Setelah menginap di rumah orang tua Kai. Anna dan Kai akhirnya pulang, karena hari itu masih weekend, Anna dan Kai sekarang sedang berada di kamar saat para pelayan memindah semua pakaian dan barang-barangnya ke kamar Kai.“Apa harus dipindah semua?” tanya Anna seraya menoleh pada Kai yang duduk di sampingnya.Kai memandang ke para pelayan yang masih keluar-masuk kamarnya memindah barang.“Tentu, bukankah semalam kamu setuju?” Kai menoleh Anna yang diam.Anna hanya tersenyum samar, sepertinya dia memang harus mulai menyiapkan mentalnya karena sewaktu-waktu kejadian tak terduga bisa terjadi.“Nona, kotak ini mau diletakkan di mana?” tanya pelayan membawa kotak usang milik Anna.Anna langsung berdiri menghampiri pelayan itu lalu mengambil kotak itu. “Terima kasih, biar aku yang simpan.”Pelayan itu mengangguk, lalu kembali pergi untuk memindahkan barang lain.Kai menatap Anna yang berjalan membawa kotak itu, dia penasaran apa isi benda itu.“Apa isinya? Kamu terlihat cemas saat melihat
Keesokan harinya. Kai membuka mata dan mendapati Anna yang masih terlelap di sampingnya. Bibirnya tersenyum tipis, Kai tidak pernah menyangka jika dirinya akan benar-benar bisa mendapatkan Anna.Kai mengulurkan tangan, lantas menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah Anna. Anna mengerutkan kelopak mata yang tertutup karena sentuhan yang dirasakan. Dia mencoba membuka mata yang terasa berat, hingga akhirnya melihat siapa yang sudah memandangnya sekarang.“Kamu sudah bangun,” ucap Anna lalu menggosok matanya. “Aku siapkan sarapan dulu,” kata Anna lalu menyibak selimut.Namun, Kai malah menahan lengannya, membuat Anna kembali berbaring lalu memandang Kai.“Ada apa?” tanya Anna keheranan.Kai menghela napas pelan, lalu memeluk Anna.Anna bergeming. Dia masih belum terbiasa dengan perubahan sikap Kai seperti sekarang ini. Meski Kai tidak melakukan hal lebih, tapi pria itu terus memeluknya.“Kita harus ke kantor, aku buatkan sarapan dulu dan menyiapkan pakaianmu agar tidak terlambat
Kai memandangi nama yang terpampang di layar ponsel milik Anna, lantas tanpa izin dia menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan itu.Anna sendiri panik karena Kai langsung yang mengurus panggilan itu. Meski Anna senang karena Kai melakukan itu untuk melindunginya.“Halo, Anna! Ibu nggak bisa nunggu sampai kamu gajian! Sekarang kirimi ibu uang, lagian pria itu kaya raya, masa kasih uang ibu saja pelit!”Kai langsung mendengar suara ocehan Mila saat ponsel Anna menempel di telinga. Dia geram karena Mila terus mengganggu istrinya.“Bukankah sudah kubilang jangan pernah mengganggu Anna lagi!” Suara Kai begitu dalam dan penuh penekanan.Anna yang ada di samping Kai sampai menggigit bibir seraya mencengkram tasnya begitu kuat.Di rumah Mila. Wanita itu sangat terkejut karena yang menjawab panggilannya Kai. Namun, bukannya takut, Mila malah berniat memanfaatkan Kai.“Tidak ada yang mengganggu, aku hanya ingin meminta hakku dari Anna,” ujar Mila dengan senyum liciknya, “bagaimanapun Ann
