"Ini bohong ‘kan, Pah?"
Kenyataan bahwa Naftalie telah kehilangan tunangannya meninggal bunuh diri beberapa waktu masih membuat tangannya gemetaran. Namun, sekarang dia mendapat kabar yang tak kalah mengejutkan.
Bagaimana mungkin papanya memiliki utang yang sebesar ini?
Terlebih hutang-hutang ini tidak masuk diakal, karena berupa pembelian baju dan tas mewah, serta makanan di restoran mahal.
Seolah tahu kebingungan Naftalie, Papa Alex pun berbicara, "Itu bukan papa yang belanja." Sekejap hati Naftalie sedikit melambung tapi kemudian jatuh lagi karena mendengar lanjutan ucapan ayahnya.
“Tapi, itu memang tagihan untuk kartu perusahaan papa,” ucapnya lagi.
“Loh, kalau bukan papa yang belanja, tapi kok pakai kartu perusahaan papa?” tanya Naftalie sambil menatap wajah papanya yang terlihat pucat dan lesu.
Tapi belum sempat berbicara pria paruh baya itu menjelaskan, tiba-tiba pintu rumah mereka digedor dengan paksa.
“Buka pintunya! Jangan kabur lo, Monyet!” Suara kasar dan berat terdengar lantang dari luar. Gedoran pintu dan gerakan pegangan pintu membuat wanita itu terlonjak.
Jantung Naftalie sontak berdebar kencang. Wanita itu segera melihat ke arah papanya, tapi anehnya pria itu malah tetap duduk dengan tenang.
“Papa, siapa itu?” tanya Naftalie dengan panik. Seumur hidupnya, dia tak pernah mendengar makian sekasar itu. Namun, alih-alih menjawab, papanya masih memilih duduk dalam diam.
“BUKA PINTUNYA, VANGSAT!”
Selanjutnya, semua terasa seperti mimpi buruk bagi Naftalie. Pintu rumah mereka didobrak paksa dan sekumpulan pria berwajah garang masuk.
“Periksa dan ambil semua barang yang bisa dijual!” ujar salah satu pria dengan suara lantang. Pria itu sambil mendengus menarik papanya Naftalie dengan kasar sampai beberapa kancing kemejanya lepas.
.
“Hentikan!” teriak Naftalie. Tapi, para pria bertubuh kekar bagaikan algojo itu peduli. Mereka mulai mengosongkan rumah Naftalie dan seorang lagi terus menghantam Papa Alex dengan sekuat tenaga oleh mereka, sampai kehilangan kesadaran.
“Jangan!” jerit Naftalie tapi algojo itu tak peduli dan segera menepis Naftalie bagaikan lalat buah.
Bug!
Perempuan itu merasakan tubuhnya terbang melayang setelah itu semuanya gelap.
***
Seakan kurang penderitaannya, begitu tersadar, Naftalie seera diberitahu jika ayahnya ditangkap karena penipuan. Wanita itu hanya bisa menangis meraung di atas tempat tidur.
Seketika itu, Naftalie menjadi sebatang kara. Orang-orang yang dia pikir adalah sahabatnya semua menolak teleponnya dan kini Naftalie ditahan pihak rumah sakit sampai membayar biaya pengobatan.
Di saat seperti inilah, dia sungguh berharap tunangannya masih hidup. Jason pasti tahu harus bagaimana. Pria itu pasti tak akan meninggalkan Naftalie seperti para sahabatnya.
Ceklek!
“Miss Naftalie Ambrosia?”
Pintu kamar Naftalie tiba-tiba terbuka, seorang pria tampan masuk dan berjalan ke arahnya.
“Ja–Jason?” lirih Naftalie tertegun kala memandang wajah mendiang tunangannya yang sangat dia rindukan.
Sayangnya, bola mata biru milik pria di hadapan Naftalie itu, menatapnya dengan dingin, berbeda dengan tatapan milik almarhum tunangannya yang selalu hangat.
”Bagaimana menurutmu kalau kita menikah?” Tanpa basa-basi, Jacob segera duduk di kursi samping tempat tidur Naftalie.
Wanita itu sontak tersedak ludahnya sendiri.
“Aku Jake, Jacob Owen, kakak Jason,” ujar pria itu ringkas seakan dengan menjelaskan itu Naftalie pasti setuju.
