Abraham tersenyum mencibir.“Kamu berani memberi penawaran padaku? Kamu pikir, kamu siapa?” Abraham menatap remeh.“Saya memang bukan siapa-siapa. Hanya anak yang menginginkan ibunya kembali,” ucap Anna sambil mengeluarkan kotak beludru dari dalam tasnya.Anna membuka kotak itu, lalu memperlihatkannya pada Abraham.“Anda mau ini, kan? Saya bisa memberikannya, tapi bukan uang yang saya mau. Saya ingin menukarnya dengan ibu saya, Stefanie, putri Anda.”Abraham menggebrak meja. “Beraninya kamu!”Sorot mata Abraham memperlihatkan ketidaksukaan.Kai langsung bersiaga, jangan sampai Abraham berani menyakiti Anna.“Kamu sama seperti ayahmu, sombong dan memandang remeh orang lain,” cibir Abraham.“Bagaimana dengan Anda? Bukankah Anda sama? Anda meremehkan ayah saya, meremehkan saya, meremehkan semua orang, bahkan putri Anda sendiri, hanya karena Anda lebih berkuasa!” Emosi Anna tidak stabil, negosiasi yang diharapkan bisa berjalan dengan tenang, kenyataannya membuat Anna bisa berteriak sekera
Abraham pulang dengan perasaan kesal karena sikap Anna. Sesampainya di rumah, dia melihat Stefanie yang berada di ruang keluarga bersama Reino.Stefanie langsung berdiri saat melihat Abraham, tapi ekspresi wajahnya tak bersahabat sekali pada ayahnya itu.“Aku mau bicara dengan Papa,” kata Stefanie.Abraham menghentikan langkah. Dia mendengkus kasar, lalu menatap pada putrinya itu.“Apa lagi yang mau kamu bicarakan? Kamu ingin pergi dari rumah ini? Pergi! Dan jangan pernah kembali lagi!” Kalimat tak terduga itu membuat Stefanie dan Reino terkejut, bahkan Steve juga tidak menduga kalau majikannya akan berkata demikian.Abraham hendak melanjutkan langkah, tetapi dia kembali berhenti, lalu bicara lagi. “Tapi ingat, sesuai ucapanmu. Begitu kamu keluar dari rumah ini, kamu tidak boleh berharap sepeser pun harta warisan di keluarga ini, bahkan harta yang pernah dijanjikan mamamu. Begitu menginjakkan kaki keluar dari sini, maka nama Abraham tak lagi tersemat di margamu.”Setelah mengatakan i
Anna berada di teras rumah Fransisca sambil terus memandang ke gerbang rumah. Fransisca dan Kai sudah meminta Anna duduk, tapi dia tetap ingin berdiri.Hingga gerbang terbuka dan sebuah mobil sedan memasuki halaman rumah. Anna menghela napas kecewa, itu bukan mobil yang diharapkan.Mobil itu milik Keano. Dia memarkirkan mobil di depan garasi, lalu turun dan memandang semua orang berada di luar rumah.“Wah, ada apa ini? Apa kalian sedang menanti kepulanganku?” tanya Keano dengan penuh percaya diri.“Tidak usah kegeeran,” balas Anna.“Padahal aku sudah besar kepala.” Keano menutup pintu mobil lalu berjalan menghampiri semua orang.Saat Keano berjalan menuju teras, Anna turun dari teras sampai membuat Keano terkejut. Dia sudah besar kepala karena mengira Anna ingin menghampirinya, tapi ternyata pandangan Anna tertuju ke arah lain.Anna turun dari teras karena melihat mobil masuk gerbang dan sudah terlihat siapa yang berada di dalamnya. Anna tidak bisa menyembunyikan kelegaan dan rasa bah
