Share

Istri Kontrak Tuan Anthony
Istri Kontrak Tuan Anthony
Penulis: Ms. Bloomwood

Your Future Husband

"Hei, kau sudah pulang?" kata Lucy saat Rachel baru saja masuk ke apartemen dengan wajah muram.

Rachel tersenyum tipis, "Hei Lucy, kau tidak pergi dengan Charles?" tanyanya, melepas sepatu hak tingginya dan meletakkannya di lemari sepatu.

"Yup! Charles akan menjemputku sebentar lagi. Rach, ada tiga panggilan hari ini dan ketiganya dari Bank, mereka menagih pinjaman. Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya Lucy agak cemas.

Rachel mencoba tersenyum, "Ya tentu saja semuanya baik-baik saja! Hanya sedikit terlambat dalam pembayaran, itu saja! Jangan khawatir! Semua akan baik-baik saja," katanya riang.

Tapi Lucy tidak terpengaruh, dia menatap Rachel dengan pandangan menyelidik.

"Kau tidak sedang bokek kan?"

"Tidak! Aku hanya lupa membayar tagihan, itu saja! Kamu mau Pannacotta? Aku membelinya dalam perjalanan pulang," gumam Rachel mencoba mengubah topik pembicaraan. Lucy mengambil kantong kertas Pannacotta dari Rachel dengan cemberut, "Kau tidak berbohong, kan? Kau tahu kau selalu bisa mengandalkanku," katanya dengan sungguh-sungguh.

Rachel tertawa, "Tentu saja tidak! Aku pasti akan memberitahumu jika aku dalam masalah, jangan khawatir! Oke? Sekarang, aku akan bersih-bersih dulu! Singkirkan ekspresi khawatir itu dari wajahmu!" katanya sambil berjalan ke kamarnya.

Rachel menutup pintu kamarnya dengan erat, dia menarik napas dalam-dalam, panik. Segera semua penagih bank mungkin datang ke apartemennya atau mungkin ke rumah orang tuanya. Bagaimana ia bisa mengatasi kekacauan yang dia buat? Ia melemparkan dirinya ke tempat tidur, menatap langit-langit dengan pikiran yang kacau.

Tiga tahun lalu, ia mendapat pekerjaan di sebuah firma hubungan masyarakat New York yang bergengsi dan itu mengubah hidupnya sepenuhnya. Gaya hidupnya mulai berubah, ia tinggal bersama sahabatnya di sebuah apartemen mahal di kawasan Wset Central Park yang sewanya meski sudah di bagi dua, ternyata masih terlalu mahal dibandingkan gaji yang ia terima sebagai staf PR biasa. Ia juga mulai sering membeli barang-barang mewah agar bisa bersaing dengan rekan-rekannya di kantor. Setiap kali Lucy mengingatkannya, ia selalu mengatakan bahwa ia perlu memperbaiki gaya hidupnya untuk mengimbangi kliennya.

Rachel meminjam uang dalam jumlah besar dari beberapa bank, menggesek kartu kreditnya hingga tak bersisa, dan bahkan menggadaikan sertifikat rumah orang tuanya hanya untuk memuaskan kegilaan belanjanya.

"AAAAAAARGH!" ia berteriak ke bantal, melepaskan beban di dadanya. Apa yang harus dia lakukan?! Ia tidak bisa meminjam uang sebanyak itu dari Lucy, Lucy telah membantunya terlalu banyak. Ia harus melakukan sesuatu! Jika orang tuanya menyadari bahwa ia menggadaikan sertifikat rumah mereka, hidupnya akan selesai.

"Rachel, kau tidur?" ketukan dipintu mengagetkannya. Rachel segera turun dari tempat tidur dan membukakan pintu untuk Lucy yang menunggu di depan.

"Ada apa?" ia bertanya, memasang wajah ceria.

Lucy memberikan sebuah undangan kepadanya, "Aku tahu kau sedang tidak dalam suasana hati yang baik tetapi beberapa gelas anggur gratis pasti akan menyenangkanmu, datanglah ke pesta ini, Charles dan aku, kami ingin pergi ke tempat lain," katanya dengan kedipan mata.

"Bukankah ini acara premium untuk orang kaya? Kau dan Charles pantas berada di sana, tetapi tidak dengan aku, tidak ada yang akan mengenaliku disana dan aku akan terlihat bodoh di antara para konglomerat itu," gumam Rachel sambil mengulurkan tangannya, mengembalikan undangan itu kepada ke Lucy.

