Share

Wajahmu Mengoyak Pikiranku

Lydia tidak menyadari pak Broto memperhatikan dirinya. Pak Broto melambaikan tangannya di depan wajah aneh Lydia. Ia bingung melihat Lydia hanya terdiam dengan mata kosong hingga tak menyadari masakannya berubah warna kehitaman.

"Mbak! Kok bau hangus?!" Pak Broto seketika membuyarkan lamunan Lydia.

"Eeh, mana? Astaghfirullah, yaaah gosong udah!" Lydia segera mematikan api di kompornya menatap bingung ke dalam wajan yang kini menghitam.

"Hhm, kamu mikir apaan sih sampe gosong gitu? Mikir saya?!" tanya Wisnu tanda basa basi.

"Eeh," Lydia bingung mau menjawab apa.

"Pede banget sih pak, saya nggak bisa masak!" jawab Lydia tergagap.

"Hhm, tau gitu kan tinggal nyuruh saya beli mbak di gang depan! Banyak tuh tukang bubur ayam, nasi uduk, sate lontong, kupat tahu, lontong opor …,"

"Aaah, stop! Kamu ni agen penjualnya apa gimana, semuanya disebutin!" Wisnu memotong perkataan pak Broto.

Pak Broto langsung nyengir dan meminum kopi hitamnya. Lydia tersenyum kecut, hilang sudah rasa laparnya. Akhirnya Lydia meraih ponsel dan memesan makanan via online. Sebelum Wisnu melahapnya bulat-bulat.

Hai otak please, jangan bikin gara-gara! Jangan sampai saya miring 180°!

Wisnu duduk di depan televisi, tapi pikirannya tidak fokus pada tayangan. Wajah Lydia justru memenuhi layar televisi menggantikan gambar tayangan berita yang sedang disiarkan. Mulai dari caranya senyum, tertawa, cemberut dan berbagai ekspresi lainnya.

Bisa gila aku ini, kenapa wajah dia yang selalu muncul!

Wisnu mengeluh dalam hati, ia menggerutu dan sesekali melirik Lydia. Ia bingung dengan apa yang dirasakannya saat ini. Kemarin semuanya masih baik baik saja tapi setelah mereka membeli cincin itu hati dan pikirannya hanya tertuju pada Lydia. Sekretaris yang bahkan tidak pernah sekalipun ia perhatikan.

Ingin sekali Wisnu menanyakan pada Lydia apakah ia juga merasakan hal yang sama, tapi harga dirinya masih cukup tinggi. Wisnu masih menolak rasa itu, lain halnya dengan tubuh dan pikirannya. Semakin ia menolak semakin tubuhnya menginginkan Lydia.

----------------

Dengan sedikit gemetar Lydia menyiapkan makanan di meja, ia tahu Wisnu mencuri pandang ke arahnya. Entah mengapa rasanya Lydia ingin sekali berlari dan memeluk Wisnu. Hal tergila yang pernah ia pikirkan dan rasakan. 

Lydia menahan sekuat tenaga rasa yang tak seharusnya ia rasakan. Wisnu adalah suami dari wanita lain, dan itu tidak boleh dilanggar. 

Ini benar-benar gila, aku menginginkan pak Wisnu? Nggak, ini mustahil! Kayak nggak ada laki-laki lain didunia ini aja, sadar Lydia … sadarlah hei otak!

Sama halnya seperti Wisnu, Lydia pun hanya bisa pasrah dan mengumpat dalam hatinya. Otaknya masih waras untuk tidak menyukai suami orang, milik orang, tapi tubuh dan pikirannya benar-benar menggila. Semakin ia menolak semakin ia menginginkan Wisnu.

----------------

"Sarapannya sudah siap, ayo pak kita makan dulu udah siang!" seru Lydia memanggil pak Wisnu dan Pak Broto.

Wisnu beranjak dari duduknya dengan malas. Bukan karena dia masih ingin bersantai tapi karena getaran aneh yang terus menyiksanya saat ia berdekatan dengan Lydia. 

Lain halnya dengan pak Broto yang dengan semangat langsung mendekat ke arah meja makan. Ia duduk dengan santai tanpa memperhatikan sikap Lydia dan Wisnu yang kikuk.

"Kamu, ngapain duduk disini?" Wisnu bertanya dengan menatap pak Broto dengan tajam.

"Makan pak, kan disuruh makan sama mbak Lydia?" jawab pak Broto tanpa merasa bersalah.

"Hmm, giliran makan aja cepet kamu! Pindah sana, saya mau bicara sama Lydia!" cetus Wisnu dengan sedikit kesal.

"Udah biarin aja kenapa sih pak! Biarin pak Broto duduk disini sama kita, ini rumah saya bukan kantor!" Lydia mencegah pak Broto berdiri.

"Tapi dia kan bawahan saya, kerja dan makan gaji dari saya Lyd! Ya Terserah saya dong mau nyuruh dia pergi apa nggak!" sahut Wisnu sengit, entah kenapa dia tidak ingin acara makannya diganggu Pak Broto.

"Tapi ini rumah saya, yang beli makan juga saya bukan bapak! Pak Broto tamu saya!" Lydia tetap tidak mau mengalah dan tetap pada pendiriannya.

"Yaa tapi kan dia …,"

"Sudah, sudah pak … mbak, stop nggak usah diperpanjang lagi! Wong mau makan kok malah berantem, nggak baik berantem depan makanan bisa mubazir dosa lho!" Pak Broto menengahi.

"Diam kamu!!" Lydia dan Wisnu kompak membentak Pak Broto.

Pak Broto langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan. 

"Biarin pak Broto disini, saya nggak mau dilihat berduaan bahaya!" kata Lydia lagi seraya menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Bapak sudah beristri, saya single, dan ini masih terlalu pagi juga! Apa kata orang kalo liat kita berdua sarapan disini?!" lanjut Lydia lagi.

"Lah kan cuma sarapan doang, bukan ngamar! Eeh …," Wisnu tiba-tiba saja keceplosan bicara, sesuatu yang ada dipikirannya akhirnya lolos juga lewat perkataan nakal mulutnya.

"Uhuuuk …,"

Lydia tersedak mendengar perkataan Wisnu hingga terbatuk batuk. Pak Broto segera menyodorkan segelas air untuk Lydia.

"Walah mbak, pelan-pelan to makannya!"

Lydia segera menyambar gelas dan meminumnya hingga tandas. Wisnu merasa bersalah karena Lydia tersedak, wajahnya tampak khawatir karena wajah Lydia memerah.

"Maaf ni ya pak, mbak, kalo kata orang mah dilarang berduaan karena nanti ada setan diantara yang dua itu!" ujar pak Broto yang juga memberikan segelas air pada Wisnu.

"Jadi, kamu setannya?!" Tatapan Wisnu pada pak Broto kembali tajam.

Pak Broto nyengir tanpa dosa, "Ya nggak apalah saya jadi setannya, dibayar juga kok!" sahutnya kalem.

"Cck, udah cepetan dihabisin makannya kita masih banyak acara!" Wisnu akhirnya mengalah.

Suasana canggung tampak menghiasi keduanya sementara pak Broto sesekali melirik ke arah Lydia dan Wisnu. Ia ingin memastikan jika apa yang dicurigainya salah.

Kayaknya fix duanya ada rasa deh, kemarin-kemarin nggak begini mereka? Ini aneh, jangan-jangan …,

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status