Share

Bab 3

Author: Charla Swan
last update Last Updated: 2023-05-04 16:40:04

'Apakah Steven mengatakan hal buruk tentangnya? Apakah dia akan dipecat?'

Brianna bertanya-tanya mengapa sang bos memanggilnya. Brianna hanya bisa menuruti perintahnya.

"Kita lanjut nanti ya." kata Brianna pada Alice. Alice hanya menjawab dengan anggukan kepala.

Brianna mengikuti Joe tanpa suara. Langkah mereka menyusuri jalan yang mengarah ke ruangan VIP yang biasa Steven berada. Semakin dekat dengan ruangan itu, jantung Brianna semakin berdetak kencang.

Joe mengetuk pintu sebelum membuka pintu ruangan. "Steve, Brianna ada di sini." Dia berkata kepada Steven. Kemudian Joe memberi isyarat agar Brianna masuk ke dalam dan kemudian dia pergi.

Dengan gugup Brianna memasuki ruangan dan menutup pintu. Steven sedang duduk di sofa menyilangkan kaki dan ditangannya memegang segelas minuman. Dia seperti patung maha karya yang dipahat sempurna.

Steven melihat tajam mata Brianna. "Kemarilah, temani aku minum." Perintah Steven.

Brianna menghembuskan napas dengan frustasi. 'Mengapa aku tidak bisa menjalani hari ini dengan tenang?' Kepalanya mulai berdenyut dan perutnya sakit.

Steven melihatnya belum juga beranjak mendekat. "Kenapa? Bukankah sudah kukatakan kamu hanya boleh menemaniku minum. Kamu tidak mau?"

Brianna akhirnya melangkah dan duduk jauh dari pria itu. Steven tidak senang dengan itu. "Mendekatlah kemari! Aku tidak akan menelanmu." Suaranya pelan namun dalam.

Brianna bergeser mendekat lagi dan duduk di samping Steven. Steven tersenyum puas melihat wajah Brianna yang terlihat jelas menyembunyikan rasa frustasinya. Steven menuangkan segelas bir dan memberikannya kepada Brianna.

"Minumlah!"

Brianna mengambil gelas berisi cairan berwarna emas itu dan meminumnya. Steven melihatnya dengan alis yang berkerut terkejut karena Brianna menghabiskan minumannya sekaligus.

Napas Brianna tersenggal karena minum dengan satu tarikan napas. Selesai minum dia melihat Steven sedang menatapnya tajam seolah menyihirnya. Mereka bertatapan cukup lama sebelum akhirnya Brianna membuka percakapan.

"Kenapa kamu melihatku seperti itu?" Brianna membuang muka menghindari tatapan mata Steven yang begitu mengintimidasi. Matanya seolah ingin melahapnya hidup-hidup.

'Tidak mungkin Steven masih mencintaiku, kan? Kalau dia mencintaiku, tidak mungkin dia pergi meninggalkanku meskipun aku memutuskan hubungan empat tahun lalu. Pasti dia sekarang membenciku...'

Steven tidak menjawabnya, hanya terus melihat Brianna, membuat Brianna salah tingkah. Brianna menuangkan bir untuk Steven juga dirinya sendiri, lalu memberikannya kepada Steven.

"Bagaimana kabarmu?" Tanya Brianna canggung.

"Aku baik, seperti yang kamu lihat." Steven menjawab sambil meneguk minumannya.

"Sepertinya kamu sudah sukses ya sekarang." Tanya Brianna memecah keheningan.

Steven tertawa mendengar pertanyaan Steven. "Ya, bisa dibilang begitu."

"Baguslah." Jawabnya singkat lalu menyesap minumannya.

"Kenapa? Menyesal memutuskanku?" Tanya Steven dingin.

Suasana ruangan itu jadi bertambah canggung. 'Menyesal memutuskanmu? Itu adalah penyesalan terbesar dalam hidupku, Steven.' Kata Brianna dalam hatinya.

"Tidak perlu menyesali yang sudah berlalu." Brianna dengan senyum pahit. Brianna meminum bir-nya lagi dalam sekali tenggak.

"Mengapa kamu bekerja di sini?" tanya Steven menyelidik.

