Share

Istri Kutukan Sang Presdir
Istri Kutukan Sang Presdir
Penulis: Nathalie

Pagi yang Menyebalkan

"Lydia! Sudah jam berapa ini, mana sarapan saya!"

Suara teriakan menyebalkan menyapa telinga Lydia dari ponsel terbaru keluaran salah satu merk ternama. Hadiah dari bos tampan nan menyebalkan.

"Eeh, iya pak ini saya sudah antri kok di depan!" sahutnya dengan gugup.

"Cepetan saya tunggu 20 menit atau …,"

"Gaji saya dipotong? Iya kan pak?!" tanya Lydia dengan senyum yang dipaksakan.

Pria yang ada di seberang sana tergelak, lalu menjawab lagi dengan suara tak kalah kerasnya.

"Bagus kalau kamu tahu! Saya nggak suka menunggu dan nggak suka karyawan lelet!"

Lydia sampai harus menjauhkan telinganya dari ponsel saking kerasnya suara si bos gila yang setiap hari kerjaannya hanya mengomelinya.

"Siap pak, bentar lagi say …,"

Terdengar suara sambungan telepon terputus. Lydia hanya bisa membelalakkan matanya tak percaya. Sumpah serapah pun meluncur tanpa permisi dari mulut mungilnya.

"Br***sek, bos gila, nggak waras, edan, kurang sak strip! Coba aku nggak butuh duit udah resign dari kemarin!" katanya seraya mengumpat pada ponselnya.

Tingkah lucunya itu rupanya diperhatikan Alan, pegawai coffee shop langganan Lydia. Ia tertawa melihat wanita cantik itu mengumpat dan bermonolog setiap hari setiap waktu dan di jam yang sama.

"Mbak Lidya, emang nggak bisa diganti ya jadwal ngomelnya?" tanyanya iseng seraya meyerahkan kantung berisi pesanan Lydia.

"Nggak bisa mas, kalo bisa direvisi sudah dari kemarin saya wisuda dari tu kantor!" jawab Lydia kesal tapi tidak meninggalkan senyum pada bibir tipisnya.

Alan terkekeh, "Besok kalo mau wisuda bilang-bilang ya mbak biar saya bisa datang ke wisudanya mbak?" candanya lagi.

"Hhmm, bawain kembang setaman ya mas jangan lupa kadoin sekalian! Puas bener liat penderitaan saya nih masnya!" sahut Lydia seraya mengulurkan selembar uang ratusan ribu pada Alan.

"Nih bonus buat mbak Lydia, biar stock sabarnya tambah banyak!"

Alan menyodorkan kembalian sekaligus segelas kopi latte panas dan sandwich ayam jamur untuk Lydia.

"Eeh apaan niih? Sogokan yaa buat deketin Arum?" tanya Lydia bingung.

Alan tersenyum kecut, "Bukan mbak ini buat mbak aja bonus sebagai pelanggan ke nomor sekian yang selalu marah-marah di depan kasir!"

"Hhm, sialan kamu ngeledek ya! Tapi, thanks ya bonusnya. Besok lagi bisa request pake nasi goreng aja nggak, kalo roti saya suka laper lagi!" tawar Lydia seraya mengedipkan mata sebelah.

"Diiih nawar, sudah gratis juga pake ngelunjak nih mbaknya!" Alan tergelak.

Lydia pun ikut tertawa, ia segera pergi dan melambaikan tangannya pada Alan. Sudah hampir 20 menit, si bos arogan itu pasti akan memarahinya. Dengan setengah berlari Lydia menyusuri lorong menuju ruang Direksi.

Ia kembali melirik jamnya, dan tanpa sengaja menabrak seorang wanita cantik berambut ikal dengan pakaian formal berwarna salem. Topi bulat besar dengan pita cantik hampir saja menutupi seluruh wajahnya.

"Oh ya ampun, maafkan saya Bu!" ujar Lydia yang dengan tergesa segera meninggalkan wanita itu.

Wajah wanita cantik itu tanpa ekspresi, ia hanya melirik ke arah Lydia. Melanjutkan kembali berjalan, tapi baru lima langkah wanita itu berhenti dan berbalik menatap punggung Lydia dengan sebuah senyuman misterius.

"Gadis itu, aku menyukainya! Kita akan bertemu lagi sayang … yah, kita akan bertemu lagi!"

Wanita dengan senyuman misterius itu kembali melenggang meninggalkan lorong. Desiran aneh menyapa Lydia sesaat setelah dirinya menabrak wanita tadi. Bulu kuduknya berdiri seketika seperti baru bertemu hantu.

Lydia mengusap tengkuknya. Ia berbalik untuk melihat wanita yang berpapasan dengannya tadi tapi wanita cantik itu sudah menghilang.

Suasana lorong Direksi yang sepi dan lengang membuat Lydia sedikit ngeri.

"Siapa dia? Bukan hantu kan?" gumamnya seraya kembali berjalan.

Lydia segera memasuki ruangan direksi tempat Wisnu berada, dengan tergesa ia meletakkan sarapan dan kopi pesanan Wisnu di meja tamu.

"Sarapan sudah siap pak!" ujar Lydia tanpa memperhatikan keberadaan Wisnu.

Lydia masih memberikan sentuhan akhir agar makanan yang ia bawa rapi tidak berantakan saat perlahan mulai menyadari ada yang aneh.

Kok sepi, nggak ada jawaban?

Lydia spontan melihat ke arah meja kerja Wisnu. Kosong, tidak ada siapa pun yang duduk disana.

"Haaaiish, sialan ni si bos satu! Ngerjain nggak tanggung-tanggung!" gerutunya lagi.

Ponselnya kembali berdering, sebuah nama tertera dengan panggilan 'Bos Galak' disertai emoticon Devils.

"Cck, ni dia si biang kerok!"

"Ya pak, saya sudah di ruangan lengkap dengan sarapan bapak plus kopi panas." jawab Lydia sopan tapi ekspresi nya menahan kesal.

"Taruh aja disitu, kamu kelamaan saya keluar dulu mau sarapan di luar sama ibu!"

"Eeh, terus ini kopi gimana nasibnya pak, dingin dong?!" Protesnya dengan berani pada bosnya.

"Buat kamu aja, habisin juga sarapannya biar gemukan dikit biar enak dilihat! Oke saya ke kantor lagi jam 10 an!"

"Eeh, tapi pak nan …," kembali lagi Lydia belum selesai bicara Wisnu sudah menutup panggilannya.

"Aaaargh, gilaaaaa!! Bos edan! Nyebeliiin!" Teriaknya kencang.

Dia membanting ponselnya ke sofa dan mengacak rambut panjangnya dengan kasar.

"Udah capek-capek ngejar waktu buat dapetin sarapan juga! Astaga ini orang, sabar bener dah!"

Lydia meluapkan kemarahannya dengan memakan sarapan Wisnu sambil membayangkan yang dikunyah dalam mulutnya adalah si bos yang menyebalkan.

"Tunggu jam 10? Dia ada meeting sama Barata group jam 9 aduh mampus gue!" Lydia langsung menepuk jidatnya bergegas menuju mejanya dan mengambil jadwal harian.

"Nah bener kan meeting jam 9! Kan gue lagi … gue lagi yang kena ini!"

Ia kembali menggerutu sambil memijit nomor telepon tujuan Barata Group untuk menjadwal ulang meeting.

Lydia memasang wajah sok tenangnya, dan mengatur nada suara agar tidak terdengar panik.

Bos gila, anda harus membayar mahal saya untuk ini!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status