Share

Bab 4

Brianna membuka mata, dan menyadari dia berada di dalam mobil. Matanya samar-samar melihat kilau lampu jalanan, perlahan-lahan pandangan matanya semakin terlihat lebih jelas. Dia sedang terbaring di jok belakang mobil.

"Kamu sudah sadar?" Suara Steven dari belakang kemudi membuat pikiran Brianna menjadi lebih sadar. Dia terduduk dan menemukan mata Steven melihatnya dibalik kaca spion.

"Aku kenapa?" Tanya Brianna lemah.

"Kamu pingsan lagi. Kenapa kamu selalu pingsan saat bersamaku? Kalau kamu lemah, jangan minum, jangan bekerja di kelab malam."

"Kita mau kemana?"

"Aku akan mengantarmu ke rumah sakit." Jawab Steven.

"Jangan! Jangan kerumah sakit.. Aku hanya terlalu banyak minum, minum pereda mabuk sudah cukup, tidak perlu ke rumah sakit."

Brianna panik mendengar Steven akan membawanya ke rumah sakit. Kantongnya sudah cukup terkuras untuk membayar sewa kontrakan. Dia tidak punya lagi uang untuk membayar rumah sakit. Brianna tahu dia mempunyai sakit maag yang cukup parah. Dia hanya perlu minum obat maag yang selalu ada di tasnya.

Steven menatapnya tajam dari balik kaca spion, mengirimkan sensasi dingin ke tulang punggung Brianna.

"Kumohon Steve..." Brianna membalasnya dengan tatapan pilu. Entah mengapa hati Steven melembut mendengar permintaan Brianna.

"Baiklah, aku akan antar kamu kerumahmu." Kata Steven pelan tapi juga dingin.

"Tidak perlu. Turunkan saja aku dipinggir jalan."

"Kamu pikir ini jam berapa, Brie? Tidak ada bus atau taksi lagi jam segini. Kamu mau pulang jalan kaki? Aku antar kerumahmu atau ke rumah sakit?" Kesabaran Steven mulai hilang.

Brianna tidak mungkin membuat Steven mengantarnya ke rumah sakit. Tapi dia juga tidak mau Steven melihat kontakannya yang bobrok. Tapi lebih baik dia pulang ke rumahnya daripada dia harus membayar rumah sakit.

Lima menit kemudian mobil mewah Steven berhenti di sebuah gang. Didepannya terlihat bangunan rumah susun yang sangat sederhana.

"Kamu tinggal disini?" Tanya Steven mengernyitkan dahinya.

Sebenarnya Steven sudah tahu dimana Brianna tinggal. Dia memerintahkan asistennya menyelidiki Brianna, dan tahu alamat tempat tinggal Brianna. Tapi jauh dari pikirannya kalau tempat tinggalnya sekumuh ini.

Seingat Steven dulu Brianna tinggal dirumah yang mewah. Ayahnya adalah seorang pengusaha perhiasan yang cukup ternama di kota itu.

'Mengapa dia menyewa rumah ditempat seperti ini?' batin Steven.

"Ya. Terima kasih sudah mengantarkanku." Brianna membuka pintu mobil dan keluar dari mobil mewah Steven. Dengan cepat Steven keluar dari mobil juga mengikuti Brianna. Dia memegang pergelangan tangan Brianna dan menariknya ke pelukannya.

"Aku bisa memberimu uang untuk keluar dari tempat kumuh ini, Brie. Bahkan kamu tidak perlu bekerja lagi di kelab malam itu." Steven berkata dengan suara yang menggoda.

"Lepaskan aku Steven!" Brianna mendorong dada Steven, mencoba membebaskan diri dari pelukan pria itu. Namun dia menyerah beberapa detik setelahnya. Brianna sadar tenaganya tidak cukup besar untuk menyingkirkan tubuh kekar Steven.

"Kumohon, lepaskan aku dan kita bicara baik-baik." Brianna berkata lemah dan memelas.

Steven melepaskan pelukannya dengan enggan.

"Sekarang katakan apa maumu?" Tanya Brianna dengan suara serak.

"Menikahlah denganku."

"Apa?" Brianna terkejut.

"Menikah denganku!" Nada Steven sangat bertekad.

"Bukankah kamu ingin tidur denganku? Kalau kamu hanya ingin tubuhku, buat apa repot-repot menikah denganku? Katakan saja ingin tidur beberapa kali? Aku akan memuaskanmu." Brianna tersenyum dingin. Jauh didalam dirinya dia merasa terluka karena Steven memandang rendah dirinya.

