Mantra pengikat jiwa dihembuskan ke arah mereka. Aura magis begitu pekat terasa memenuhi ruangan temaram, mengantarkan buhul magis pada sepasang anak manusia yang tampak dalam wadah berisi air dengan beberapa kelopak bunga mawar.
Datanglah padaku … wahai jiwa yang saling mencinta,Kabut tipis kebiruan tampak keluar dari tangan si penyihir, mantra itu dikirimkan pada Lydia dan Wisnu. Wajah keduanya terlihat di dalam air dengan tawa bahagia. Untuk kali kedua si penyihir pun tersenyum misterius.Waktunya kembali pada sang pemilik!Langkah kaki Lydia terhenti sejenak, ia merasakan hal sedikit aneh. Wewangian yang tak biasa.Apa aku salah cium, atau memang ada wangi bunga?Lydia celingukan bingung mencari sumber wewangian yang mengganggunya. Wisnu yang tengah asik menjawab pesan di ponselnya juga merasakan hal yang sama. Untuk sejenak ia mengernyit, wewangian itu cukup mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. Parfum aneh, siapa yang pakai?Keduanya tidak menyadari kehadiran mantra cinta yang secara tak kasat mata mulai masuk perlahan ke dalam tubuh."Pak, udah sore ini gimana kalo kita cari lagi besok? Keburu magrib!" pinta Lydia mendekati Wisnu yang duduk di salah satu bangku taman pedestrian."Nggak, saya cuma punya waktu sekarang! Besok banyak meeting klien kan?" tolak Wisnu tegas.Lydia hanya bisa pasrah, ia tahu persis jadwal Wisnu. Untuk seminggu kedepan memang sangat padat, meski Wisnu bisa saja mendelegasikan pada orang lain tapi ia tidak pernah sekalipun melakukannya. Kesempurnaan dan detail penting bagi Wisnu."Ya kalo gitu kita jalan lagi pak, jadi pas magrib kita bisa pulang!" saran Lydia.Wisnu tidak merespon hanya mengamati wajah Lydia. Wajah cantiknya begitu paripurna tertimpa cahaya matahari senja yang malu-malu mulai kembali ke persembunyiannya.Cantik …,Ia merasakan kehangatan saat menatap wajah Lydia. Begitu juga sebaliknya dengan Lydia ketika mata keduanya beradu, ada sensasi getaran aneh yang menari dalam hatinya. Membuat jantungnya berdetak 10 kali lebih cepat.Pak Wisnu cakep juga ternyata kalo lagi diem, sayang udah punya istri!Tanpa banyak bicara Wisnu berdiri dan berjalan meninggalkan Lydia, perasaan hangat di hatinya berusaha ditekan agar tidak mendominasi. Baru kali ini Wisnu merasakan kehangatan saat berdekatan dengan wanita. Kehangatan yang tidak pernah ia rasakan meski saat berdua bersama Sella, istrinya."Hhm, kebiasaan deh main pergi aja itu orang!" gerutu Lydia yang mau tidak mau mengikuti langkah Wisnu.Baru berjalan sekitar 50 meter langkah keduanya melambat. Kaki Lydia terasa berat, seolah tertarik medan magnet untuk menuju ke suatu tempat. Hal yang serupa juga dirasakan Wisnu, entah mengapa dia begitu tertarik untuk terus memperhatikan barisan toko di sebelah kiri.Gumaman lembut konstan yang hanya terdengar oleh keduanya, menyihir dan menutup mata normal agar menuju ke suatu tempat. Bisikan yang memandu untuk terus berjalan dan berhenti di depan sebuah toko souvenirSebuah toko sederhana yang tampak asri dengan deretan pot bunga cantik di depannya. The Art of Jewelry, tertulis indah pada kaca dibagian kanan dan kiri.Wisnu dan Lydia saling berpandangan dan tanpa menunggu lama Wisnu pun melangkahkan kaki masuk ke dalam toko.Pintu kaca bermotif indah terbuka menimbulkan suara gemerincing dari hiasan yang terbuat dari bahan aluminium. Lonceng