Saat siang hari. Rachel mendatangi perusahaan Kai karena Anna tidak membalas pesannya. Dia berjalan di lobi menuju lift dan bertemu dengan salah satu staff yang dulu hampir dipecat oleh Kai karena mencelakai Anna.“Bu Rachel,” sapa staff itu.Rachel mengangguk seraya tersenyum tipis.“Anda mau menemui Pak Kai?” tanya staff itu memberanikan diri.Rachel tahu, di perusahaan itu memang pernah ada rumor tentangnya dan Kai karena mereka sangat dekat. Itu hal bagus untuk posisi Rachel sehingga dia tidak mempermasalahkan rumor itu.“Sebenarnya aku--” Apa yang hendak dikatakan Rachel terjeda karena staff tadi kembali bicara.“Saya harap Anda segera menikah dengan Pak Kai agar tidak ada yang berani menggoda Pak Kai lagi,” kata staff itu.Dahi Rachel berkerut halus.“Maksudnya?” tanya Rachel memastikan.Staff itu agak mendekat saat melihat ekspresi terkejut Rachel. Dia menengok ke kanan dan kiri, lalu kembali bicara.“Pak Kai punya asisten baru, saya rasa asisten itu terus menggoda Pak Kai. Bahk
Kai terlihat tenang meski terkejut dengan ucapan Rachel. Teman? Sejak kapan Rachel berteman dengan Anna?Tatapan Kai langsung tertuju pada Anna yang juga sama terkejutnya seperti dirinya.Anna gelagapan saat melihat tatapan Kai dan Rachel yang tertuju padanya. Dia bingung harus bagaimana.“Kamu mau menemaniku makan siang, kan?” tanya Rachel dengan tatapan penh harap.“Itu ….” Anna ragu. Dia melirik pada Kai karena tak bisa membuat keputusan.“Kamu mengizinkan ‘kan, Kai? Aku tidak akan mengajaknya lama-lama, hanya makan siang saja?” tanya Rachel dengan tatapan penuh harap, membujuk agar pria itu memberi izin.“Pergi saja jika Anna mau, tapi saat jam makan siang. Ini masih jam kerja,” jawab Kai.Kai merasa tak punya alasan menolak, dia akhirnya membuat keputusan itu.Rachel langsung tersenyum lebar seraya menoleh pada Anna. Anna tidak punya pilihan sehingga dia mengangguk setuju.Saat jam makan siang tiba. Rachel benar-benar mengajak Anna makan siang di luar.Kai memilih makan di ruang
Anna benar-benar terkejut mendengar pertanyaan Rachel, apalagi wanita di depannya saat ini memberikan tatapan yang sangat tidak nyaman baginya.Rachel melihat Anna yang panik, tapi sedetik kemudian dia tertawa kecil sampai membuat Anna bingung.“Kamu tegang sekali,” ucap Rachel setelah melihat kepanikan Anna. Dia memang sengaja menunjukkan seolah dia baik dan hanya bercanda, padahal sebenarnya Rachel ingin melihat bagaimana respon Anna jika membahas soal perasaan.Melihat sikap Anna yang mudah tak enak hati, membuat Rachel semakin mudah untuk memanfaatkan Anna.“Aku yakin, kamu tidak akan menyukai Kai, kan? Lagi pula jika aku lihat, kamu ini professional, pasti kamu tak mencampur adukkan perasaan dengan pekerjaan,” ujar Rachel diakhiri senyum lebar lalu segera menyantap makan siangnya.Rachel sengaja mengatakan itu hanya agar Anna merasa tak enak hati, dengan begini Anna akan berpikir dua kali jika ingin memperdalam perasaan pada Kai.Apalagi Rachel tahu kalau hubungan Kai dan Anna ha
Rachel mengantar Anna kembali ke perusahaan setelah selesai berbelanja. Tak hanya sampai di depan perusahaan, Rachel juga ikut naik ke ruangan Kai karena ingin memberikan apa yang tadi dibelinya.“Maaf kalau aku mengajak Anna terlalu lama. Aku sangat senang bisa mengobrol dengannya,” ucap Rachel saat menemui Kai.Kai melirik pada Anna yang meletakkan tas di meja kerjanya yang terdapat di ruangan itu, sampai pandangan Kai tertuju pada sesuatu yang diletakkan Rachel di mejanya.“Ini untukmu,” kata Rachel.Kai menatap Rachel dengan kerutan samar di dahinya.Anna menoleh ke arah Rachel dan Kai, entah kenapa dia merasa sangat tak nyaman melihat sikap Rachel pada Kai.“Apa ini?” tanya Kai tak langsung menerima paper bag kecil itu.“Hadiah terima kasih karena waktu itu kamu begitu sigap membawaku ke rumah sakit,” jawab Rachel dengan nada suara yang dibuat semanis mungkin.Bukannya membalas ucapan Rachel, Kai malah langsung menatap Anna. Sikap Kai ini membuat senyum di wajah Rachel memudar,