Brianna menjawab dengan jujur, "Tentu saja karena aku butuh uang, uang yang cepat."

Brianna menunggak uang kontrakan selama dua bulan dan harus segera membayarnya. Belum lagi biaya perawatan ibunya setiap bulan yang sangat besar. Semuanya membuat Brianna perlu mencari sumber penghasilan tambahan.

Bibir Steven menyunggingkan senyuman sinis.

"Mau uang cepat? Makanya kamu bekerja disini, supaya bisa menggoda pria-pria di luar sana dan mendapatkan uang dengan instan. Sebagian dari mereka mempunyai kekayaan yang luar biasa. Mungkin, kalau kau menjadi wanita simpanan mereka, mereka pasti bisa memberimu uang yang banyak dengan cepat. Heh, cerdik sekali kamu, Brie."

Steven berkata seraya mendekati Brianna, mempersempit jarak diantara mereka. Sangat dekat hingga Brianna yang bisa merasakan nafas pria itu. Steven mengulurkan jari panjangnya dan meraih dagu Brianna, menatap matanya.

"Aku juga bisa memberimu uang dengan mudah, Brie. Tidurlah denganku."

Brianna tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dia marah pada kata-kata Steven. Memang dia membutuhkan banyak uang, memang dia bekerja di kelab malam, tapi bukan berarti dia akan melacurkan dirinya. Bukan berarti Steven bisa menganggapnya wanita murahan.

Dia menepis tangan Steven dari wajahnya dengan kasar dan kemudian menampar wajah Steven.

'Plak!'

Suasana di ruangan itu menjadi dingin. Tamparan itu tidak menyakitkan untuk pria kuat seperti Steven, malah membuatnya semakin gelap mata. Steven memegang pergelangan tangan Brianna dan memojokkannya ke sofa. Dia menahan tangan Brianna diatas kepalanya.

Kata-kata Steven menorehkan luka di hati Brianna. Matanya mulai berkabut. "Aku bukan wanita murahan." Brianna berkata dengan pilu.

"Benarkah? Kamu tidak perlu jual mahal padaku, Brie.. " Matanya menyorot dingin pada Brianna.

Brianna terdiam tidak percaya. 'Benarkah dia Steven yang pernah aku cintai?' Lalu dia tertawa miris.

"Kamu ingin tidur denganku, Steven? Baiklah. Berapa yang bisa kamu berikan padaku?" kata Brianna membalas tatapan Steven.

"Katakan berapa hargamu?" Kuncian tangan Steven merenggang, membuat Brianna dapat membebaskan diri dari Steven.

Dia tetap menatap Steven sambil mulai membuka kancing seragamnya. Mata Brianna memerah dan tidak dapat membendung lagi air matanya. Dia membuka kancing bajunya dengan kasar satu per satu, mulai memperlihatkan tulang selangkanya lalu turun memperlihatkan belahan dadanya.

Steven melihat air mata menetes di sudut mata Brianna. Awalnya Steven ingin mempermainkan Brianna, tapi entah mengapa melihat Brianna saat ini dihadapannya, malah membuat hatinya sakit.

Saat jemari Brianna mencapai kancing berikutnya, Steven meraih tangan Brianna untuk berhenti, "Hentikan!"

"Kenapa? Bukankah kamu ingin aku tidur denganmu?" Suara Brianna bergetar.

Tiba-tiba dia merasakan sakit di perutnya. Brianna memejamkan mata karena sakit yang menyiksa di perutnya. Dia masih ingin mengatakan sesuatu kepada Steven, tapi rasa sakitnya semakin menjadi. Dia meringis kesakitan.

Steven berubah panik melihat Brianna yang tiba-tiba meringis kesakitan dan melepaskan genggaman tangannya pada Brianna.

"Brianna, ada apa denganmu? Brie, kamu tidak apa-apa?"

Perut Brianna sakit seperti teriris-iris. Dia membungkuk meringis kesakitan. Tangannya memeluk perutnya yang sakit. Belum pernah dia merasakan sakit yang sehebat ini. Wajah Brianna begitu pucat, bulir-bulir keringat menetes dari dahinya, napasnya sesak.

"Brie, ada apa denganmu?" tanya Steven cemas. Dia berjongkok dan memeluknya.

