Share

Amarah 'Gadisnya'

Author: GLLRYM
last update Last Updated: 2022-02-05 17:36:46

Sarah duduk termenung di sopa ruang tengah sendirian, hingga kemudian terdengar suara langkah kaki di telinganya. Ia menoleh ke belakang, tepatnya ke arah sumber suara. Ternyata ayahnya sedang berjalan menuju ke arahnya dengan tatapan bingung.

"Kok belum berangkat juga?" tanya sang ayah saat sampai lalu ikut duduk di samping putrinya.

"Seharusnya ayah menanyakan hal itu kepada Arsen. Bukan kepadaku" jawabnya dengan merengut. Ia menopang dagunya dengan kedua tangan. Ia melanjutkan, "Bilangnya pergi jam 3. Tapi sekarang udah hampir jam 5 gak dateng-dateng"

"Kamu udah coba telepon dia? Barangkali Arsen sedang terjebak macet" tanya Haris sekaligus memberikan usulan.

"Ngapain. Males banget ak.." belum selesai Sarah berucap, dering panggilan terdengar nyaring dari ponselnya yang ia simpan di dalam tas. Tanpa berlama-lama, ia segera mengangkat panggilan itu setelah membaca nama yang tertera disana. Tentu saja rasa geram muncul seketika saat tahu bahwa orang yang sudah ia tunggu lebih dari 1 jam itulah yang menelepon. 

"Niat pergi gak sih? Bukannya aku udah bilang kalau beneran sibuk gak usah maksa pergi? Kenapa belum dateng juga sampe sekarang? Lihat sekarang jam berapa, aku nungguin kamu dari tadi loh" tembaknya langsung tanpa menyapa terlebih dahulu. "Yaudahlah.. Cancel aja. Masalah gaunku biar aku aja yang urus sendiri" tutupnya kemudian melempar pelan ponselnya ke atas meja di depannya.

"Kamu kok bicaranya seperti itu sih?" protes ayahnya tak suka. "Dia calon suamimu, Sarah. Sudah seharusnya kamu menghormati dia. Lagipula, kamu kan gak tau kenapa Arsen tiba-tiba berhalangan pergi. Siapa tau terjadi sesuatu saat di jalan" Haris menghela nafasnya kasar.

Sarah hanya bungkam. Diam-diam, dia mendengarkan nasihat ayahnya yang dirasa benar adanya.

'Apakah tadi aku terlalu kasar?' ucapnya dalam hati dengan terselipnya sedikit rasa penyesalan. 

***

Rencana Arsen untuk menemani Sarah fitting gaun hari ini sudah berantakan. Hal ini disebabkan 'tragedi' naas yang menimpanya beberapa jam yang lalu, walaupun yang menjadi korban sebenarnya bukanlah dia. Melainkan seorang siswi SMA yang menurutnya begitu ceroboh dalam mengendarai sepeda, sehingga kemalangan menimpa siswi itu sendiri. 

Saat ini, dia dan sopir pribadinya sedang duduk di kursi tunggu rumah sakit. Di depan ruangan tempat gadis itu sedang ditangani oleh dokter. Suasana di koridor sekarang ini sebenarnya cukup sunyi, andaikan sopirnya berhenti meminta maaf karena merasa bahwa ialah yang menjadi penyebab kecelakaan itu. 

"Sudah saya bilang ini bukan salah anda" ucapnya untuk yang kesekian kalinya. Arsen hanya duduk bersandar sambil memejamkan kedua matanya. 

"Tetap saja, saya punya andil dalam terjadinya kecelakaan ini. Seharusnya saya bisa lebih berhati-hati sebagai seorang yang sudah bertahun-tahun berdedikasi sebagai sopir. Saya benar-benar menyesalinya, Tuan" ucap si sopir dengan raut wajah bersalah. Tampak guratan di keningnya yang menandakan bahwa orang tua itu memang tak lagi muda. 

"Hhh.. Keras kepala. Kecelakaan ini seratus persen terjadi karena gadis ceroboh itu. Anda pikir saya tidak melihat bagaimana dia dengan ugal-ugalannya bersepeda hingga menyerobot jalur kita? Sudahlah.. Yang penting kita baik-baik saja" tenangkannya kepada sang sopir. Arsen tak merelakan sedikitpun rasa bersalah dapat bersarang di hati pria tua tersebut.