Di klub malam. Alex duduk sambil memegang gelas kaca berisi cairan warna cokelat. Dia sudah mendengar kabar kalau Stefanie dan Reino meninggalkan rumah Abraham, dia senang tapi juga ada rasa berat.Alex meneguk cairan cokelat dari gelas, lalu menuangkan cairan dari botol ke gelasnya lagi untuk dinikmati. Saat sedang diam menunduk memandang gelas kaca yang dipegang, Alex mendengar suara ponselnya berdering.Dia merogoh saku kemeja, lalu melihat siapa yang menghubungi. Nama sang mama terpampang di layar.Alex menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan itu, lalu menempelkannya di telinga, satu tangannya menggoyang gelas kaca berisi minuman beralkohol.“Halo.” Alex menyapa lalu menenggak isi gelasnya dengan cepat.“Kamu di mana, Lex?” Suara Stefanie terdengar dari seberang panggilan.“Di tempat yang aku suka,” jawab Alex lalu tersenyum miring.Alex mendengar suara helaan napas berat dari seberang panggilan lalu sang mama kembali bicara.“Mama mau bertemu denganmu, Lex. Katakan kamu d
“Lepaskan!” Wanita itu masih berusaha melepaskan diri tapi Alex tak melonggarkan cengkraman sama sekali.“Kamu sudah berkata jika tidak akan mengungkit malam itu? Kenapa sekarang mengungkitnya?” Alex tak senang dengan ucapan wanita di depannya itu.Rania, wanita yang ditahan Alex menatap kesal tapi juga takut pada Alex.“Kamu yang membuatku mengungkitnya,” balas Rania seraya menggoyangkan kedua lengan agar Alex melepas tapi tetap sia-sia. “Aku hanya mau kamu melepasku, tidak cukupkah kamu membuatku malu.” Alex menekan Rania hingga benar-benar terpojok di body mobil. Tatapannya begitu dalam pada wanita itu, apalagi sekarang Alex sedang terpengaruh alkohol.“Kamu yang menggodaku.” Alex menatap semakin dalam.Rania meneguk ludah, lalu dia menyanggah, “Aku hanya bekerja sebagaimana mestinya, tapi kamu … kamu yang berpikiran kotor dan memaksaku.”Alex tersenyum miring.“Sekarang lepaskan aku. Aku mau bekerja lagi.” Rania masih berusaha melepaskan diri tapi Alex tetap menahannya. “Apa maum
Anna keluar dari kamar dan melihat Stefanie duduk di depan paviliun. Dia keheranan, kenapa sang mama masih di luar selarut ini.Anna menghampiri sang mama. Dia melihat Stefanie melamun.“Ma.”Stefanie terkejut. Dia langsung menoleh pada Anna yang ternyata sudah berdiri di ambang pintu.“Anna.” Stefanie langsung tersenyum. “Kenapa kamu belum tidur?” tanya Stefanie dengan suara lembut. Dia mengulurkan tangannya pada Anna.Anna meraih tangan Stefanie, lalu dia duduk di samping sang mama.“Aku bangun karena mau minum. Mama sendiri kenapa belum tidur?” tanya Anna setelah menjawab pertanyaan Stefanie.Stefanie hanya tersenyum sambil menggeleng.“Mama memikirkan Alex?” tanya Anna menebak.Stefanie terkesiap. Dia menatap Anna lalu menggeleng pelan.“Aku yakin Mama juga pasti berat kalau diminta langsung meninggalkan Alex,” ucap Anna merasa bersalah karena keputusan yang diambil pasti menyakiti salah satu pihak.Stefanie menghela napas pelan.“Mama hanya bersalah saja padanya. Andai saja mama l
Rania membuatkan sarapan bubur untuk Alex karena kondisi pria itu yang semalam demam. Setelah buburnya siap, Rania menyajikan di mangkuk dan meletakkannya di meja makan, dia juga sudah membuat ayam kecap dan mengupas buah.Rania melepas apron, saat akan memanggil Alex, dia sudah lebih dulu melihat pria itu keluar dari kamar.“Aku sudah membuat sarapan untukmu, jadi tugasku sudah selesai dan aku mau pulang.” Setelah mengatakan itu, Rania berjalan menuju pintu.Namun, langkah Rania terhenti, lalu dia membalikkan badan menatap Alex yang masih berdiri di depan kamar.“Aku harap, ini terakhir kali bertemu denganmu. Aku tidak mau lagi melihatmu.”Rania kembali membalikkan badan lalu segera pergi meninggalkan penthouse.Alex tertegun. Dia tak menyangka Rania sampai memperingatkannya. Alex tidak mau ambil pusing, memangnya siapa Rania sampai berani mengaturnya?Alex pergi ke meja makan, dia melihat semangkuk bubur dan ayam kecap di piring. Dia menarik kursi lalu duduk di sana dan mencoba bubu