Angin sepertinya sengaja dipasang di bagian belakang pintu untuk menandakan tamu masuk.Saat kaki Wisnu melangkahkan kaki masuk ke dalam toko terpaan angin dingin menyapanya lembut disertai bisikan,Selamat datang kembali …,Aroma wangi yang terasa familiar di hidungnya tercium, Wisnu seperti mengenali aroma itu tapi dia tidak mampu mengingatnya. Bulu kuduk Wisnu meremang membuatnya mengusap tengkuk seraya memperhatikan sekitar."Tadi itu apa ya," gumamnya lirih."Bapak kenapa?" Lydia bertanya sedikit gugup karena Wisnu tiba-tiba saja berbalik saat Lydia mengikutinya. Membuat keduanya berada dalam jarak yang cukup dekat."Eeh, nggak kayaknya AC nya terlalu dingin ya?!" jawab Wisnu yang juga merasakan hal sama.Lydia hanya diam dan segera bergeser untuk menghindari kontak mata. Ia gusar, hatinya semakin bergejolak tak menentu. Lydia berusaha membunuh rasa yang tidak boleh ia rasakan.Suasana toko lengang, sepi, sunyi dan tidak ada pegawai yang berjaga. Lydia mengedarkan pandangan, jajaran benda indah nan antik rapi berderet di sebelah kanan. Rak tinggi bersekat menjulang tinggi berisikan berbagai benda yang terbuat dari keramik dan kristal indah.Di tengah ruangan terdapat meja kaca dengan kursi yang sepertinya difungsikan untuk menjamu tamu. Sementara di sisi kanan etalase kaca berisikan berbagai macam perhiasan indah. Hawa magis terasa begitu pekat di ruangan itu, aroma wewangian aneh kembali tercium di hidung Wisnu mengaburkan pandangannya. Menelusup jauh ke dalam saraf mata membuatnya tertarik pada salah satu perhiasan yang berjajar di sebuah etalase khusus yang terletak di luar etalase utama."Ini indah sekali!" Mata Wisnu berbinar melihat sepasang cincin dengan hiasan ukiran unik seperti jalinan rumput liar."Cantik dan indah!" Lydia menimpali.Mata keduanya berkabut, mantra cinta itu bekerja. Keduanya menatap takjub sepasang cincin yang terus berputar pelan dalam etalase khusus. Putarannya menghipnotis mereka untuk mendekat dan menyentuh kaca pembatas.Sepasang cincin itu berpendar menyilaukan mata tapi tidak bagi keduanya. Mereka terus menatap dan terpesona, hingga tak menyadari cahaya tipis kebiruan telah menyelimuti keduanya.Kekuatan magis dalam cincin itu bangkit setelah ratusan tahun membeku. Bersiap menyatu dengan pemiliknya."Selamat datang di toko kami!"Seorang wanita yang tiba-tiba saja muncul di hadapan mereka membuat Lydia dan Wisnu melonjak terkejut, hingga keduanya melepaskan tangan dari pembatas kaca.Senyuman yang ramah dan meneduhkan. Keduanya merasa mengenali wanita cantik yang menyambut mereka."Ehm, maaf apa kita pernah ketemu?" Lydia bertanya karena penasaran.Wanita itu kembali tersenyum, lalu menjawab. "Entahlah, mungkin saja!""Ada yang bisa saya bantu? Kayaknya kalian tertarik sama cincin itu?!" sambungnya bertanya seraya menunjuk pada sepasang cincin indah dalam kaca."Iya, apa itu dijual?" tanya Wisnu cepat."Saya mau itu berapa harganya?" Wisnu langsung mengeluarkan dompet untuk melakukan transaksi tanpa menunggu jawaban wanita pemilik toko."Ehm, maaf tapi cincin itu tidak dijual!" jawab si wanita cantik."Apa? Nggak dijual? Terus ngapain dipajang disini?" Ekspresi Wisnu terkejut dan tidak senang, ia hendak mengeluarkan selarik kalimat saat Lydia sukses membungkamnya."Ooh ini buat contoh model ya Bu?" Lydia lang