"Saya takut terjadi hal yang serius kepada gadis muda itu" ucap pria itu dengan khawatir. 

"Dia akan hidup. Percayalah" 

"Maksud saya, saya takut gadis itu mengalami luka dalam yang serius" ralatnya dengan lebih jelas kemudian, merasa respon yang dilontarkan Tuannya terlalu jauh dari konteks.

"Yang penting dia hidup" jawab Arsen sembarangan. 

"Tuan Arsen kalau bicara terlalu menyengat" 

Arsen menoleh ke samping, tepatnya ke arah sang sopir yang biasa dipanggil orang-orang dengan sebutan 'Pak Wiryo'. Ia tersenyum mendengar penuturan sopir pribadinya itu barusan. 

Bicara mengenai Pak Wiryo. Beliau adalah seorang pensiunan guru yang mengajar di salah satu sekolah negeri. Uang pensiunannya tidak dapat mencukupi biaya hidupnya, sang istri, ibunya, serta biaya ketiga cucunya yang sedang bersekolah di pesantren. Belum lama ini, istrinya divonis mengidap TBC.  Ditambah lagi sang ibu yang sudah sejak lama sakit-sakitan. Maklumlah, karena usia tak lagi muda.

Beruntung bagi Wiryo, karena bertemu orang baik seperti Arsen. Yang tak pernah perhitungan atas apapun kepadanya. Berapapun biaya yang diperlukan untuk berobat ibunya, selalu dibayarkan oleh Tuannya itu. Padahal gajinya berkali-kali lipat lebih kecil dari buah tangan sang majikan. 

"Saya lapar" ucap Arsen tiba-tiba lalu menyadarkan lamunan Wiryo.

"Tuan mau makan apa?" 

"Belikan saya roti sama air mineral botol"

"Baik Tuan. Saya pamit sebentar" kata Wiryo undur diri lalu berjalan menjauh. 

Arsen mengekori langkah tergesa-gesa Pak Wiryo dengan kedua matanya, sampai akhirnya tubuh sang sopir menghilang dibalik kerumunan orang-orang. 

Selanjutnya, ia mengambil ponselnya yang ia simpan di saku jas lalu mencoba menghubungi seseorang dan mengetikkan beberapa pesan kepada seseorang melalui aplikasi chatting. Setelah selesai dengan urusannya, datanglah Pak Wiryo yang berjalan tergopoh-gopoh membawa makanan dibungkus dengan kantong plastik.

"Ini Tuan" ucap Pak Wiryo sambil mengulurkan barang yang dibawanya barusan. 

"Terimakasih" 

"Sama-sama, Tuan Arsen" 

*klik*

Suara pintu berbunyi menandakan seseorang akan keluar. Nampak dokter muda yang memakai pakaian bedah telah keluar dari ruangan operasi. Arsen yang melihatnya spontan berdiri mendekati, diikuti Pak Wiryo yang membuntutinya di belakang. 

"Bagaimana?" tanyanya langsung. 

"Operasinya lancar. Beruntunglah tulang betisnya tidak patah sebab hanya mengalami keretakan, namun cukup serius" jelas dokter muda berkacamata itu kepada Arsen. 

"Syukurlah.." ucap Arsen merasa lega dengan kabar yang dirasanya 'baik' itu. 

"Ya.. Walaupun begitu ia tetap harus memakai kruk selama masa pemulihan nantinya apabila ingin beraktivitas"

"Pokoknya lakukan saja yang terbaik" ujarnya tak ingin peduli. 

"Apa kau sudah menghubungi keluarganya?" tanya dokter secara tiba-tiba. 

"Saya tidak mengenal gadis itu sama sekali. Bagaimana mungkin saya bisa tahu siapa yang harus saya hubungi?" ucapnya berbohong. Padahal sebelum itu, ia sudah mencoba menghubungi seseorang dan mengirim pesan kepada salah seorang kerabat pasien. Sayangnya, orang yang dihubungi hanya acuh dan terkesan tidak peduli sama sekali. 

"Kalau begitu kau tanyalah ia saat siuman nanti. Sekarang pasien masih dibawah pengaruh bius dan membutuhkan istirahat"

"Yah.. Apa boleh buat. Kira-kira berapa lama lagi saya harus menunggu?" 