"Ahh..." Brianna menahan rasa sakit sambil menggigit bibir bawahnya.

Dengan susah payah Brianna bersuara, "Perutku... sakit sekali... " Suaranya sangat pelan nyaris berbisik. Steven sampai harus mendekatkan telinganya karena suara musik yang keras membuat dia tidak bisa mendengar bisikan Brianna. Brianna menahan sakitnya dengan memeluk perutnya erat-erat. Tiba-tiba pandangannya mulai kabur, dan dia pingsan.

"Brie... Brianna!" Steven menepuk pipi Brianna yang kehilangan kesadaran. Dengan cepat Steven menggendong Brianna keluar dari ruang VIP. Banyak mata tertuju pada mereka. Steven membaringkannya di mobil sport miliknya dan langsung melarikan Brianna ke rumah sakit.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kontrak Tuan CEO   Bab 101

    Seorang wanita muda menyeret kopernya berjalan di sepanjang lorong kedatangan bandara menuju pintu keluar. Angin segar segera menyapa dan menerpa wajahnya, menyibakkan rambut bergelombang yang menutupi wajahnya yang mempesona. Dia mengenakan celana hitam yang ketat dan jaket kulit berwarna senada, memamerkan postur tubuhnya yang sempurna. Beberapa orang melirik terpana akan kecantikan dan kemolekan wanita itu. Bukan hanya pria, wanita pun berdecak kagum akan dirinya.Dengan sebelah tangannya yang bebas, wanita itu menyisir rambutnya, yang berantakan dengan jari-jarinya yang panjang dan lentik. Dia menarik napas dalam-dalam, menghirup udara Old Coast untuk pertama kalinya, sebelum kemudian menghembuskannya lagi perlahan. Perasaan hangat menyebar mengisi hatinya, namun sesaat kemudian jantungnya berdebar kencang! Ini adalah kali pertamanya menginjakkan kaki di negara ini, rasa semangat menjalar di tubuhnya. Tanpa sadar, bibirnya melengkung mengembangkan senyuman tipis.Netranya yang t

  • Istri Kontrak Tuan CEO   Bab 100

    Lima tahun kemudian. Dua orang pria berdiri diatas ring tinju, saling menyerang dan bertahan. Sudah satu jam mereka berada disana. James mulai kewalahan menghadapi serangan pukulan Steven yang sedang melampiaskan emosinya. Ya... Sejak kehilangan Brianna, pria itu selalu menjadikan James sebagai 'sak tinju' nya saat dia merasa sedih dan merindukan wanita itu. "Sudah berlalu lima tahun, mengapa sangat sulit mencari seorang wanita??" Seru Steven sambil melayangkan pukulannya ke arah James, dan berhasil mengenai perut asistennya itu. James pun bukan pria lemah. Dia sudah terbiasa bertarung dengan Steven, terlebih lima tahun belakangan ini. Pria itu dengan cepat membalas menendang Steven. Steven terpental dan menabrak tali pembatas arena tinju, lalu terjatuh. "Karena kau tidak bisa menerima kenyataan! Brianna sudah mati, Steven! Dan kau harus bisa menerima kenyataan!" Kata James dengan suara menggeram. Di dalam kantor, James adalah asisten pribadi Steven. Namun di luar pekerja

  • Istri Kontrak Tuan CEO   Bab 99

    "Bagaimana keadaan keponakanku, dokter?" Tanya Sonya cemas saat melihat dokter keluar dari ruang operasi. "Operasi berjalan dengan baik. Pendarahan di otaknya berhasil ditangani. Kami juga sudah mengeluarkan cairan di parunya dan mengobati semua luka-lukanya. Namun pasien masih dalam kondisi koma." "Oh..." Sonya menutup mulutnya dengan tangan, tenggorokannya tercekat tidak dapat menemukan suaranya. Timothy meremas lembut bahu istrinya dan berterima kasih kepada dokter. Brianna dipindahkan ke ruang VIP dan Sonya dengan setia menjaganya. Sudah beberapa hari berlalu sejak Brianna keluar dari kamar operasi, namun wanita itu belum kunjung sadar. Tidak hentinya Sonya berdoa agar keponakan yang baru ditemuinya itu segera sadar. Di satu sisi, Sonya ingin keponakannya sadar, sehingga mereka berkesempatan mengenal satu sama lain. Di sisi yang lain, dia ingin keponakannya segera sadar, karena hanya melalui keponakannya itulah harapan satu-satunya untuk dia dapat bertemu dengan Sophia

