Rachel terdiam beberapa saat, mencoba mencerna semuanya. Dia memejamkan matanya, mengingat apa yang terjadi tadi malam. Lalu ingatan itu keluar...
Saat ia mencondongkan tubuh ke pria yang duduk di sebelahnya, menggigit bibirnya dengan gairah yang tiba-tiba membara. Kemudian bayangan samar mereka berciuman dan meraba-raba satu sama lain melintas di kepalanya membuat pipinya memerah karena malu pada dirinya sendiri. Lift berdenting terbuka, lantai 68, kamar president suite, semuanya tergambar dengan jelas.
Ia menggigit bibirnya lebih keras saat ia berhasil mengingat semuanya.
Ia ingat ketika ia dengan penuh semangat melepas pakaian pria itu satu per satu dan melompat ke tubuh berototnya. Ia, Rachel Clarke, wanita menyedihkan yang tidak pernah tidur dengan pria mana pun karena terlalu sibuk memilih."Tunggu! Gawat! Bisakah kau minggir sebentar?" katanya gugup meminta pria itu untuk turun dari tempat tidur.
Dengan mengantuk pria itu bergerak, ia menutupi bagian bawah tubuhnya dengan bantal.
Rachel bergegas menyingkirkan bantal dan pakaian yang berserakan di tempat tidur. Ternyata tebakannya benar, disana, di atas sprei putih terdapat noda darah berwarna merah gelap yang sudah mengering sejak tadi malam. Ia menutup mulutnya dengan tangan, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Apa itu?" tanya pria itu mendekat untuk melihat noda darah di atas sprei putih itu.
"Tidak mungkin! Apakah kau masih perawan?" tanyanya sama terkejutnya dengan Rachel.
"Kau bercanda ya? Apakah kau lupa dengan apa yang terjadi tadi malam?!" Rachel membentak dengan gusar lalu tangannya mulai memunguti pakaiannya satu per satu dari atas lantai.
Pria itu mengerutkan kening, "Aku ingat tentang semua hal yang kita bicarakan di ruang dansa, tetapi apa yang kita lakukan di kamar ini, hmm semuanya agak abu-abu..." katanya dengan cemberut. "Apakah kau menyesalinya? Maksudku, kau pasti ingin pengalaman pertamamu lebih berkesan, bukan?" kata pria itu dengan wajah pengertian.
"Oh, diamlah!" bentak Rachel. Ia bergegas menjauh dari pria itu dan berjalan cepat ke kamar mandi untuk berpakaian. Ketika ia kembali ke kamar, pria itu sudah mengenakan celana dan kemejanya.
"Oke, bisakah kau menjelaskan semuanya sekarang?!" Rachel berkata dengan tangan terlipat di depan dada."Tentu, tapi aku butuh secangkir kopi, kau mau juga?" pria itu berkata dengan santai yang membuat Rachel semakin kesal, apakah pria di depannya itu semacam sosiopat atau semacamnya?
"Rachel? Kau ingin kopi apa? Espresso? Cappucino? Latte?"
"Apa kau bilang? Rachel? Bagaimana kau bisa tahu namaku? Kita tidak saling menyebutkan nama satu sama lain tadi malam, bukan?" ia bertanya dengan hati-hati.
Lelaki itu menghela nafas panjang, "Aku berjanji akan menjelaskan semuanya, jadi kau mau kopi apa? Aku harus pesan sekarang," katanya sambil mengangkat interkom.
Rachel memutar bola matanya, "Aku tidak peduli, pesanlah sesukamu!" katanya sambil melemparkan dirinya ke sofa. Di kepalanya bayangan ia berbaring di tempat tidur dengan pria yang bergoyang di atasnya terus-menerus menari membuatnya merasa sangat malu dan terangsang pada saat yang bersamaan. Tidak ada percakapan di antara mereka sampai akhirnya bel pintu berbunyi dan kopi pesanan pria itu tiba.
"Oke, sekarang kau tidak punya alasan! Minumlah kopi bodoh itu dan jelaskan padaku semuanya!" Rachel membentak dengan tidak sabar.
Pria itu menyesap double espresso-nya dengan perlahan lalu menatap Rachel yang memelototinya.
"Tadi malam kau mengoceh tentang hutang yang kau miliki kepada beberapa bank, tentang sertifikat rumah yang kau gadaikan, dan kartu kredit yang sudah tidak bisa kau gunakan..."Wajah Rachel semerah tomat, bahunya melorot, mulai kehilangan kepercayaan diri. "Apa katamu?" bisiknya tak percaya.
"Sebelum aku benar-benar mabuk aku merekam video sebagai bukti, kau ingin melihat?" kata pria itu sambil menggeser ponselnya dan menunjukkan sebuah video yang sedang berputar disana. Dengan tangan gemetar, Rachel meraih video itu dan menekan tombol 'play' tak lama kemudian rekaman dirinya yang duduk di sebelah pria itu terlihat jelas.
Dalam rekaman itu, ia terlihat sangat konyol dan memalukan. Dalam keadaan mabuk ia terus mengoceh tentang hutang yang membuatnya ingin pindah negara, ia bahkan mengatakan bahwa tidak masalah baginya menikah dengan pria kaya selama hutangnya terlunasi.