"Tidak lama kok. Yang penting habiskan saja makananmu itu terlebih dahulu" tunjuk dokter yang memiliki nametag 'FELIX' dengan dagunya ke arah roti di tangan Arsen. 

"Anda mau ini bukan?" tawar Arsen dengan wajah mengejek. 

"Hahahaha... Ada-ada saja kau Arsen. Sudahlah, aku mau mengganti pakaian" kemudian dokter itupun berlalu meninggalkan Arsen dengan Pak Wiryo. 

"Tuan Arsen kenal dokter itu?" 

"Sangat kenal..." jawab Arsen dengan lembut. Ia menatap penuh arti ke arah Dokter Felix yang sudah jauh di ujung sana. Pak Wiryo yang melihatnya merasa heran. Ia sedikit puas karena keingintahuannya tentang hubungan dokter dan Arsen telah terjawab, namun di sisi lain timbul rasa penasaran yang lain karena ekspresi tak biasa yang ditunjukkan Tuannya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Liar Direktur Posesif    Romantis atau Posesif?

    Sungguh aneh rasanya bagi Sarah saat mendapat perhatian dari seorang pria yang bukan siapa-siapanya. Ia jadi melupakan statusnya yang merupakan istri dari pria lain. Ia tak ingin mengatakan hal yang kurang ajar, tapi jika boleh membandingkan antara Renno dan Arsen. Maka Renno jauh lebih baik dibanding Arsen dalam hal memberikan perhatian.Menurutnya, Renno juga lebih ramah. Selain itu mudah bergaul dengan orang lain dan pastinya Renno sangat tidak pelit. Hanya ini yang dapat ia simpulkan sejauh perkenalan mereka hari ini."Lain kali kayanya aku gak bakalan dimasukin ke agenda nih. Habisnya kalian asyik berdua terus" kata Kayla sedikit cemberut. Baru dua kali bertemu, Sarah dan Renno sudah terlihat begitu akrab sampai-sampai Kayla tak dihiraukan. "Memang lebih bagus gak usah ikut" balas Renno kemudian."Apaan sih Kay" protes Sarah tak suka. "Makanya jangan terlalu sibuk berdua, nanti kebablasan. Lihat sekarang jam berapa? Ayo pulang"Kayla beranjak berd

  • Istri Liar Direktur Posesif     Awal Mula Kehancuran

    Terkadang, bayang-bayang kematian itu masih merasuki pikirannya tanpa ampun. Membuat hidupnya dirundung rasa suram yang tak pernah dapat ia bendung. Dengan kejamnya, ia terus terperangkap dan hidup di dunia yang dipaksakan padanya untuk dipilih.Ya. Setidaknya Arsen sudah mampu bertahan selama lebih sepuluh tahun ini. Hal ini terhitung sudah cukup walaupun ia tak begitu banyak membuat kemajuan dengan keluarganya. Barangkali orang lain selalu mengharapkan hal lebih saat tak sengaja menjadi keturunan orang kaya, tapi tidak dengannya. Ia tak pernah antusias.Semua hal telah jauh berubah saat orang itu pergi meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. "Kenapa bisa di sini?" tanya Prima dengan intonasi rendah."Entahlah.. Saya juga belum menemukan jawaban yang tepat. Mengapa harus di sini? Di danau ini" jawab Arsen sekenanya. Prima yang sudah kebingungan dibuatnya semakin bingung."Hari sudah semakin petang, ayo pulang" ajak Arsen yang kemudian disetujui oleh Prima. W

  • Istri Liar Direktur Posesif    Sisi Lain Sang Direktur

    Awal perkenalan mereka. Arsen merasa sedikit tak menyukai tingkah kekanakan Sarah. Pikirannya kalang kabut sebab dipenuhi akan bagaimana nanti hidupnya terasa repot.Tragedi berlian biru memang tidak membuat dirinya miskin, tapi setidaknya cukup membuat dia merasa sedikit ngeri atas perilaku perempuan itu. Terbukti sekarang, sudah ada beberapa kejadian heboh di kediamannya semenjak menikah dengan gadis itu.Tapi entah mengapa, ia pikir semua itu cukup membuat hidupnya lebih berkesan. Setidaknya tidak terlalu datar seperti dulu lagi, karena hanya diisi dengan kegiatan kantor. Ada Sarah, semuanya lebih jauh terasa menantang."Kenapa anda selalu ceroboh seperti ini?" tanya Arsen tatkala selesai mengelap darah yang mengalir di jari istrinya, kemudian dilanjutkan dengan membalutkan perban."Makanya jangan menyuruhku memasak""Tidak usah membuat alasan"Sarah terdiam. Kalau sudah begini ia tak punya nyali lagi untuk melawan. Suaminya selalu punya jawaban yang dapat