Anna dan yang lain akhirnya mendarat dengan selamat. Mereka naik taksi menuju rumah Eve lebih dulu karena wanita itu terus menghubungi dan menanyakan kabar Anna.Saat taksi yang mereka tumpangi sampai di rumah Eve, Kai dan yang lain segera turun. Pelayan di rumah Eve membantu menurunkan koper-koper bawaan Kai dan Anna.“Mami sudah tidak sabar bertemu denganmu,” ucap Kai sambil menggandeng tangan Anna.Kai dan Anna berjalan masuk lebih dulu disusul Stefanie dan Reino.Di dalam rumah. Satu pelayan memanggil Eve yang berada di kamar.“Nyonya, Tuan Kai dan Nona Anna datang.”Eve langsung berdiri saat mendengar suara pelayan. Dia buru-buru membuka pintu lalu menanyakan lagi apa yang dikatakan oleh pelayan.Begitu sudah yakin, Eve buru-buru berjalan menuju pintu dan bertemu dengan Anna dan Kai yang baru saja masuk.“Akhirnya kalian pulang.” Eve langsung menghampiri Anna, lalu memeluk menantunya itu.Bahkan Eve mengabaikan Kai, putranya sendiri.“Bagaimana kabarmu, hm? Kamu sehat, kan? Tidak
Alex menipiskan senyum.“Apa kamu sedang besar kepala?”Rania mengerutkan alis. Dia melihat Alex mengulurkan tangan, Rania pikir Alex hendak menyentuhnya, tapi ternyata pria itu mencolek meja, lalu mengusap telunjuk dengan jempol.“Belum bersih,” kata Alex lalu melirik tajam pada Rania, “bersihkan ulang,” perintahnya kemudian.Setelahnya, Alex sedikit mundur dari Rania tapi tatapannya terus tertuju pada wanita itu. Dia lagi-lagi tersenyum miring, lalu pergi ke sofa.Rania menghela napas lega. Dia melirik pada Alex yang sekarang berjalan santai menuju sofa. Pria ini, benar-benar ingin mengerjainya setiap hari.**Saat jam istirahat, Rania pergi ke rooftop lagi untuk melepas beban yang dipikulnya. Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan kasar berulang kali.“Kamu di sini lagi.”Rania terkejut. Dia menoleh dan melihat Arion datang menghampirinya.“Tidak makan siang lagi?” tanya Arion sambil menatap pada Rania.Rania tidak menjawab, lalu melihat Arion mengulurkan roti.“Makanlah,
Setelah selesai memilah jagung dan memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal. Rania mendorong tempat makan ke hadapan Alex lagi.“Itu sudah semua saya pisah, apa ada lagi yang Anda perlukan?” tanya Rania dengan nada malas.Rania melirik pada Alex, pria itu membuat gerakan mengusir menggunakan tangan. Ekspresi wajah Rania begitu masam, pria di depannya ini benar-benar sombong.Rania segera bangun, lalu dia pergi dari ruangan itu sebelum semakin kesal melihat sikap Alex.Alex tersenyum tipis melihat Rania kesal. Dia memandang salad yang ada di meja, lalu mengambil alat makan dan mulai menyantap salad miliknya.Dia juga mengambil jagung yang tadi dipisah oleh Rania. Bukannya Alex tak suka, dia hanya ingin mengerjai wanita itu.“Dasar terlalu lugu,” gumam Alex lalu kembali memasukkan suapan ke mulut.**Saat sore hari. Rania membuat patahan leher dan memijat pundaknya. Akhirnya sehari ini bisa dia lalui dengan baik meskipun harus ada drama mengurus atasannya yang memberi perintah tak