Lucy memutar bola matanya "Oh ayolah! Kau terbiasa bergaul dengan kelas atas, pakai saja pakaian terbaikmu! Siapa tahu kau akan bertemu jodohmu di sana! Aku akan tinggal di Los Angeles selama seminggu , jangan nakal saat aku pergi! Bye, Rach, love you!" ocehnya, ia berjalan dengan cepat sambil melambaikan tangannya, meninggalkan Rachel yang menatap undangan di tangannya dengan bingung.

"Sial, haruskah aku pergi?" Rachel mengoceh pada dirinya sendiri, ia punya dua pilihan. Pergi ke acara bergengsi itu untuk menikmati anggur dan makanan gratis dan kemudian pulang dengan perut kenyang atau menghabiskan Sabtu malamnya di apartemennya sendirian memikirkan hutangnya yang tidak akan terbayar dengan sendirinya. Setelah berpikir sejenak, ia akhirnya memutuskan untuk pergi.

Tema pestanya adalah 'topeng misterius', Rachel cukup beruntung, ia memiliki topeng perak bagus yang ia beli tahun lalu untuk pesta Halloween. Ia mengenakan gaun hitam terbaiknya, membalut kakinya dengan stiletto dua belas inci, dan menata rambutnya dengan sanggul sedikit berantakan yang menakjubkan. Setelah merasa percaya diri dengan bayangannya di cermin, ia turun ke lobi apartemen, menghentikan taksi, dan pergi ke hotel bintang lima di kawasan Soho tempat pesta diadakan.

Rachel membaca undangan di tangannya yang diukir dengan tinta perak, tertulis disana : Pesta Ulang Tahun Nicholas Anthony. Ia mengerutkan keningnya, ia sepertinya pernah mendengar nama itu tetapi tidak ingat di mana. Yang jelas pria itu pasti salah satu konglomerat New York karena daftar tamu undangannya sangat mengesankan, bahkan wakil presiden Amerika Serikat pun akan hadir.

Lalu lintas Kota New York cukup padat, lima menit kemudian Rachel tiba di hotel tempat pesta diadakan. Dia turun dari taksi dan merasa rendah diri ketika melihat orang lain turun dari mobil mewah mereka. Dia mencibir, iri bahwa tidak peduli seberapa keras ia bekerja, ia tidak akan pernah menjadi kaya seperti mereka.

Dengan dagu terangkat tinggi ia berjalan ke tempat pemeriksaan.

"Selamat malam, Ms. Lucy Fergusson? Apakah Anda datang sendiri?" tanya satpam itu.

"Ya," jawab Rachel singkat. Matanya tertuju pada souvenir pesta yang tertata rapi tidak jauh darinya, tidak sabar untuk melihatnya.

Setelah memindai barcode undangan ke komputer, Rachel akhirnya diizinkan masuk. "Nikmati pesta Anda, Ms. Fergusson!" kata satpam itu nyaris tanpa senyum.

"Terima kasih!" jawab Rachel sambil berjalan cepat ke meja dengan hadiah pesta di atasnya.

"Boleh aku tahu apa isinya?" tanyanya pada seorang wanita yang berdiri di samping meja.

"Gantungan kunci emas dari Tiffany," kata wanita itu singkat, memperhatikan Rachel sambil mengunyah permen karet.

Rachel mencibir, bagaimana hotel bisa mempekerjakan wanita menyebalkan seperti dia?

"Bolehkah aku memilikinya?" ia bertanya, berusaha menjaga dirinya tetap ramah.

"Ya, tentu," jawab wanita itu santai.

"Um, sebenarnya aku datang dengan pacarku, bisakah aku mendapatkan dua?" ia berbohong meskipun tidak sepenuhnya ,karena pada kenyataannya Lucy seharusnya pergi dengan Charles malam itu.

Wanita itu mengunyah permen karet lebih cepat saat matanya menatap Rachel.

"Tentu," katanya sambil mengangkat bahu. Dia mengulurkan bukan dua, tetapi empat kotak suvenir kepada Rachel, yang dengan senang hati menerimanya.

"Ternyata kau tidak semenyebalkan yang aku kira! Terima kasih, selamat bekerja!"

Wanita itu menyeringai, "Dan kau tidak sekaya yang aku kira," jawabnya santai tetapi berhasil membuat wajah Rachel memerah seketika.