Kemudian kamera beralih ke pria itu, dan ia berkata, "Aku membutuhkan seorang wanita untuk segera kunikahi karena suatu alasan, kontrak berlaku selama dua tahun, setelah itu kita akan bercerai secara baik-baik, aku akan memberikan kompensasi yang cukup bagus untukmu."
Kamera beralih ke Rachel yang tertawa terbahak-bahak, "Apakah kau bercanda? Memangnya kau punya uang? Bukankah kau hanya seorang pengawal?" katanya, termakan oleh asumsinya sendiri. "Tentu saja aku punya uang, aku pemilik hotel ini, mari berkenalan secara formal, aku Nicholas Anthony, pendiri, dan CEO The Anthony's Hotel..."Kembali ke dunia nyata, Rachel memelototi pria yang mengaku sebagai Nicholas Anthony dengan mata terbelalak. "Kau berbohong bukan?" desisnya sedikit takut.
"Tonton saja sampai selesai," katanya sambil menyandarkan punggungnya dengan santai.
Rachel menekan tombol putar dan mulai menonton lagi. Dalam video tersebut, pria tersebut menunjukkan dompetnya dengan ID di dalamnya, ia bahkan mencari namanya sendiri di mesin pencari internet untuk membuat Rachel percaya padanya.
Rachel tampak tergoda disana, ia menggigit bibirnya, menatap pria itu seolah menilai dan mempertimbangkan.
"Oke, lunasi hutangku dan ganti rugi tiga juta dolar agar aku tidak harus bekerja seumur hidupku!" katanya setengah bercanda. Tapi pria itu mengangguk, "Oke deal!" kemudian kamera bergerak ke arahnya saat ia mengeluarkan ponsel lain dari sakunya. "Aku sudah menyiapkan kontrak ini karena aku tahu aku akan menemukan orang yang tepat di waktu yang tepat, isi nama dan ID-mu di bagian yang kosong, dan jangan lupa tanda tangani..."Rachel mematikan video itu dengan wajah tercengang, ia berbalik menatap pria itu dengan takjub. "Jadi, kau benar-benar Nicholas Anthony?" bisiknya kaku.
Nicholas Anthony mengangguk, "Ya, aku adalah dia," jawabnya sambil mengangkat bahu. "Bagaimana? Tanda tanganmu cukup valid, bagaimanapun kau tidak akan rugi, semua wanita ingin menikah denganku! Rachel? Kau baik-baik saja? Rachel!" bentaknya saat melihat Rachel pingsan karena terlalu terkejut. Dia jatuh ke meja, menabrak cangkir kopi, dan menumpahkan semua isinya. Kepalanya sangat sakit, segalanya terlalu mengejutkan...
*****
Beberapa minggu kemudian,"Aku tidak percaya diri dengan tubuhku..." bisik Rachel ketika Nicholas mencoba membuka resleting gaunnya. "Jangan merasa seperti itu, kau wanita paling seksi yang pernah kukenal dalam hidupku..." kata Nicholas, mencium bagian belakang lehernya. Gaun Rachel jatuh ke lantai, hanya menyisakan bra dan celana dalam. Dia memejamkan mata, menikmati setiap sentuhan bibir Nicholas di kulitnya.Dia mengangkatnya dan membaringkannya di tempat tidur dengan lembut. "Kau hanya perlu berbaring dengan santai, aku akan melakukan segalanya..." gumam Nicholas dan mulai menurunkan celana dalam Rachel. "Jangan masuk ke sana, aku tidak ingin kita menyakiti bayi itu," kata Rachel saat Nicholas mulai membenamkan wajahnya di antara pahanya. Nicholas mendongak, dia tersenyum, "Apakah kau merasa tidak nyaman? Maksudku tidak apa-apa, kita bisa melakukannya lain kali?" katanya Nicholas dengan ringan.Rachel berdeham, pipinya memerah, "Entahlah, aku hanya, kau tahu kehamilan ini adalah s
"Rach, haruskah kau membeli sebanyak itu?" kata Nicholas, menatap tumpukan makanan yang dijejalkan Rachel ke dalam bagasi mobil."Julia pasti punya banyak teman di sel nya, bagaimana kita bisa membawanya hanya sedikit makanan? Kau benar-benar pelit!" celoteh Rachel setengah bercanda."Jadi sekarang kau teman dekat Julia atau apa? Kenapa kau begitu peduli padanya padahal dia pernah membahayakan nyawamu," gertak Nicholas saat mengemudikan mobilnya ke Pulau Rikers."Dia sudah bilang maaf, setiap orang selalu punya kesempatan kedua," kata Rachel acuh tak acuh. Dia membuka keripik kentang dan sibuk memasukkannya ke dalam mulutnya.Nicholas tersenyum bangga pada wanita yang duduk di sebelahnya, "Kau selalu mengejutkanku sepanjang waktu, aku tidak menyangka kau bisa bertindak begitu dewasa seperti ini, jangan salahkan aku jika aku akan terus memujimu setiap hari, " ucapnya tulus."Ya Tuhan Nic, kau harus berhenti memujiku! Aku bisa terbang ke langit dan merusak atap mobilmu!" Rachel bercanda