Apa dia bercanda? Namun, pria itu tidak tersenyum sama sekali.
“Sepertinya papamu masih bisa keluar penjara kalau aku yang urus. Aku bisa bantu, asal kita menikah akhir minggu ini,” ucapnya lagi.
“Kak Jake,” ucap Naftalie ketika berhasil menguasai perasaannya.
Jacob mendengus malas, mengapa wanita ini lamban sekali mengerti maksudnya.
“Kita hanya menikah setahun supaya warisanku cair. Setelah itu, kita akan bercerai. Santai, aku nggak akan sentuh wanita murahan seperti kamu,” ucap Jacob sambil mendengus mengejek.
Selain pria itu mengejeknya murahan, pria itu ternyata mau menikahinya hanya untuk warisan. Tapi kenapa ia dipilih pria ini?
“Bukan itu, Kak. Tapi …”
“Kalau kamu gak mau, nggak apa-apa,” potong pria itu dingin. Seketika, ia berdiri dan merapikan jasnya tanpa ada beban. “Aku bisa cari perempuan lain.” Dengan pasti, Jacob melangkah menjauh dari Naftalie yang terdiam.
Hati Naftalie menciut. Dia memang murahan.
Perempuan itu ragu dengan tawaran Jacob. Hanya saja, dia benar-benar sudah tak tahu apa lagi yang harus dia lakukan untuk menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi padanya.
Naftalie menghela napas. Tidak ada cara lain…
“Hu-hutangnya?”
“Aku bayar!” jawab Jacob menghentikan langkahnya. Naftalie kembali merasa hatinya ditusuk ketika pria itu menatapnya dengan tidak sabar.
“A-aku mau!” seru perempuan itu pada akhirnya. Bola mata biru itu menatapnya dengan tatapan mengejek.
]“Bagus,” ucapnya singkat lalu keluar tanpa menoleh lagi ke arah Naftalie.
Apa yang baru saja terjadi? Apakah ini berarti dia akan menikah dengan kakak mantan tunangannya dulu? Di akhir minggu ini?
Namun belum sempat memproses apa yang terjadi, seorang pria bertubuh gempal datang. Pria itu mengaku sebagai asisten dari Jacob. Secara sekilas, pria itu menjelaskan hal yang sama, mereka menikah kontrak setahun, demi memenuhi persyaratan dari kakek Jacob, imbalannya hutang papanya akan dibayar, dan Jacob akan membantu Papa Alex keluar dari penjara.
Semua yang menjadi masalahnya akan hilang, maka Naftalie pun segera menandatangani kontrak itu tanpa membaca lebih detail. Wanita itu tak menyadari munculnya senyuman tipis di wajah sang asisten karena keinginan Jacob sudah berhasil dilaksanakan.
Pria itu segera menyimpan kontrak dan menatap Naftalie.
“Mulai malam ini, Nona akan tinggal di kediaman Tuan Jake,” ujar pria bernama Ed itu dengan singkat.