Pesta itu digelar di sebuah ballroom hotel yang baru disadarinya bernama The Anthony's, yang artinya properti itu milik orang yang berulang tahun, Nicholas Anthony. Ia memasuki ruang perjamuan dan seketika suasana hatinya membaik. Ia mengambil dua gelas anggur yang dibagikan pelayan dan menyesapnya dengan cepat. "Ah, minuman gratis memang selalu enak!"

Ia berjalan menuju gerai makanan dengan tergesa-gesa, "Ya Tuhan! Kaviar! Abalon dengan White Truffle! Apakah ini surga?!" gumamnya sambil mengambil makanan satu per satu dan memakannya dengan rakus.

"Kau terlihat sangat menikmati pesta," tiba-tiba seorang pria bertopeng hitam metalik menyapanya.

Ia berbalik, mengangguk, dan tersenyum dengan mulut penuh kaviar. Ia mengabaikan pria itu dan kembali fokus pada makanan yang ingin ia cicipi.

"Mau makan dengan lebih nyaman? Ada sebuah ruangan di sana, kau bisa meminta pelayan untuk membawakan makanan dan minumanmu ke sana," kata pria itu sambil menunjuk ke suatu tempat.

"Benarkah? Apakah itu diperbolehkan?" tanyanya ragu-ragu.

"Ya, kenapa tidak," jawab pria itu sambil mengangkat bahu.

"Oke! Aku ikut!" kata Rachel bersemangat, ia ada di tengah pesta, tidak ada yang akan menyakitinya.

"Jadi kau sama seperti aku? Tidak mengenal siapa pun di pesta ini?" Rachel bergumam, melirik pria jangkung berbadan tegap yang berjalan di sampingnya.

"Ya," jawab pria itu, pandangannya masih lurus ke depan.

Rachel menepuk punggung pria itu dengan ringan, menunjukkan empati.

"Tidak apa-apa, sangat sulit untuk masuk ke pergaulan orang-orang kaya, tetapi aku akan mengajarimu bagaimana caranya," katanya enteng.

Pria itu tersenyum tetapi ia tidak mengatakan apa-apa.

Rachel mengikuti pria itu menaiki tangga dan berjalan ke sebuah ruangan.

"Bagaimana kau bisa tahu tempat ini? Apakah kau mengenal baik Nicholas Anthony?" ia bertanya dengan heran. Ia melihat sekeliling ruangan, semua barang di ruangan itu terlihat sangat mewah. Ia menatap tajam pria di hadapannya. "Apakah kau adalah pengawal Nicholas Anthony?" ia berbisik curiga.

Pria itu melambaikan tangannya, "Tidak masalah siapa aku, bukankah lebih baik jika kita tidak saling mengenal?" katanya sambil mengetik di ponselnya.

Rachel mengangkat bahu, "Yah, oke, aku bisa mengerti jika kau takut identitasmu terungkap, Nicholas Anthony pasti akan memecatmu, bukan?" ocehnya sambil melemparkan dirinya ke sofa berwarna khaki yang lembut.

Tiba-tiba pintu diketuk dan dua orang pelayan datang dengan troli berisi makanan dan minuman di atasnya.

"Wow! Kamu benar-benar luar biasa!" kicau Rachel sambil mengambil sepotong Cheese Cake dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

Pria itu mendengus dengan tawa, ia mengusir kedua pelayan itu dan duduk di seberang Rachel.

"Oke, aku akan mabuk malam ini! Tuan Tanpa Nama, bisakah kau menuangkan vodka untukku?" Rachel berkata dengan tidak sabar.

"Untuk kehidupan yang menyebalkan!" ia berteriak, mengangkat gelas vodkanya tinggi-tinggi.

Pria itu mengangguk, "Untuk kehidupan yang menyebalkan!"

Waktu berlalu begitu cepat sehingga tanpa disadari Rachel telah menghabiskan bergelas-gelas vodka yang membuatnya sangat mabuk. Hal terakhir yang ia ingat adalah ketika ia menandatangani sesuatu di ponsel pria itu.

*****

"Siapa kau?!" teriak Rachel ketika dia bangun di pagi hari dan mendapati dirinya telanjang bulat dengan seseorang yang mendengkur pelan di sampingnya.

"Aku calon suamimu, apakah kau lupa apa yang terjadi tadi malam?" kata pria itu dengan mata setengah tertutup.

"No way!" teriak Rachel, tak percaya dengan apa yang di dengarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status