  • Istri Kontrak Tuan CEO   Bab 98

    "Berarti wanita ini sungguh anak dari Sophia..." suara Sonya bergetar dan matanya berkaca-kaca melihat Brianna yang terbaring. Dia berjalan mendekat dan menggenggam tangan Brianna. "Dua puluh tiga tahun aku dan Sophia berpisah, dan kini aku dapat melihat keponakanku... Tapi dimana Sophia?" Air mata akhirnya jatuh mengalir di pipinya. Sanders mendekati Sonya, dan meletakkan tangannya pada bahu istrinya, dan membelainya dengan lembut, mencoba menenangkan wanita itu. "Mari kita pikirkan keselamatannya terlebih dahulu.. Kau akan ada kesempatan bertanya langsung padanya saat dia sadar." Mendengar kata-kata suaminya, Sonya menghapus air matanya dengan cepat. "Benar! Keselamatannya lebih penting. Tunggu apa lagi? Segera lakukan operasi padanya, dokter! Tolong selamatkan keponakanku..." "Kami akan berusaha melakukan yang terbaik." Brianna segera di dorong ke ruangan operasi. Tim dokter berusaha yang terbaik untuk menolongnya. Sementara itu di sisi sungai Valca, di Old Coast, Steven mas

  • Istri Kontrak Tuan CEO   Bab 97

    "Kalung ini..."Letnan Sanders mengambil kalung itu dan memperhatikannya dengan seksama. Dia merasa akrab dengan benda itu. Kemudian netra pria paruh baya itu membesar melihat liontin giok berwarna hitam yang bentuknya menyerupai koin.Pria itu kemudian berjalan mendekati tempat tidur dimana Brianna terbaring dan melihat wajah Brianna dengan seksama. Wajah wanita itu tampak pucat dan dipenuhi dengan luka. Bahkan hampir separuh wajah sebelah kirinya terluka parah. Pandangan Letnan Sanders beralih ke daerah wajah yang hanya terdapat luka kecil. Beberapa saat kemudian Letnan Sanders terperajat!"Wanita ini...""Ada apa dengan wanita ini Tuan? Apa anda mengenalnya?" Tanya ajudan Lee yang heran melihat ekspresi Letnan Sanders.Letnan Sanders tidak menjawabnya, melainkan meminta ponselnya dari ajudan Lee, kemudian menelepon istrinya, Sonya Lewis."Halo..." Terdengar suara lembut wanita menyahut diujung telepon."Sonya, apa kamu kehilangan kalungmu?" Tanya Sanders namun tatapannya tidak pern

  • Istri Kontrak Tuan CEO   Bab 96

    "Steven.." Terdengar suara Brianna yang panik dan ketakutan."Steven tolong aku..." Brianna berteriak dari dalam sebuah mobil.Tiba-tiba mobil itu meledak dan api menelan tubuh Brianna. "Aaahhh..." Teriakan Brianna membuat Steven tersentak membuka matanya. Steven menemukan dirinya terbaring di sebuah kamar rumah sakit. "Brianna!" Sontak pria itu bangun dari ranjang, namun tangan James menahan bahunya."Dimana Briana? Sudah ada kabar tentang Brianna?" Tanya Steven dengan penuh kecemasan."Belum." Jawab James. "Polisi sudah mengevakuasi tempat kejadian. Selena ditemukan di salam mobil, sedangkan Roy ditemukan satu kilometer dari tempat kejadian. Tapi Brianna... masih belum ditemukan..." "Mengapa belum ketemu?? Cari terus!" Perintah Steven."Tim khusus sudah di kerahkan untuk mencari Brianna, dan Jo juga mengerahkan anak buahnya mencari Brianna. Kami akan terus mencarinya sampai ketemu, kau tenang saja.""Bagaimana aku bisa tenang?" Steven berkata lirih."Sial! Mengapa aku disini?" St

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status