"Apakah itu Lucy? Lucy temanku?" Rachel bertanya ketika dia melihat Nicholas menutup telepon. Nicholas menggaruk kepalanya, "Ya...""Mengapa kamu mematikan panggilan?" Rachel semakin curiga."Um, aku hanya sedang tidak ingin bicara," kata Nicholas gugup yang hanya membuat Rachel menyipitkan mata ingin tahu.Telepon Nicholas berdering lagi, Lucy.“Kau masih tidak mau menerimanya juga? Jika kamu tidak memiliki rahasia yang kau simpan, terima telepon dan pasang di pengeras suara agar aku bisa mendengar apa yang kalian bicarakan,” kata Rachel dengan tangan terlipat di dada.Dengan ragu Nicholas menekan tombol hijau,"Nic! Kau gila ya! Kenapa kamu menolak panggilanku? Jadi kau sudah bicara dengan Nenek?! Beritahu Nenek ibuku akan datang malam ini! Okay? Halo? Nico kau di sana kan?"Rachel terperangah, dia menatap Nicholas dengan mata terbelalak."Lucy, apa yang kau bicarakan?""Astaga! Rachel? Apakah itu kau?""Ya, ini aku! Jadi apa yang kalian sembunyikan dariku!” katanya kesal."Lucy, ku
Dia mendengar suara siulan yang semakin dekat, Rachel mencengkeram benda di tangannya dengan erat, sebelum itu, dia berusaha sangat keras sehingga dia akhirnya berhasil melepaskan tangannya dari borgol, dia tidak yakin apakah ibu jarinya patah atau tidak tapi rasa sakit yang dia rasakan tak tertahankan.Pintu terbuka, Trey Cole muncul dengan wajah polosnya."Hanya seorang pengantar makanan, aku tahu kau lapar, aku membelikan pizza untukmu!" katanya riang. Rachel terdiam, dia yakin Trey Cole benar-benar kehilangan akal sehatnya."Buka mulutmu," katanya, mengangkat sepotong pizza tinggi-tinggi dan memasukkannya ke mulut Rachel, "Aku tidak bisa memakannya, mendekatlah sedikit," kata Rachel, sedikit gemetar. Dia tahu jika rencananya gagal, Trey mungkin akan marah dan dia mungkin akan melakukan sesuatu yang lebih gila lagi.Trey tersenyum, dia melangkah maju sambil menyodorkan pizza ke mulut Rachel, saat itulah Rachel bergerak cepat. dia menyetrum Trey dengan alat setrum portabel yang diti
Rachel menatap layar ponselnya, menunggu kabar dari Nicholas, tetapi sampai satu jam kemudian tidak ada panggilan sama sekali. Dia mendorong kursi rodanya ke sekeliling ruangan dengan gugup, apa yang harus dia lakukan? Ini semua salahnya, Trey Cole bertingkah gila karena kesalahannya. dia seharusnya sudah mengantisipasinya sejak awal, semuanya sudah terlambat.Saat dia menggigit kukunya dengan gugup, dering telepon mengagetkannya. Dari Lucy,"Ya! Kabar baik please!" katanya cemas."Aku berhasil menghubungi Michael Ford, ini benar-benar mengejutkan, dia masuk ke kantor Michael dan mengambil dokumen begitu saja, dia mematikan semua CCTV tetapi dia lupa CCTV yang terselip di tumpukan dokumen, Mike sedang melakukan sesuatu sekarang," kata Lucy cepat."Syukurlah Lucy, aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan tanpamu, terima kasih banyak! Aku selamanya berhutang budi padamu!""Omong kosong! Aku hanya melakukan hal-hal kecil! Jadi bagaimana Nenek?"Rachel menarik napas dalam-dalam,"Aku masih
"Wow! Ada apa dengan semua makanan sehat ini? Apakah kau dirasuki oleh hantu yang sehat atau semacamnya?” celoteh Lucy saat melihat Rachel makan semangkuk besar sup sayuran dengan potongan ikan Dory di dalamnya. Rachel tersenyum kecil, tidak mengatakan apa-apa.Lucy menutup mulutnya,"Tidak mungkin! Kau tidak benar-benar hamil kan?!" katanya kaget.Rachel hanya mengangkat bahu sebentar membuat Lucy semakin penasaran."Rach! Katakan padaku!" tuntut Lucy, sambil memegang bahu Rachel."Kau akan menjadi bibi...""AAAAAAAH!" Lucy berteriak gembira, dia memeluk Rachel dengan hangat, tetapi beberapa detik kemudian dia melepaskannya perlahan, wajahnya berubah."Tapi bagaimana dengan hubunganmu? Maksudku, apakah Nicholas...""Dia bersedia mempertimbangkannya, aku yakin begitu dia memulai sesi terapinya, semuanya akan baik-baik saja," kata Rachel dengan keyakinan penuh.Lucy tersenyum lebar, "Aku senang melihatmu seperti ini, lihat senyum di wajahmu, itu sangat tulus dan murni..."Rachel melamb