Kai sedang sibuk mengecek berkas sebelum menandatangainya. Sebagai seorang direktur utama di perusahaan keluarga, Kai memiliki tanggung jawab besar sejak dua tahun terakhir.
Saat Kai masih fokus menandatangani beberapa berkas, dia menerima pesan di ponselnya. Kai sejenak mengalihkan pekerjaan untuk mengecek pesan dari sopir yang mengantar Anna.
[Sepertinya terjadi sesuatu pada Nona Anna, Pak. Dia kembali dengan pipi lebam dan sepertinya baru menangis.]
Kai membaca pesan itu dengan ekspresi datar. Dia kemudian membuka video rekaman dari kamera di dalam kabin yang dikirimkan oleh sopirnya. Kai diam sejenak melihat video Anna hanya diam di dalam kabin seraya memegangi pipi.
Saat Kai masih fokus memperhatikan video itu, terdengar suara ketukan yang membuat Kai mengalihkan pandangan ke pintu.
“Masuk!” Kai mempersilakan.
Pintu ruangan itu terbuka, terlihat Tian masuk ruangan seraya membawa tablet pintar di tangannya.
“Saya sudah mendapatkan nama pemilik alamat itu, Pak.” Tian memberikan tablet pintar itu pada Kai.
Kai mengambil tablet pintar itu dari tangan Kai, lantas membaca informasi di dalamnya.
“Itu rumah kontrakan dengan nama Alvian sebagai pengontraknya,” ujar Tian menjelaskan.
Kai diam membaca informasi itu, lalu menatap pada Tian.
“Jadwalku selesai jam berapa?” tanya Kai.
Tian terkesiap. Tidak biasanya Kai bertanya jadwal pulang, biasanya sampai larut malam pun Kai akan tetap bekerja.
“Sore ini Anda masih ada pertemuan dengan Tuan William untuk membahas soal kerjasama pembangunan Cluster yang sudah kita sepakati sebelumnya,” ujar Tian menjelaskan.
Kai diam sejenak.
“Apa ada masalah? Anda mau saya membatalkan dan mengatur ulang pertemuannya?” tanya Tian karena melihat Kai seperti gelisah.
“Tidak,” tolak Kai. Dia mengulurkan kembali tablet pintar pada Tian.
“Dapatkan nomor telepon pemilik rumah itu dan segera kirimkan padaku!” perintah Kai.
Tian cukup terkejut. Namun, dia memilih tak bertanya. Tian mengiyakan lalu pamit dari ruangan itu.
**
Tak terasa malam menjelang, Anna berada di kamar karena belum ada tanda-tanda Kai pulang. Dia sendiri sejak seharian mengurung diri di kamar, meratapi nasib yang membawanya terombang-ambing menghadapi kehidupan yang menyedihkan.
Sampai waktu menunjukkan pukul delapan malam. Anna masih ada di kamar, berbaring di ranjang dengan tubuh lemas tak bersemangat, sampai dia mendengar suara pintu terbuka yang membuatnya terkejut.
Anna panik karena melihat Kai masuk kamar.
“Anda sudah pulang. Aku pikir Anda tidak pulang lagi,” ucap Anna tetap bicara formal pada Kai.
“Keluar, temani aku makan!”
Setelah memberi perintah. Kai berjalan keluar dari kamar Anna.
Anna terkesiap, tapi bukankah sudah biasa kalau pria itu bersikap dingin.
Anna segera merapikan penampilannya, dia tidak mengikat rambutnya agar bisa digunakan untuk menutupi pipi yang masih memerah karena tamparan dari Alvian pagi tadi. Tamparan keras itu benar-benar membuat pipi Anna lebam dan menyisakan kemerahan yang lumayan kentara.
Saat sampai di ruang makan. Anna melihat Kai yang sudah duduk di kursi meja makan tapi belum menyentuh piring. Ya, karena tugas Anna melayani Kai, tanpa disuruh Anna langsung membuka piring, lalu mengambilkan lauk yang entah sejak kapan disajikan di meja karena masih hangat.
“Duduk dan makan!” perintah Kai.
Anna tidak menjawab. Dia hanya melakukan apa yang Kai katakan. Dia memang belum makan sejak siang, tapi sebenarnya malas jika bukan karena perintah Kai.
“Pipimu kenapa?”
