Share

Alasan Diamnya Bibi Ani

"..." Sofia terdiam sejenak untuk berpikir.         

    

"Aku ingin tahu, apa yang akan dilakukan cucuku nantinya, jika dia tahu istrinya mengunakan uangnya dengan sesuka hati dan melebih batas. Ya, walaupun sejujurnya hari ini aku belum menguras banyak pengeluaran di kartunya itu. Tapi aku yakin, itu cukup untuk menggelitiknya," ungkap Sofia santai dan tenang.     

Tanpa merasa bersalah karena telah membuat cucunya rugi beberapa juta, dan Daniar hanya bisa menggelengkan kepala menanggapi kelakuan majikannya ini.     

Sofia kembali melanjutkan ceritanya.     

"Sebenarnya aku bisa saja lebih banyak menguras uangnya, tapi Aretha bersikeras tidak ingin menghambur-hamburkan uang untuk dirinya sendiri. Sehingga hari ini, kami hanya bersenang-senang untuk keperluan pribadiku saja. Dia bahkan tidak menggunakan se-sen pun uang untuk dirinya sendiri. Padahal aku sudah memaksanya. Ini membuatku takjub sekaligus merasa tidak enak. Jadi, aku hanya berbelanja untuk beberapa transaksi saja," tutur Sofia jujur tapi juga terlihat sedikit kecewa.     

Apa itu penyesalan karena kurang banyaknya ia menghambur-hamburkan uang? Daniar menatap Sofia dengan bingung.     

Berdasarkan apa yang di jelaskan Sofia, Daniar yakin itu bukan sekedar pengeluaran yang biasa. 

Nyonya Sofia pasti sudah menggunakan uang yang cukup besar untuk semua pengeluarannya itu. 

Daniar bahkan sempat mengintip sedikit tas jinjing yang di bawanya pulang.

 Ada sebuah kantong bermerek yang Daniar yakin isinya berharga ratusan juta rupiah hanya untuk satu produk saja.     

Tapi dibandingkan itu semua, ada hal yang lebih penting.     

"Bukankah pada akhirnya Tuan Elvan akan tahu jika uang itu digunakan untuk Anda?" Tanya Daniar.     

Jika Elvan melakukan pengecekan setelah mendapat informasi adanya penggunaan kartu kredit miliknya, dia akan segera tahu bahwa uang itu telah digunakan untuk apa dan kepada siapa. 

Lantas apa bedanya jika uang itu tidak digunakan oleh istrinya?     

Sofia mengulaskan sebuah senyum, "Kita lihat saja nanti," jawab Sofia.     

***     

Elvan baru saja kembali dari kantornya bersama dengan Dirga, setelah menemui kliennya di luar. 

Setelah memberitahukan beberapa jadwal berikutnya yang harus ia kerjakan, Dirga memberikan beberapa laporan tambahan terkait kerjasama mereka dengan beberapa investor.     

"Saya sudah mengkonfirmasikan semua proposal terkait 'Proyek Deluxe' pada pihak Yougio Entertaiment. Dan mereka setuju dengan proposal yang kita berikan. Sehingga apabila tidak ada halangan, maka proyek itu akan bisa langsung dipasarkan setidaknya satu bulan dari sekarang," imbuh Dirga menerangkan beberapa hal tentang proyek yang baru-baru ini mereka garap.     

Elvan mengangguk mengerti.     

Sambil membaca beberapa artikel di tablet yang ada di tangannya, Elvan menunggu dengan sabar.

Lift yang mereka naiki sampai ke lantai kantornya, Dirga yang ikutan sibuk mengecek beberapa pesan masuk di ponselnya, mendadak teringat akan sesuatu.     

Dengan cepat, ia mengangkat kepalanya dan berkata pada bosnya.     

"Tuan Elvan, saya telah mendapatkan informasi terkait adanya penggunaan kartu kredit yang Anda berikan pada Nona Aretha," ungkap Dirga menyebutkan sebuah informasi yang hampir saja ia lupakan, jika ia tidak mengecek kembali ponselnya.     

Ketika hanya berdua, Elvan meminta Dirga untuk tetap memanggil Aretha dengan sebutan 'Nona' dan bukan 'Nyonya'. Entah apa alasannya, Dirga hanya memilih menurut saja.     

Dan setelah mendengar ucapan Dirga, Elvan yang kala itu sedang fokus mengamati beberapa artikel di tabletnya, menoleh padanya.     

"Dia sudah menggunakan kartuku?" Tanya Elvan tanpa ekspresi menganggap seolah pemberitaan Dirga barusan bukan hal yang penting.     

"Benar Tuan, dan sesuai instruksi Anda untuk tetap mengawasi penggunaan kartu kredit itu dan memberitahukannya pada Anda. Terdapat 5 macam transaksi yang melibatkan kartu itu. Satu di sebuah restoran, dua di toko perhiasan, dan dua lainnya di pusat pembelanjaan lain. Total ada 500jutaan untuk semua transaksinya," terang Dirga menjelaskan.     