Wisnu menarik dengan kuat cincin itu agar terlepas dari jari Lydia. Tapi usahanya sia-sia."Ahh, sakit pak! Udah deh nyerah!" Lydia mendengus kesal lalu menatap pada pemilik toko yang kini tersenyum misterius.Tak ada satu kalimat pun yang terucap dari bibir merahnya, dia hanya menatap Wisnu dan Lydia bergantian."Tolong lepasin cincin ini!" pinta Lydia putus asa."Sepertinya saya batal buat beli cincin ini, jadi saya mau mengembalikan …,"Wisnu tercekat, ia juga kesulitan melepaskan cincin itu dari jarinya. Sama seperti Lydia cincin itu melekat kuat."Apa apaan ini! Kenapa bisa begini?!" serunya kesal.Hanya takdir kematian yang akan melepaskannya … terima dan ikuti garis takdirmu,************"Pak Wisnu, mbak Lidya … bangun, waduh kenapa semuanya pingsan begini!" Suara pak Broto yang panik terdengar keras menarik perhatian orang-orang disekitarnya. Ia menepuk nepuk pipi bosnya dan juga Lydia. Pak Broto yang sedari tadi menunggu kedatangan Wisnu dan Lydia dikejutkan dengan kemuncu
"Mampus gue kalo sampai Bu Sella tahu! Aduh, gini amat sih nasib gue!"Lydia mengacak rambutnya dengan frustasi. Ia berjalan mondar mandir di dalam kamar, sesekali meremas rambutnya sendiri memikirkan cara keluar dari masalah cincin."Ya Allah gimana ini? Apa aku resign aja dari kantor? Atau … pindah bagian, iya bener keknya itu yang paling bener! Pindah bagian biar nggak ketemu Bu Sella!"Wajah Lydia kembali berseri, seolah menemukan jawaban pasti dari masalah yang dihadapinya."Besok aku ngajuin permohonan pindah bagian, pak Wisnu pasti setuju! Dia juga nggak mau kali kena masalah sama Bu Sella!"Semangat Lydia kembali muncul, senyumnya mengembang kembali tapi itu hanya sesaat. Ponselnya berbunyi, 'Bos Galak' memanggil. Lydia tersenyum kecut."Kenapa deg-degan gini saya?"Lydia menatap layar ponselnya dengan gugup. "Ya pak,""Besok pagi saya jemput kamu, kita kembali ke toko itu! Siapa tahu yang punya cincin berubah pikiran," suara Wisnu terdengar parau dan serak di seberang."Eh be
"Apa yang terjadi sebenarnya?" tanyanya gemetar.Wanita itu tersenyum menatap Lydia, tangannya yang penuh darah berusaha meraih wajah Lydia tapi kemudian terkulai lemas sebelum sempat menyentuh. Ia tewas.Lydia merasakan kesedihan yang teramat sangat, airmata nya mengalir tak terbendung lagi. Entah mengapa hatinya sakit sekali, dan ia tiba-tiba saja merindukan seseorang. Tiba-tiba saja seseorang muncul dalam kelebatan bayangan. Lelaki berambut cepak dengan pakaian ala bangsawan. Tubuhnya yang membelakangi cahaya membuat Lydia tidak bisa melihat wajahnya.Lelaki itu duduk bersimpuh di depan jasad sang wanita, menangis meraung meluapkan kesedihan. Pemandangan yang memilukan itu terjadi di depan mata Lydia. Ia tidak bisa berbuat apapun, Lydia bingung.Cahaya menyilaukan tiba-tiba saja muncul. Sebilah pedang panjang dan besar berkilau memantul mengenai mata Lydia. Ia terkejut dan melindungi matanya secara refleks, dan dalam sekedipan mata pedang tajam itu menembus dada lelaki yang merata