Pertanyaan Kai membuat Anna menatap pada pria itu. Entah karena Kai menyadari lalu memberinya perhatian atau apa, tapi sikap Kai yang dingin membuat pertanyaan itu sebuah kalimat penekanan.
“Bukan apa-apa,” jawab Anna.
Anna tak berani menatap pada Kai, hingga terdengar suara sendok diletakkan dengan kasar, membuat Anna terkejut lalu menoleh pada Kai.
Anna melihat pria itu sudah menatap datar padanya.
“Aku tidak mau tahu apa yang kamu lakukan. Tapi yang jelas aku ingin memperingatkanmu satu hal, kamu adalah istriku sekarang. Mau tidak mau, kamu harus menyandang status itu tanpa terkecuali. Dan, jika sampai kamu berhubungan dengan pria lain, kupastikan kamu menyesal!”
Anna menatap Kai yang bicara dengan penuh penekanan. Apa maksud ucapan Kai, apa pria itu tahu kalau dia menemui Alvian. Bukankah seharusnya Anna tidak terkejut, bisa saja sopirnya yang memberitahu.
“Aku tidak ada hubungan apa pun lagi dengan pria lain. Meski sebelumnya aku punya kekasih, tapi semua sudah berakhir hari ini,” ucap Anna jujur karena tak mau terlibat masalah lebih dalam dengan Kai.
Anna melihat tatapan Kai yang tak senang. Hingga pria itu berdiri, membuat Anna terkejut.
“Ikut ke kamarku!” Kai menarik tangan Anna.
"Ap-apa, kamar Anda?" Anna seketika panik. Dia menelan ludah saat melihat tatapan dingin pria itu.
Terima kasih yang sudah berkenan membaca kisah ini. Ini kisah Kai, anak Kaivan dan Eve. Semoga kalian terhibur dengan cerita yang saya suguhkan. Jangan lupa tinggalkan komentar kalian. Buku ini akan up setiap hari.
Terima kasih sudah mengikuti kisah Anna dan Kai sampai selesai. Dukungan kalian selama ini, sangat berarti bagi saya. Jika kalian ingin membaca buku-buku dari saya yang lain, kalian bisa mengunjungi profil saya. Nantikan juga buku baru karya saya yang lain. Terima kasih banyak sekali lagi. Sampai ketemu di buku selanjutnya :-)
Keesokan harinya. Alex baru saja bangun tapi tidak mendapati Rania di ranjang, Alex lantas bangun karena menebak istrinya pasti sedang sibuk di dapur.Saat Alex akan keluar dari kamar, dia melihat pintu kamar mandi terbuka, ternyata Rania baru saja di kamar mandi.Rania berdiri di ambang pintu dengan satu tangan disembunyikan di belakang punggung, lalu dia berjalan mendekat ke Alex.“Ada apa?” tanya Alex saat melihat tatapan Rania yang berbeda.“Tidak ada apa-apa,” jawab Rania.“Baiklah kalau begitu,” ucap Alex, “aku mandi dulu,” kata Alex lalu melangkah menuju kamar mandi.“Lex.” Rania memanggil sambil membalikkan badan ke arah Alex.Rania menatap Alex yang berhenti melangkah, lalu membalikkan badan ke arahnya.“Ada apa?” tanya Alex.Rania tersenyum, lalu mengeluarkan tangan yang sejak tadi disembunyikannya di belakang pinggang.“Aku hamil,” ucap Rania sambil memperlihatkan alat penguji kehamilan yang memiliki tanda plus.Alex terkejut sampai bergeming menatap Rania yang terus tersen
Setelah mendapat izin untuk bepergian, akhirnya Anna mengajak Rendra untuk menjenguk kakek buyutnya.Anna dan Kai baru saja turun dari pesawat. Anna menggendong Rendra, sedangkan Kai yang membawa koper mereka.“Kata Rania, nanti ada sopir Kakek yang menjemput kita,” ucap Anna sambil melangkah menuju pintu keluar bandara.Kai mengedarkan bandara, mencari sopir Abraham, sampai akhirnya dia melihat seorang pria berkemeja hitam mendekat sambil tersenyum ramah ke arah Kai dan Rania.“Siang Nona, Tuan.” Pria itu langsung mengambil alih koper dari tangan Kai. “Mari, mobilnya sudah siap di depan,” ucapnya lagi.Anna dan Kai pergi ke mobil, lalu mereka menuju ke rumah Abraham.Sepanjang perjalanan, Anna memandangi jalanan yang mereka lewati. Dulu dia ke sana untuk mendapat pengakuan, sekarang dia ke sana karena dirindukan.Setelah beberapa saat perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah Abraham. Saat tiba di sana, para pelayan sudah menyambut mereka di depan, bahkan Abraham dan Rania juga ada