  • Istri Liar Direktur Posesif    Jeritan Tengah Malam

    "Sarah?"Hening sejenak. Arsen melangkah masuk ke dalam kamarnya dan mengambil ponsel yang ada di tempat tidur. Ia menyalakan fitur senter dan berjalan keluar lagi. "Arsen?" panggil Sarah tatkala melihat ada cahaya yang mulai mendekatinya. Iapun segera berlari ke arah Arsen dan memegang lengan pria itu. Kepalanya ia benamkan di belakang. "Arsen ayo kita pergi dari sini" ucap Sarah dengan sangat pelan. Hampir terdengar seperti orang yang sedang berbisik. "Kenapa?" tanya Arsen ikut memelankan suaranya. "Ayo kita pergi terlebih dahulu" pinta Sarah memelas. "Kemana memangnya?""Banyak tanya sekali!" kata Sarah kesal lalu mulai menyeret tubuh pria itu menuju kamar. Setelah sampai, Sarah menutup pintu secepat mungkin. "Apa yang anda lakukan?" tanya Arsen begitu Sarah selesai dengan tingkah anehnya. Sarah meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya, "Shttt! Pelankan suaramu" ucap Sarah berbisik lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ia m

  • Istri Liar Direktur Posesif    Mati Lampu

    "Sebenarnya.. Gue udah tau dia setahun yang lalu lewat suatu kejadian yang gue sendiri gak pernah bayangkan sama sekali. Gue punya temen sekantor, panggil aja A. Dia punya pacar yang usianya 2 tahun lebih muda dari dia. Setelah pacaran selama kurang lebih 4 tahun mereka mutusin buat tunangan, dan ya akhirnya mereka tunangan""Hh.. Hubungan mereka selepas tunangan pada awalnya baik-baik aja. Cuma masalahnya temen gue ini suka maksain diri ngambil waktu lembur biar gajinya dinaikin. Sama sering ngambil job desain sampingan juga biar makin nambah penghasilan. Maklumlah, hari pernikahan tinggal beberapa minggu" "Belasan hari sebelum mereka nikah, tunangannya ini sering gak bisa dihubungi. Pas bisa dihubungi dan diajak ketemu malah ngehindar. Disamperin ke apartemennya juga malah marah-marah" Lini menyadari ada sesuatu yang janggal. "Sebentar. Tunangannya punya apartemen?" Sarah mengangguk. "Bukannya itu berarti tunangannya itu orang berada ya? Terus kok teme

  • Istri Liar Direktur Posesif    Terkuaknya Sebuah Rahasia

    Di dalam kamar yang begitu sunyi dan bercahaya temaram itu, Sarah duduk di atas ranjang sembari memeluk kedua lututnya. Apa yang Arsen katakan tadi pagi begitu mempengaruhinya. Terbukti dengan setelah kejadian itu, ia masuk ke kamar dan belum kunjung keluar hingga sekarang.(kilas balik)"Saya. Bukan tipe orang yang begitu mudahnya memberikan semua hal. Jika anda menginginkan sesuatu, maka harus ada imbalan balik atas semua itu" ucap pria itu dengan menampilkan senyuman menyeringainya. Lalu dalam sepersekian detik, seringaian itu berubah menjadi senyuman ringan bak sedang menghibur seseorang. "Tentu saja saya hanya bercanda. Jangan memasukkannya ke dalam hati, OK?" lanjutnya lalu mengedipkan sebelah matanya.Pria itu menunjukkan jarinya ke arah sebuah ruangan yang tampak seperti kamar utama. "Anda pakailah kamar yang itu. Tidak perlu khawatir tentang kebersihan tempat ini. Karena saya mempekerjakan seseorang untuk selalu membersihkannya" tuturnya lalu bena

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status