Saat sore hari. Anna merapikan mejanya agar bisa segera pulang. Saat akan memasukkan ponsel ke tas, Anna mendapat pesan dari nomor tak bernama.Anna mengerutkan alis. Dia memandangi pesan itu, hingga baru sadar kalau nomor yang mengirim pesan adalah nomor milik Anser.[Kamu baik-baik saja?]Anna diam memandangi pesan itu, dia merasa bersalah karena menghapus nomor Anser, tapi dia juga harus lebih memikirkan perasaan Kai sebagai suaminya.Tak bisa terus mendiamkan yang akan membuat Anser salah paham, Anna akhirnya membalas pesan itu.[Aku baik-baik saja, kamu jangan cemas.]Setelah mengirim pesan itu, Anna kembali ingin memasukkan ponsel ke tas, tapi lagi-lagi Anser mengirimkan pesan.[Kai tidak menghukummu atau memarahimu karena aku menghubungimu?]Anna menghela napas pelan, lalu kembali mengetik pesan.[Kai sangat baik dan perhatian padaku. Meski dia kesal aku tak sepenuhnya jujur saat izin pergi denganmu dan Bella, tapi dia tidak pernah memperlakukanku kasar. Jadi, katakan pada Bell
Alex menipiskan senyum.“Apa kamu sedang besar kepala?”Rania mengerutkan alis. Dia melihat Alex mengulurkan tangan, Rania pikir Alex hendak menyentuhnya, tapi ternyata pria itu mencolek meja, lalu mengusap telunjuk dengan jempol.“Belum bersih,” kata Alex lalu melirik tajam pada Rania, “bersihkan ulang,” perintahnya kemudian.Setelahnya, Alex sedikit mundur dari Rania tapi tatapannya terus tertuju pada wanita itu. Dia lagi-lagi tersenyum miring, lalu pergi ke sofa.Rania menghela napas lega. Dia melirik pada Alex yang sekarang berjalan santai menuju sofa. Pria ini, benar-benar ingin mengerjainya setiap hari.**Saat jam istirahat, Rania pergi ke rooftop lagi untuk melepas beban yang dipikulnya. Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan kasar berulang kali.“Kamu di sini lagi.”Rania terkejut. Dia menoleh dan melihat Arion datang menghampirinya.“Tidak makan siang lagi?” tanya Arion sambil menatap pada Rania.Rania tidak menjawab, lalu melihat Arion mengulurkan roti.“Makanlah,
Setelah selesai memilah jagung dan memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal. Rania mendorong tempat makan ke hadapan Alex lagi.“Itu sudah semua saya pisah, apa ada lagi yang Anda perlukan?” tanya Rania dengan nada malas.Rania melirik pada Alex, pria itu membuat gerakan mengusir menggunakan tangan. Ekspresi wajah Rania begitu masam, pria di depannya ini benar-benar sombong.Rania segera bangun, lalu dia pergi dari ruangan itu sebelum semakin kesal melihat sikap Alex.Alex tersenyum tipis melihat Rania kesal. Dia memandang salad yang ada di meja, lalu mengambil alat makan dan mulai menyantap salad miliknya.Dia juga mengambil jagung yang tadi dipisah oleh Rania. Bukannya Alex tak suka, dia hanya ingin mengerjai wanita itu.“Dasar terlalu lugu,” gumam Alex lalu kembali memasukkan suapan ke mulut.**Saat sore hari. Rania membuat patahan leher dan memijat pundaknya. Akhirnya sehari ini bisa dia lalui dengan baik meskipun harus ada drama mengurus atasannya yang memberi perintah tak