Hari pertunangan Anser dan Queen pun tiba. Mereka melangsungkan pertunangan satu bulan setelah Anna melahirkan.Malam itu di ballroom hotel milik keluarga Kai, sudah ramai dengan para tamu yang datang untuk menyaksikan pertunangan Queen.“Aku tidak menyangka, dari teman sekarang malah jadi adikmu,” ucap Bella sambil menatap Anna.Anna menahan senyum, lalu merangkul pundak Bella.“Tidak masalah, bukankah malah bagus, kita semakin dekat,” balas Anna.Bella terharu, lalu memeluk erat Anna.“Iya, padahal dulu maunya kamu jadi kakakku, ya sudah bukankah tetap saja sama, sama-sama jadi adik,” ucap Bella.Anna tertawa, dia mengangguk-angguk sambil mengusap lengan Bella.Rania datang menggendong Rendra. Bayi itu tumbuh dengan baik, bahkan sekarang semakin gemuk.“Dia rewel, sepertinya mau minum,” kata Rania sambil menyerahkan Rendra ke dalam gendongan Anna.“Kamu lapar ya, Sayang?” Anna menimang Rendra, lalu pamit untuk pergi ke ruangan khusus agar bisa menyusui Rendra.Ballroom itu sudah pen
Malam itu di ruang inap. Hanya ada Kai, Alex, dan Rania yang menemani Anna di rumah sakit. Rania menawarkan diri di sana untuk membantu menjaga Rendra.“Kata Rania, Anna mengalami pendarahan tadi?” tanya Alex.“Ya, sempat membuat semua orang panik,” jawab Kai.Alex mengangguk-angguk kecil.“Syukurlah, setidaknya sekarang dia baik-baik saja,” ucap Alex.Kai mengangguk, lalu menoleh ke Rania yang sedang memberi susu dari botol karena Anna belum bisa mengeluarkan asi.“Apa Rania belum ada tanda-tanda hamil?” tanya Kai.Alex menggeleng.“Belum, tapi aku tidak mau memaksa, apalagi terburu-buru meskipun Kakek sangat berharap Rania hamil dan memberi cicit juga,” jawab Alex, “aku tidak mau dia sedih lagi jika hamil dan teringat pada Abi, putranya yang sudah meninggal.”Kai mengangguk-angguk paham.“Ya, tak perlu merencanakan apa pun, apalagi tentang kehidupan selanjutnya. Bukankah yang terpenting jalani saja, selama kalian bahagia, tidak masalah sama sekali,” ujar Kai.Alex mengangguk mengiyak
Anna akhirnya mulai bangun. Dia menoleh ke kanan dan melihat Stefanie yang sudah tersenyum padanya.“Bagaimana perasaanmu? Mana yang masih sakit?” tanya Stefanie penuh dengan perhatian.Anna melenguh kecil. Dia menggerakkan tubuhnya karena merasa tak nyaman dengan posisi berbaring sekarang.Stefanie langsung sigap berdiri, dia memastikan Anna merasa nyaman, lalu kembali duduk sambil memegang tangan Anna.“Kapan Mama datang?” tanya Anna tak menyangka sang mama sudah ada di sampingnya.“Sudah dari tadi, saat kamu ada di ruang persalinan,” jawab Stefanie.Anna mengangguk kecil.“Di mana bayinya?” tanya Anna dengan suara lemah. Dia mengedarkan pandangan tapi tak mendapati bayi yang baru dilahirkannya tadi.“Masih ada di ruang perawatan bayi. Kai dan Mami Eve ke sana untuk melihatnya. Kamu jangan cemas,” ucap Stefanie penuh dengan kesabaran dan kelembutan.“Bayinya baik-baik saja, kan?” tanya Anna dengan ekspresi cemas.“Iya, baik-baik saja,” jawab Stefanie.Anna bernapas lega sambil memej