Pak Broto mengkhawatirkan kondisi majikannya itu, sesekali matanya melirik ke arah Wisnu yang terpejam melalui kaca spion. Tampak jelas bahwa bosnya itu kurang tidur semalaman. Kantung mata, wajah lusuh dan emosi yang berlebihan terbaca oleh pak Broto. Ia pun memberanikan diri untuk bertanya pada majikannya itu."Ehm, tuan apa mbak Lydia udah dikasih tahu kita mau datang? Ini kan masih pagi banget tuan, jangan-jangan mbak Lydia masih tidur," tanya pak Broto mengingatkan."Hmm, sudah pak! Jalan aja jangan banyak tanya kepalaku pusing!" perintah Wisnu tanpa membuka mata.Sekali lagi pak Broto melihat Wisnu dalam kondisi yang tak biasa. Bertahun-tahun mengikuti Wisnu baru kali ini ia melihat tuannya begitu tertekan seperti ada beban berat yang menghimpit. Seberat-beratnya beban pekerjaan Wisnu tidak pernah sampai begitu tertekan seperti saat ini. Pak Broto paham betul dengan sikap majikannya itu. Lebih baik diam daripada gajinya disunat.Mo
Lydia tidak menyadari pak Broto memperhatikan dirinya. Pak Broto melambaikan tangannya di depan wajah aneh Lydia. Ia bingung melihat Lydia hanya terdiam dengan mata kosong hingga tak menyadari masakannya berubah warna kehitaman."Mbak! Kok bau hangus?!" Pak Broto seketika membuyarkan lamunan Lydia."Eeh, mana? Astaghfirullah, yaaah gosong udah!" Lydia segera mematikan api di kompornya menatap bingung ke dalam wajan yang kini menghitam."Hhm, kamu mikir apaan sih sampe gosong gitu? Mikir saya?!" tanya Wisnu tanda basa basi."Eeh," Lydia bingung mau menjawab apa."Pede banget sih pak, saya nggak bisa masak!" jawab Lydia tergagap."Hhm, tau gitu kan tinggal nyuruh saya beli mbak di gang depan! Banyak tuh tukang bubur ayam, nasi uduk, sate lontong, kupat tahu, lontong opor …,""Aaah, stop! Kamu ni agen penjualnya apa gimana, semuanya disebutin!" Wisnu memotong perkataan pak Broto.Pak Broto langsung nyengir dan memi
"Lyd, aku mau mandi pinjam handuk!" Wisnu tanpa basa basi langsung berdiri dan menuju ke kamar mandi Lydia."Eeh pak, jangan kesitu kran airnya belum jalan masih diperbaiki sama tukang!" cegah Lydia."Laah terus?""Pake kamar mandi saya aja di dalam!" Lydia sedikit ragu tapi apa boleh buat, ia tidak mungkin melarang Wisnu mandi."Ini handuknya, emang bapak bawa baju ganti?" tanya Lydia yang sedikit kebingungan."Broto!" Suara Wisnu memanggil sopir pribadinya dengan keras membuat Lydia menutup telinganya."Cck, pak nggak bisa apa nggak pake teriak?" gerutu Lydia."Nggak!"Pak Broto dengan tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Lydia dengan paper bag berisi pakaian Wisnu. "Ini pak sudah siap semua!""Eeh udah bawa baju segala?" Lydia keheranan."Pak Wisnu selalu bawa pakaian ganti di mobil mbak, buat acara darurat. Ada jas, sepatu, dasi, juga Daleman, komplit udah bagasinya!" sahut pak Broto dengan
"Pak, kita sudah sampai. Saya tunggu disini apa ikut aja pak?" tanya pak Broto."Disini aja, ngapain juga kamu ikut?!" jawab Wisnu "Ya kali aja, bapak sama mbak Lydia pingsan lagi kan bisa saya tolongin segera pak," sahut pak Broto kalem."Kali ini kita nggak bakalan pingsan lagi pak. Udah tunggu kita disini aja!" Wisnu mengatakan seraya keluar dari mobil.Ia menunggu Lydia turun lalu mereka berjalan berdampingan menyusuri kembali pedestrian yang masih lengang."Semoga pemiliknya ada di toko biar urusan kita cepat selesai," kata Wisnu dengan penuh harap.Lydia terdiam ia juga berharap yang sama tapi seperti halnya Wisnu, Lydia juga meragukan hal itu terjadi. Dengan langkah pasti mereka berjalan dan berjalan menuju lokasi toko souvenir antik itu. Detik, menit mereka lalui tapi waktu seolah berjalan lambat sekali."Pak, ini perasaan saya aja apa kita muter-muter aja disini sih?" Lydia kebingungan dengan apa yang mereka alami."Iya juga ya, perasaa