Setelah jam istirahat usai. Rania kembali ke divisi untuk mulai bekerja lagi. Saat baru saja sampai di pantry, Rania terkejut melihat lampu merah menyala.“Sepertinya hari ini Pak Alex berulang kali memanggil,” gumam Herman.Rania menatap lampu itu terus berkedip. Mau tidak mau dia harus pergi ke ruangan Alex untuk melihat, apalagi yang pria itu inginkan.Rania mengetuk pintu ruangan Alex, lalu dia masuk dan melihat Alex duduk di sofa sambil menyapukan jari di atas tablet pintar.“Anda butuh sesuatu, Pak?” tanya Rania tetap sopan meski jiwanya ingin memberontak.“Bersihkan mejaku!” perintah Alex.Rania menoleh ke meja Alex, alangkah terkejutnya dia melihat meja Alex yang sangat berantakan.Berkas-berkas dibiarkan tergeletak begitu saja tak tertatap rapi, lalu ada tumpangan kopi yang dibiarkan sampai agak mengering.Rania benar-benar harus bersabar. Dia berjalan ke arah meja untuk mulai membersihkan, tetapi Alex kembali berkata.“Bersihkan sampai benar-benar bersih. Jika tidak, kamu ti
Rania memandang pada Alex, lalu tatapannya tertuju pada kertas dan pulpen yang berserakan di lantai.“Pungut semua!” perintah Alex.Rania tidak bisa mengelak karena sekarang bekerja untuk Alex. Dia berjalan mendekat lalu berjongkok di sisi kertas-kertas berserakan dan meletakkan nampan di lantai, setelahnya dia memunguti satu persatu kertas itu.Tanpa diduga, Alex ikut berjongkok, tapi bukan untuk membantu Rania memunguti kertas itu, melainkan untuk memberikan senyum ejekan pada wanita yang sudah menolaknya.“Tidak disangka, kamu menolak kerja di rumahku tapi malah bekerja di perusahaanku,” cibir Alex.Rania terdiam sesaat. Dia tak membalas atau menatap pada Alex. Rania fokus memunguti kertas-kertas itu, setelah selesai dia segera berdiri lalu meletakkan semua kertas itu di meja.“Apa kamu pikir harimu akan tenang dengan bekerja di sini?” Alex sudah berdiri dan kini menatap tajam pada Rania.Rania masih menurunkan pandangan, lalu berkata, “Jika sudah tidak ada yang perlu saya lakukan,
Rania benar-benar panik luar biasa melihat pria yang kini menatapnya dengan ekspresi wajah dingin. Dia masih mematung di tempatnya, sampai salah satu teman OB-nya menarik lengan Rania agar menyingkir dari jalan.“Selamat pagi, Pak.” Dua OB lain langsung membungkuk pada Alex dan Arion yang baru saja keluar dari lift.Alex berjalan dengan ekspresi wajah dingin tanpa menoleh Rania sama sekali, sedangkan Arion melirik pada Rania. Jadi, ini OB baru yang kemarin dipermasalahkan oleh atasannya itu.Rania masih bergeming dengan perasaan campur aduk. Di hari pertamanya bekerja, kenapa dia bertemu dengan pria yang membuat hidupnya kacau.“Siapa dia?” tanya Rania menoleh pada teman kerjanya.“Itu tuh, Pak Alex. Dia cucu pemilik perusahaan ini dan direktur di sini. Ya, meski dia masih direktur, tapi katanya sebentar lagi akan diangkat jadi presdir karena kemampuannya memimpin perusahaan,” jawab Herman–OB teman Rania.Rania merasakan jantungnya berdegup sangat cepat. Jadi, dia bekerja untuk pria b
Rania pergi ke rumah sakit dengan perasaan lega. Dengan bekerja di perusahaan itu, Rania bisa mendapatkan uang lebih banyak di siang hari dan bisa menjaga Abi saat malam hari.Rania berjalan di koridor rumah sakit menuju ruang inap Abi. Saat hampir sampai di kamar sang putra, Rania melihat dokter dan perawat masuk ke ruangan sang putra dengan sangat terburu-buru.Tentu saja hal itu membuat Rania sangat panik. Dia segera berlari ke kamar Abi, saat masuk sudah melihat dokter sedang menangani putranya.“Apa yang terjadi pada anakku?” tanya Rania sangat panik.“Kondisi Abi baru saja drop, Bu. Dokter sedang mengecek dan memberikan penanganan yang tepat,” jawab perawat.Rania menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Dia benar-benar ketakutan dan panik jika terjadi sesuatu dengan Abi.“Kumohon, Abi. Mama akan mengusahakan kesembuhanmu, tolong jangan terjadi apa-apa padamu, Sayang.”Rania terus memandang dokter yang sedang mengecek kondisi Abi. Bola matanya sudah berkaca-kaca, ketakutan memb