Steven memperpendek jarak diantara mereka. Wajah mereka hanya berjarak beberapa sentimeter. Steven memegang wajah Brianna, "Kamu salah. Memang benar aku ingin tubuhmu, benar aku ingin tidur denganmu, tapi aku ingin tidur dengan istriku sendiri, istri yang sah."

'Apa sebenarnya yang direncanakan Steven. Tidak mungkin dia masih mencintaiku kan? Atau ini adalah caranya membalas dendam kepadaku?' Suasana menjadi sunyi, tidak ada suara yang keluar dari mulut Brianna..

"Kalau kamu menikah denganku, aku akan memberimu biaya hidup yang lebih dari cukup. Kamu tidak perlu lagi tinggal di tempat kumuh ini, aku punya apartemen di kota, kamu bisa tinggal disana. Kamu juga tidak perlu bekerja di kelab malam."

"Aku baik-baik saja dengan hidupku." Brianna berjalan dengan cepat berjalan menjauhi Steven.

"Kamu sibuk mabuk-mabukan, kamu bilang itu baik-baik saja? Kamu lebih memilih minum-minum bersama orang yang tidak kamu kenal dan menggoda pria-pria itu daripada menikah denganku?"

Brianna menghentikan langkahnya, dan mengepalkan tangannya. Kata-kata Steven melukai hatinya, air matanya mengalir membasahi pipinya. Tapi dia tetap berjalan menjauhi Steven. Jauh di dalam lubuk hatinya, Brianna masih mencintai Steven dan betapa dia ingin menikah dengan pria itu.

Brianna memasukkan kunci dan membuka pintu kontrakannya, dan menyeret tubuhnya yang lelah masuk ke dalamnya. Dia mengambil obat di tasnya dan langsung meminumnya, setelah itu Brianna tertidur.

Brianna terbangun karena bunyi ponselnya, sebuah pesan masuk.

'Tagihan rumah sakit atas nama Nyonya Samantha Raven sebesar tiga puluh juta, harap segera dibayarkan untuk kelancaran proses pengobatan.'

Tangan Brianna bergetar melihat pesan yang masuk itu. Biaya pengobatan ibunya semakin hari semakin bertambah mahal. Briana sudah tidak punya uang lagi setelah semua uangnya selama beberapa hari ini bekerja di kelab dipakai untuk membayar sewa kontrakan.

Brianna menguburkan wajahnya di kedua telapak tangannya. Tiba-tiba ide gila melintasi pikirannya. Dia meraih ponselnya dan mencari sebuah nomor kontak. Nomor yang selama ini dia blokir. Brianna mencoba menelepon nomor itu.

"Halo..." Suara berat terdengar.

"Bisakah kamu memberikanku tiga puluh juta?" Suara Brianna terdengar serak dan ragu-ragu.

"Kamu tahu apa syaratku?" Tanya Steven.

"Aku akan menikah denganmu." Brianna menjawab tanpa ragu.

'Tidak ada ruginya menikahinya. Biarlah jika dia mau menyiksaku atau mempermainkanku, yang terpenting sekarang pengobatan ibuku bisa berjalan.'

"Oke. Aku tunggu jam 8 di Kantor Catatan Sipil, kita akan mendaftarkan pernikahan."

"Hari ini?" Brianna tercengang.

"Ya, atau menurutmu?" Steven terdengar serius.

"Apa kamu takut aku tidak akan menepati janjiku? Apakah kamu tidak percaya padaku?"

"Tentu saja aku tidak percaya padamu. Wanita sepertimu tidak dapat dipercaya!" Jawab Steven dingin.

Brianna tersenyum pahit mendengar kata-kata Steven. Pria itu bersikap dingin padanya, namun Brianna tidak tahu, betapa Steven sangat menunggu hari ini...

Kurang dari satu jam kemudian, Brianna memegang sebuah buku kecil berwarna merah dengan takjub.

"Begitu saja? Dan aku sudah menikah?" Tanyanya tidak percaya.

'Dan aku menikah dengan Steven?'

Entah bagaimana cara Steven? Pria itu sudah mempersiapkan semua dokumen-dokumen yang diperlukan, surat-surat Brianna pun ada ditangannya, bahkan foto mereka sudah diedit.

"Ya, selamat! Anda berdua sudah sah menjadi pasangan suami istri. Semoga pernikahan Anda bahagia." Ujar seorang pegawai yang memproses pencatatan nikah mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status