Setelah jam istirahat usai. Rania kembali ke divisi untuk mulai bekerja lagi. Saat baru saja sampai di pantry, Rania terkejut melihat lampu merah menyala.“Sepertinya hari ini Pak Alex berulang kali memanggil,” gumam Herman.Rania menatap lampu itu terus berkedip. Mau tidak mau dia harus pergi ke ruangan Alex untuk melihat, apalagi yang pria itu inginkan.Rania mengetuk pintu ruangan Alex, lalu dia masuk dan melihat Alex duduk di sofa sambil menyapukan jari di atas tablet pintar.“Anda butuh sesuatu, Pak?” tanya Rania tetap sopan meski jiwanya ingin memberontak.“Bersihkan mejaku!” perintah Alex.Rania menoleh ke meja Alex, alangkah terkejutnya dia melihat meja Alex yang sangat berantakan.Berkas-berkas dibiarkan tergeletak begitu saja tak tertatap rapi, lalu ada tumpangan kopi yang dibiarkan sampai agak mengering.Rania benar-benar harus bersabar. Dia berjalan ke arah meja untuk mulai membersihkan, tetapi Alex kembali berkata.“Bersihkan sampai benar-benar bersih. Jika tidak, kamu ti
Rania memandang pada Alex, lalu tatapannya tertuju pada kertas dan pulpen yang berserakan di lantai.“Pungut semua!” perintah Alex.Rania tidak bisa mengelak karena sekarang bekerja untuk Alex. Dia berjalan mendekat lalu berjongkok di sisi kertas-kertas berserakan dan meletakkan nampan di lantai, setelahnya dia memunguti satu persatu kertas itu.Tanpa diduga, Alex ikut berjongkok, tapi bukan untuk membantu Rania memunguti kertas itu, melainkan untuk memberikan senyum ejekan pada wanita yang sudah menolaknya.“Tidak disangka, kamu menolak kerja di rumahku tapi malah bekerja di perusahaanku,” cibir Alex.Rania terdiam sesaat. Dia tak membalas atau menatap pada Alex. Rania fokus memunguti kertas-kertas itu, setelah selesai dia segera berdiri lalu meletakkan semua kertas itu di meja.“Apa kamu pikir harimu akan tenang dengan bekerja di sini?” Alex sudah berdiri dan kini menatap tajam pada Rania.Rania masih menurunkan pandangan, lalu berkata, “Jika sudah tidak ada yang perlu saya lakukan,
Rania benar-benar panik luar biasa melihat pria yang kini menatapnya dengan ekspresi wajah dingin. Dia masih mematung di tempatnya, sampai salah satu teman OB-nya menarik lengan Rania agar menyingkir dari jalan.“Selamat pagi, Pak.” Dua OB lain langsung membungkuk pada Alex dan Arion yang baru saja keluar dari lift.Alex berjalan dengan ekspresi wajah dingin tanpa menoleh Rania sama sekali, sedangkan Arion melirik pada Rania. Jadi, ini OB baru yang kemarin dipermasalahkan oleh atasannya itu.Rania masih bergeming dengan perasaan campur aduk. Di hari pertamanya bekerja, kenapa dia bertemu dengan pria yang membuat hidupnya kacau.“Siapa dia?” tanya Rania menoleh pada teman kerjanya.“Itu tuh, Pak Alex. Dia cucu pemilik perusahaan ini dan direktur di sini. Ya, meski dia masih direktur, tapi katanya sebentar lagi akan diangkat jadi presdir karena kemampuannya memimpin perusahaan,” jawab Herman–OB teman Rania.Rania merasakan jantungnya berdegup sangat cepat. Jadi, dia bekerja untuk pria b
Rania pergi ke rumah sakit dengan perasaan lega. Dengan bekerja di perusahaan itu, Rania bisa mendapatkan uang lebih banyak di siang hari dan bisa menjaga Abi saat malam hari.Rania berjalan di koridor rumah sakit menuju ruang inap Abi. Saat hampir sampai di kamar sang putra, Rania melihat dokter dan perawat masuk ke ruangan sang putra dengan sangat terburu-buru.Tentu saja hal itu membuat Rania sangat panik. Dia segera berlari ke kamar Abi, saat masuk sudah melihat dokter sedang menangani putranya.“Apa yang terjadi pada anakku?” tanya Rania sangat panik.“Kondisi Abi baru saja drop, Bu. Dokter sedang mengecek dan memberikan penanganan yang tepat,” jawab perawat.Rania menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Dia benar-benar ketakutan dan panik jika terjadi sesuatu dengan Abi.“Kumohon, Abi. Mama akan mengusahakan kesembuhanmu, tolong jangan terjadi apa-apa padamu, Sayang.”Rania terus memandang dokter yang sedang mengecek kondisi Abi. Bola matanya sudah berkaca-kaca, ketakutan memb