Elvan langsung mengangkat sebelah alisnya.     

"Dia sudah menggunakan uang sebanyak itu dalam kurun waktu tiga hari setelah pernikahan kami?" Tanya Elvan mengambang, tanpa bermaksud meragukan itu. 

Pertanyaan yang sebenarnya ia lontarkan bukan untuk Dirga, tapi karena hanya pria itu yang ada di sana Dirga spontan menjawabnya.     

"Lebih tepatnya dua hari, Tuan. Karena SMS ini saya terima kemarin saat transaksi itu di lakukan. Tapi berhubung karena kita sangat sibuk kemarin, saya lupa memberitahukannya pada Anda," ungkap Dirga jujur.     

Elvan bergeming.          

"Bukankah itu artinya dia melanggar surat perjanjian pasal ke 41?" Tanya Elvan yang langsung membuat Dirga bingung.     

Kemudian setelah Dirga mengingat kembali semua isi pasal itu, Dirga akhirnya mengangguk.     

"Apa saya perlu memeriksa lebih lanjut, sebenarnya digunakan untuk apa saja uang itu?" Tanya Dirga yang terbiasa menyelidiki banyak kasus atas perintah bosnya.     

Elvan menolak.     

"Tidak perlu," tolaknya, "Segera buat surat gugatan untuknya."     

Tepat ketika mengatakan itu, pintu lift terbuka. Dirga yang awalnya ingin menyela dan membahas lebih lanjut masalah Aretha terpaksa membatalkan itu.     

Dengan sekali anggukan, ia langsung mengiyakan.     

"Baik, Tuan."     

***     

Satu hari sebelumnya,         

Ketika Aretha sampai di rumah begitu ia pulang dari waktu jalan-jalannya bersama dengan nenek Elvan, ia segera mengabarkan kepulangannya itu pada Nyonya Sofia. 

Dan ketika nampaknya keadaan rumah masih sama seperti saat ia meninggalkannya tadi siang, yaitu masih terlihat sepi tanpa adanya tanda-tanda kehadiran Elvan di rumah, Aretha langsung saja masuk ke dalam kamarnya dan berbenah diri.     

Tak butuh lebih dari satu jam, Aretha sudah selesai dan ke luar untuk mencari makanan. Ia berjalan ke arah dapur, dan mencari Ani.     

"Bibi Ani?" Panggil Aretha beberapa kali. Tapi, Ani masih belum terlihat. 

Hingga di panggilannya yang ketiga, Bibi Ani muncul dan menghampirinya.     

"Apa Tuan Elvan belum pulang?" Tanya Aretha.     

Bibi Ani menggeleng.     

"Kalau begitu, tolong buatkan untukku sesuatu, Aku lapar," pinta Aretha.     

Ani mengangguk, dan kemudian menyediakan semangkuk nasi dan beberapa lauk lengkap dengan makanan pencuci mulut untuk Arethha. Melihat itu, Aretha menatapnya.     

"Anda sudah makan?" Tanya Aretha, "Jika belum, ayo ikut makan sama-sama."Ajaknya.     

Ani terlihat bingung, namun setelah beberapa saat ia menggeleng dan tersenyum. 

Menandakan ia tidak ingin bergabung, atau mungkin lebih tepatnya tidak berani. Melihat itu, Aretha menatapnya sedih.     

"Apa Anda tidak ingin makan bersama denganku?" Tanya Aretha dengan raut wajah kecewa.

 Bibi Ane menjadi panik.     

"Sangat tidak menyenangkan jika harus makan makanan seenak ini, seorang diri," lanjut Aretha sedih.

 "Aku sudah mengalami itu selama bertahun-tahun, tapi aku masih belum terbiasa dan karena Anda ada disini, maukah Anda ikut makan bersama denganku?" Ajak Aretha sekali lagi.     

Bibi Ani yang selama ini belum pernah makan satu meja dengan majikannya, merasa permintaan Nyonya barunya ini sedikit aneh dan membingungkan.

Jadi, dia hanya berdiri dalam diam dan gelisah.     

Membuat Aretha kembali bertanya.     

"Baiklah. Jika Anda tidak ingin makan, bagaimana jika Anda menemani saya makan dengan duduk di sini?" Tawar Aretha lagi. 

Kali ini ia menawarkan satu tempat duduk khusus untuknya.     

Ani menatapnya ragu. Setelah terdiam cukup lama, ia akhirnya mengambil tempat duduk tepat di seberang Aretha. 

"Nah! Begitu dong!" Seru Aretha gembira, ia kembali melanjutkan makannya lagi sambil menanyakan beberapa pertanyaan lain.     

"Apa majikanmu itu biasa pulang sangat larut?" Tanya Aretha pada Bibi Ani, sambil melirik jam di dinding yang sudah menunjuk pukul delapan malam. 