Tak lama setelahnya, seorang perawat tiba-tiba masuk dan membantu Naftalie untuk pulang dengan sangat ramah. Padahal sejak kemarin dia ditahan! Kini benar-benar terasa perbedaan perlakuan orang terhadap seseorang yang tak punya uang. Memang uang membuat semua berbeda Tak lama, Ed pun mengantar Naftalie ke parkiran, tempat di mana sebuah mobil limited edition terparkir. Jason memang permah mengatakan kalau keluarganya cukup kaya. Tapi, Naftalie tak mengira kalau mereka sekaya ini. Yang hanya almarhum tunangannya ceritakan dengan detail adalah betapa baiknya sang kakak yang bernama Jacob itu. Semua kata -kata Jason, Naftalie percaya 100 persen, sampai dia bertemu Jacob hari ini. Pria itu dingin, kasar dan sangat merendahkannya. Lagi-lagi uang, uang memang membuat semua jadi berbeda. “Semoga, Jacob memang tidak seburuk itu,” batin Naftalie harap-harap cemas sembari memasuki mobil yang membawanya ke sebuah rumah yang sangat mirip dengan kastil kecil. Dengan jantung berdebar kenca
Sambil menatap langit-langit kamar, Naftalie kini terdiam di atas ranjang. Dia baru saja disodorkan makanan enak oleh koki di kastil itu, lalu mandi dengan air hangat sepuasnya di jacuzzi. Naftalie bahkan sempat terkejut, bagaimana bisa lemari di kamar itu berisi berbagai pakaian baru untuknya? Walau sebenarnya terikat kontrak aneh, tapi hidup barunya benar-benar dimanjakan kemewahan. Wanita itu segera mengambil salah satu pakaian tidur yang paling sopan, diantara semua ligeri yang ada, yakni sebuah kimono dengan celana pendek dari satin walau tak berkancing dan hanya diikat di bagian perut. Beruntungnya lagi, Jacob tak kunjung datang. Mungkin karena bukan subur dia akan aman. “Sebaiknya, aku tidur saja,” lirih Naftalie mulai merasa tenang. Perlahan, dia merebahkan tubuhnya di kamarnya yang baru. Karena begitu banyak kejadian yang terjadi pada hari ini, begitu kepalanya menyentuh bantal berwarna gelap itu, Naftalie segera tertidur. Wanita itu bahkan tak sadar jika Jacob mas
Naftalie terbelalak kala menyadari ucapan Ed. “Secepat itu?”Sayangnya, Ed tampak serius.Kini keduanya bahkan telah tiba di bridal ternama ibu kota, tanpa kehadiran Jacob, sang mempelai laki-laki. Naftalie terdiam. Mengenakan gaun pengantin adalah hal yang baru baginya. Awalnya, dia berpikir akan didampingi calon suami dan diperbolehkan untuk memilih gaunnya sendiri. Akan tetapi, Ed segera menggiring Nat menuju ruang ganti dan menyerahkan gaun pengantinnya. “Kenakan!” ucap asisten Jacob itu tegas. “Segera pastikan gaunnya pas dan siap dikenakan besok. Nggak boleh gagal, Anda tau akibatnya kalau—” Naftalie tak sempat mendengar kelanjutan dari ancaman Ed karena wanita itu segera masuk ke dalam ruang ganti.Pegawai bridal pun gegas membuka bajunya dan memakaikan gaun pengantin pilihan itu ke tubuh Naftalie.Anehnya, gaun itu benar- benar terasa sangat pas di tubuhnya, seakan memang gaun itu dijahit khusus dirinya! Pegawai yang membantunya sampai bingung.Diputarnya tubuh Nat beru
"Anda sudah ditunggu Tuan Jake. Jadi, mohon jangan buang waktu," ucap pria itu.Dia pun mendorong Naftalie--tak peduli dengan protes wanita itu. Di sisi lain, Jacob tak mengatakan apa-apa begitu melihat gaunnya yang kelewat mini itu. Seperti biasa, pria itu segera membuang tatapannya ketika tatapan mata mereka bertemu. Jadi, Naftalie tak tahu apa yang harus dilakukan, selain berdiri bagaikan orang bodoh dan mengikuti rangkaian acara resepsi yang tak ada keterlibatan darinya. “Senyumlah. Jangan membuat suamimu ini malu!” bisik Jake mendadak lalu mendorong kasar pinggang Nat untuk menerima ucapan selamat dari pasangan tua yang terlihat penting. Deg! Naftalie terperanjat kala menyaksikan pria itu merangkul pinggangnya dan tersenyum menunjukkan giginya yang rata pada semua orang. “Pengantinmu cantik sekali, selamat ya Jake,” ucap mendadak salah seorang nenek cantik yang masih tampak anggun. Hanya saja, Naftalie dapat melihat kening wanita tua itu berkerut dan menatap penuh celaan
