawab jika dia sangat takut jika sampai Dewa mengetahui tentang Excel, mengingat perjanjian mereka berdua saat menikah. Dewa berhak mengambil hak asuh putra mereka. Tapi sebagai seorang ibu, meskipun Arumi bukan istri yang Dewa ingin
Melihat cucunya begitu bersemangat, Oma Rima menatap penuh harap punggung Dewa yang perlahan semakin menjauh dari pandanganya. Dalam hatinya kembali ada secercah harapan jika rumahnya akan kembali hangat seperti dulu. "Semoga Dewa berhasil meminta maaf dan membujuk Arumi, agar mau pulang lagi," gumam Oma Rima. Mendengar perkataan ibunya, Nyonya Margaretha datang menghampiri lalu dia mengatakan beberapa pendapatnya yang menohok. "Ck, ibu ini kenapa begitu yakin jika anak itu milik Dewa? sekaligus dia hamil pun Belum tentu darah daging Dewa. Siapa tahu Arumi selingkuh," Cibir Nyonya Retha sembari memutar kedua bola mata malasnya. Oma Rima mendelik, saat menerima celaan dari putrinya. Bahkan dia menegur agar putrinya itu menjaga ucapan dan yang penting dia meminta sebagai seorang ibu dia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaan putranya. "Akh ibu ini aku bosen Mendengarnya, menurut ku tetap Laura yang terbaik untuk Dewa." Ucap Retha yang terkekeh dengan pendiriannya.
Arumi terlihat kebingungan, saat jagoan kecilnya terus menuntut jawaban tentang Dady kandungnya. "Astaga! apa yang harus aku katakan? jika Excel tahu jika mas Dewa tidak menginginkan aku dan dia pasti akan sangat sedih," Lirih Arumi dengan hati yang sangat dilema. Bahkan ia terlihat beberapa kali menghela nafas berat, sampai suster Rhini yang sudah mengikuti cukup lama begitu penasaran dengan sebenarnya apa yang sudah terjadi pada Arumi dan ayahnya Excel, tapi sebagai pengasuh ia tidak berani dan tidak mau lancang untuk bertanya tentang masalah pribadi majikanya. "Momy! kenapa masih tidak menjawab? apa mommy tega melihat aku tidak punya Dady? jika momy dan Dady ada masalah cepat selesaikan, karena aku pingin ketemu Dady," Excel menangis, dia sengaja ingin mencari tahu informasi. Arumi benar-benar tidak tega, saat melihat Excel sangat ingin tahu, tapi baginya ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan dan dia sengaja berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan di antara mer