Sendokan pertamanya malam ini membuat perasaannya senang, tak peduli berapa kali pun Aretha merasakannya ia selalu takjub.     

Bibi Ani menjawab pertanyaan Aretha dengan anggukan, dan Aretha langsung mengerutkan keningnya sedikit. 

Bukan heran karena mengetahui suaminya sering pulang larut, tapi Aretha justru merasa heran karena sejak tadi Bibi Ani hanya memberinya jawaban dengan anggukan.     

Aretha mulai mengajukan pertanyaan lain.     

"Apa Anda memang orang yang pendiam?" Tanya Aretha pada akhirnya, ia memutuskan untuk bertanya langsung tentang kepribadian Bibi Ani. 

Entah apakah ia akan mengerti maksudnya atau tidak, tapi Aretha merasa ia perlu untuk menanyakan hal itu.     

Sebelum Bibi Ani memberikannya jawaban, sebuah suara dari belakang sudah mewakilinya. 

Dengan suaranya yang cukup berat dan begitu tiba-tiba, pria itu menjawab pernyataan Aretha mewakili Bibi Ani.     

"Percuma kau bertanya padanya, dia tidak akan menjawabmu." Seru sebuah suara bariton yang membuat Aretha menoleh padanya.     

"Kau sudah pulang?" Tanya Aretha kaget.     

Elvan tak menjawabnya, ia malah membahas hal yang lain.     

"Dia bisu." Seru Elvan singkat, padat, dan tidak jelas.         

Aretha mengerutkan keningnya, mencoba mencerna ucapan Elvan. Bisu? Siapa?     

Ketika detik berikutnya Aretha mengalihkan pandangannya kepada Bibi Ani dan kemudian pada Elvan secara bergantian, Aretha akhirnya mengerti.     

"Dia bisu? Bibi Ani?" Tanya Aretha memastikan.     

Elvan tak bergeming membuat Aretha menganggapnya sebagai jawaban 'iya' dari pertanyaannya.     

"Kenapa kau tidak mengatakannya sejak awal?" Tanya Aretha pada Elvan.     

Elvan seolah menimbang sesuatu, "Apa kau bertanya padaku?" Tanyanya. 

Hah?    

Dengan sikapnya yang santai, Elvan menarik sebuah kursi dan duduk di depan Aretha. 

Sambil melirik Ani, ia mengisyaratkan sesuatu padanya. 

Melihat itu Ani segera berdiri dan berjalan ke arah dapur, untuk menyiapkan sesuatu untuk majikannya.     

Berbeda dengan Aretha yang justru menatapnya dengan tidak senang.     

"Tapi paling tidak, jika aku tidak bertanya bukankah kau seharusnya bisa mengatakannya? Sekretarismu itu juga bahkan tidak mengatakan apa pun padaku!" Protes Aretha.     

Aretha tahu hal ini bukan urusannya, tapi bagaimanapun juga bukankah ia juga adalah anggota keluarga di rumah ini?

 Bagaimana bisa hal sepenting itu tidak di katakan padanya?! Pantas saja selama ini Bibi Ani tidak pernah menjawabnya jika ia bertanya. Karena memang dia tidak bisa berbicara!!     

Oh, Tuhan... Ternyata selama ini ia telah sangat salah paham dengan banyak terhadap sikap Bibi Ani!     

Demi apa pun! Apa ia masih sanggup berbicara padanya, jika saja ia tadi hampir saja keceplosan bicara yang tidak-tidak?!     

Aretha menatap Elvan dengan kesal, pantas saja Elvan begitu yakin kalau Bibi Ani tidak akan membocorkan urusan pernikahan palsu yang mereka lakukan. Jadi inikah alasannya?     

"Sejak kapan dia mengalami itu?" Tanya Aretha mencoba mencari tahu.

 Ia menatap Bibi Ani dengan iba. Menyandang status sebagai tunarungu jelas bukan hal yang mudah, apalagi jika itu sudah ia alaminya sejak lahir.     

Bibi Ani beruntung karena keluarga Addison Masih mau mempekerjakannya. 

Jika itu di luar sana, Aretha tidak yakin Bibi Ani akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan apa pun itu karena kekurangannya ini.

 Walaupun tentu saja, masakan Bibi Ani adalah yang terenak!     

"Entahlah, mungkin sudah 20 tahunan." Jawab Elvan sekenanya.     

Aretha langsung mengangguk mengerti dan tidak bertanya lebih lanjut. 

Dia tiba-tiba ingat kembali kalau Elvan tidak suka jika dia banyak bertanya.

Jadi ketika melihat Bibi Ani keluar dari dapur membawakan makanan untuk Elvan, Aretha langsung saja buru-buru menghabiskan makanannya.     

Aretha sengaja mengambil beberapa suapan besar untuk mulutnya agar ia bisa cepat menyelesaikan acara makannya.

 Tapi baru di suapan yang ketiga, suara Elvan yang tenang langsung mengejutkannya.     

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status