Hari berikutnya. Rania pergi ke perusahaan tempat Silvi bekerja. Dia datang lebih awal dan bertemu dengan Silvi yang ternyata menunggunya di depan perusahaan.“Syukurlah kamu datang awal,” ucap Silvi lalu menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan.“Aku tidak mungkin mengecewakanmu. Kamu sudah sejauh ini mau membantuku, jadi aku harus berjuang,” balas Rania.Silvi tersenyum lebar, lalu dia mengajak Anna segera masuk ke perusahaan karena kepala HRD ternyata sudah datang.Mereka masuk ke ruang HRD, lalu Silvi meninggalkan Rania bersama kepala HRD agar bisa diwawancarai.Rania memberikan surat lamarannya. Dia berdiri di depan meja kepala HRD sambil menunggu wanita itu membaca surat lamarannya.“Ternyata kamu sudah banyak pengalaman kerja di usiamu sekarang,” kata kepala HRD.Rania tersenyum dan mengangguk. “Iya, dan saya ahli menjadi cleaning service.”Kepala HRD tersenyum. “Terakhir kali kamu menjadi petugas kebersihan di klub malam, kenapa kamu keluar? Apa gajinya tidak mu
Alex berada di ruangannya menandatangani berkas-berkas yang bertumpuk di meja. Dia tidak fokus dalam bekerja, sampai beberapa kali membaca ulang berkas yang diserahkan padanya.“Apa ada masalah, Pak?” tanya Arion–sekretaris Alex.Alex melirik pada Arion, tapi tidak menjawab pertanyaan sekretarisnya itu. Dia segera membubuhkan tanda tangan, lalu menyerahkan berkas yang ditunggu oleh sekretarisnya itu.“Mana lagi yang butuh diserahkan hari ini?” tanya Alex sambil menatap satu persatu berkas yang ada di meja.“Stopmap merah, Pak,” jawab Arion sambil menunjuk ke stopmap yang dimaksud.Alex segera mengambil lalu membuka stopmap itu dan menandatangani berkas di dalamnya.Arion mengamati atasannya itu, sikap Alex beberapa hari ini memang sangat aneh. Jika mudah emosi itu sudah biasa, yang tak biasa itu karena Alex sering sekali melamun bahkan tidak fokus saat menghadiri rapat.Setelah Arion pergi dari ruangan Alex. Alex meletakkan pulpen yang dipegang lalu sedikit melonggarkan dasi yang tera
Saat sore hari. Anna duduk di teras sedang makan camilan bersama Stefanie. Dia terlihat sangat bahagia, di masa kehamilan bisa bersama orang-orang yang menyayangi dan memberinya banyak perhatian.“Suamimu pulang,” ucap Stefanie saat melihat mobil Kai memasuki halaman rumah.Anna tersenyum lebar, dia kembali memasukkan potongan semangka ke mulut lalu berdiri untuk menghampiri suaminya.Kai turun dari mobil yang baru saja terparkir sempurna di depan garasi mobil. Dia membuka bagasi mobil, lalu mengambil sesuatu dari dalam sana.Anna mengamati apa yang Kai bawa, suaminya membawa satu kantong plastik besar.“Itu apa?” tanya Anna penasaran.“Pesananmu,” jawab Kai lalu membuka plastik itu agar Anna melihat isinya.Mata Anna berbinar. Dia langsung mengambil kantong plastik berisi banyak mangga muda itu dari tangan Kai.“Terima kasih.” Anna mencium pipi Kai, lalu pergi meninggalkan suaminya tanpa mengajaknya masuk.Kai terkejut, bisa-bisanya dia diabaikan karena mangga muda.“Anna! Hati-hati