“Malam pertama,” desah Naftalie berulang-ulang dalam hatinya seusai resepsi berakhir.Bahkan, ketika sepanjang jalan menuju rumah besar milik Jacob, jantungnya berdebar kencang. Jemarinya juga basah karena gugup. “Kami sudah menikah dan nggak ada lagi alasannya untuk menolak.” Naftalie terus berbicara di dalam hatinya dengan panik sambil berusaha tak mengganggu suami barunya yang hanya duduk diam sepanjang perjalanan. Sungguh, Naftalie takut kalau tiba-tiba Jacob mencercanya lagi.Tapi, tidak seperti yang Naftalie pikirkan, pria itu tak berkata apa-apa. Bahkan, hingga mereka sampai rumah. Anehnya .... rumah besar itu kosong. Brak!Tanpa bicara, Jacob membuka pintu dan berjalan menuju kamarnya. Pria itu benar- benar memperlakukan seakan Naftalie tidak ada.“Astaga,” desah Naftalie dalam hati dengan resah. Diikutinya sang suamin dengan jantung berdebar kencang.Untungnya, Jacob segera masuk ke kamar mandi dan meninggalkannya sendirian.Naftalie pun bisa menghela napas lega.Dia la
Wanita itu sudah sengaja untuk mandi berlama-lama. Namun selama-lamanya dia mandi tetap saja dia harus keluar ke kamar itu. Akhirnya sambil menguatkan dirinya naftali masuk kembali ke kamar utama setelah mengambil baju tidur tersopan yang ada. Sialnya kimono dari satin kemarin sudah menghilang. Padahal Naftalie sudah menyimpannya kembali karena hanya itu pakaian tidurnya yang sopan, hanya itu, lainnya terlalu banyak lobang angin.Sambil mengerang wanita itu mengambil pakaian dari satin berwarna putih dengan tali spaghetti dan celana yang teramat pendek berwarna senada. Di bagian dadanya ada hiasan bunga-bunga kecil dari renda.Sebenarnya pikirannya tidak tertuju pada pakaian tidurnya lagi, setelah tadi mereka berciuman di tengah pesta dan pria itu memeluknya untuk melepaskan rambutnya yang tersangkut hal yang terakhir terjadi benar-benar di luar dari bayangan Naftalie.“Malam pertama, hari ini adalah malam pertama.” Kata-kata itu kembali berulang di kepala Naftalie terlebih setelah
Lagi- lagi Naftalie terbangun karena ada tangan berat yang memeluknya. Keningnya segera berkerut dengan bingung. “Bukankah aku tidur di sofa semalam? Tapi kenapa sekarang aku di atas tempat tidur?” tanyanya dalam hati sambil memperhatikan sekitarnya. Jelas dia sudah tidak di sofa lagi sekarang karena dia bisa mendengar dengkur suaminya dengan jelas.Kali ini Naftalie takut bergerak karena takut membangunkan Jacob lagi. Wanita itu tak mau kejadian kemarin terulang kembali. Namun, berada dalam pelukan pria itu rasanya seperti sedang menginjak perangkap tikus, begitu dia bergerak pria itu bisa mencengkramnya tiba- tiba seperti kemarin pagi.Napas pria itu terasa di tengkuk Naftalie, hangat dan berat.“Ooh, aku harus pipis!” pekik Naftalie dengan kesal pada dirinya sendiri. Namun, sebelum wanita itu sempat melakukan apa-apa, tiba-tiba Jacob menariknya mendekat dan menjadikan dia seperti guling. Kini bibir tebal pria itu benar-benar menempel di tengkuk Naftalie dan hal itu segera membu
Wanita itu seenaknya saja terus mendorong Jacob semakin ke tepi tempat tidur. Dengan kesal pria itu menahan tubuh kurus itu dengan tangannya, tapi wanita itu malah masuk dalam pelukannya.Awalnya Jacob mau menendang wanita itu turun dari tempat tidur tapi lagi-lagi tatapan matanya tertumpu ke bekas kebiruan di leher wanita itu.Akhirnya pria itu mendesah dan mencoba menutup mata. Walau kesal kehangatan tubuh kurus yang ada dalam pelukannya ternyata menbuat Jacob yang biasanya sulit tidur menjadi mengantuk dan tertidur.Tapi pagi ini Jacob tak bisa menahan gairah kelaki-lakiannya saat wanita itu terus mendorong bokongnya yang bulat ke arah jagoannya. “Bukankah mereka sudah suami istri? Kemarin bukannya dia bilang hari terakhir minggu lalu, jadi sekarang seharusnya dia subur!”“Kelakuannya juga memang seakan mau dihajar!” geram Jacob saat Naftalie mengerang saat bibirnya mengenai cerukan leher wanita itu.“Kamu yang minta kan! Lepas semua! Aku mau lihat!” titah pria tampan itu sambil me