Hari berikutnya. Rania pergi ke perusahaan tempat Silvi bekerja. Dia datang lebih awal dan bertemu dengan Silvi yang ternyata menunggunya di depan perusahaan.“Syukurlah kamu datang awal,” ucap Silvi lalu menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan.“Aku tidak mungkin mengecewakanmu. Kamu sudah sejauh ini mau membantuku, jadi aku harus berjuang,” balas Rania.Silvi tersenyum lebar, lalu dia mengajak Anna segera masuk ke perusahaan karena kepala HRD ternyata sudah datang.Mereka masuk ke ruang HRD, lalu Silvi meninggalkan Rania bersama kepala HRD agar bisa diwawancarai.Rania memberikan surat lamarannya. Dia berdiri di depan meja kepala HRD sambil menunggu wanita itu membaca surat lamarannya.“Ternyata kamu sudah banyak pengalaman kerja di usiamu sekarang,” kata kepala HRD.Rania tersenyum dan mengangguk. “Iya, dan saya ahli menjadi cleaning service.”Kepala HRD tersenyum. “Terakhir kali kamu menjadi petugas kebersihan di klub malam, kenapa kamu keluar? Apa gajinya tidak mu
Alex berada di ruangannya menandatangani berkas-berkas yang bertumpuk di meja. Dia tidak fokus dalam bekerja, sampai beberapa kali membaca ulang berkas yang diserahkan padanya.“Apa ada masalah, Pak?” tanya Arion–sekretaris Alex.Alex melirik pada Arion, tapi tidak menjawab pertanyaan sekretarisnya itu. Dia segera membubuhkan tanda tangan, lalu menyerahkan berkas yang ditunggu oleh sekretarisnya itu.“Mana lagi yang butuh diserahkan hari ini?” tanya Alex sambil menatap satu persatu berkas yang ada di meja.“Stopmap merah, Pak,” jawab Arion sambil menunjuk ke stopmap yang dimaksud.Alex segera mengambil lalu membuka stopmap itu dan menandatangani berkas di dalamnya.Arion mengamati atasannya itu, sikap Alex beberapa hari ini memang sangat aneh. Jika mudah emosi itu sudah biasa, yang tak biasa itu karena Alex sering sekali melamun bahkan tidak fokus saat menghadiri rapat.Setelah Arion pergi dari ruangan Alex. Alex meletakkan pulpen yang dipegang lalu sedikit melonggarkan dasi yang tera
Saat sore hari. Anna duduk di teras sedang makan camilan bersama Stefanie. Dia terlihat sangat bahagia, di masa kehamilan bisa bersama orang-orang yang menyayangi dan memberinya banyak perhatian.“Suamimu pulang,” ucap Stefanie saat melihat mobil Kai memasuki halaman rumah.Anna tersenyum lebar, dia kembali memasukkan potongan semangka ke mulut lalu berdiri untuk menghampiri suaminya.Kai turun dari mobil yang baru saja terparkir sempurna di depan garasi mobil. Dia membuka bagasi mobil, lalu mengambil sesuatu dari dalam sana.Anna mengamati apa yang Kai bawa, suaminya membawa satu kantong plastik besar.“Itu apa?” tanya Anna penasaran.“Pesananmu,” jawab Kai lalu membuka plastik itu agar Anna melihat isinya.Mata Anna berbinar. Dia langsung mengambil kantong plastik berisi banyak mangga muda itu dari tangan Kai.“Terima kasih.” Anna mencium pipi Kai, lalu pergi meninggalkan suaminya tanpa mengajaknya masuk.Kai terkejut, bisa-bisanya dia diabaikan karena mangga muda.“Anna! Hati-hati