Share

Bab 3_SEPENGGAL KENANGAN, PERMINTAAN AYAH

Dalam penantian malam nan dingin hanya duduk seorang diri tanpa teman hingga kedatangan seorang pria mengalihkan perhatian dari bacaan buku yang sangat membosankan. Wajah tampan berhias seulas senyum dengan tatapan mata menakjubkan. Binar keceriaan tercetak jelas memancarkan semangat perjuangan.

"Permisi, boleh duduk di sini?" Pria itu menunjuk ke arah bangku kosong yang ada di seberang dimana tempat dirinya duduk seorang diri.

Tatapan mata bergerak kesana kemari melihat suasana cafe yang ramai pengunjung bahkan tidak ada lagi tempat kosong selain di mejanya. Melihat itu, tentu hati tak tega sehingga mengangguk memberikan izin agar si pria duduk menjadi teman satu waktu dalam kehidupan yang begitu singkat. Sebagai sesama manusia haruslah toleransi. Iya, kan?

"Siapa namamu?" tanya pria itu sambil menarik kursi, lalu duduk tapi pertanyaannya terabaikan tanpa ada jawaban.

Keheningan kembali menyapa, sebenarnya tidak sehening itu karena para pelayan juga hilir mudik memberikan pesanan pada para pelanggan. Termasuk mengantarkan makanan ke meja makan dimana dua insan yang sibuk dengan dunia masing-masing berada. Keduanya tampak fokus melakukan sesuatu di ponsel seolah itulah kehidupan mereka berdua saat ini.

Binar mata enggan memudar bersambut kebahagiaan yang tampak jelas menyebar ke udara. Pria itu senang melihat dua porsi spaghetti yang masih mengepulkan asa0 putih sudah siap untuk dinikmati, "Wah, pesanan kita sama. Kamu suka spaghetti juga?"

"Iya," jawaban singkat dari si gadis yang tak tahu harus berkata apalagi, membuat pria yang bersamanya tersenyum simpul tanpa pertanyaan tambahan.

Pertemuan pertama hanya meninggalkan kesan tanpa spesifikasi yang menyentuh hati. Ketika mengingat itu, logika menolak untuk menerima pertemuan lain. Akan tetapi, apapun yang sudah terjadi tidak bisa diubah lagi. Perlahan mengusap air mata mencoba menyadarkan diri bahwa kehidupan masih berlangsung. Ia harus kembali pada kenyataan hari ini.

"Naya, sebaiknya kamu pergi dari kota ini dan tinggal sendiri!" putusnya mensugestikan keyakinan akan keadaan yang sudah tidak bisa diperbaiki.

Di luar sana, semua orang pasti sibuk membicarakan tentang masa lalu yang berupa pengakuan darinya. Apalagi ayah dan bunda akan mendapatkan masalah baru hanya karena pembatalan pernikahan. Bagaimana dengan kisah persahabatan dengan keluarga Dian?

Rumit tapi setelah semua yang terjadi. Jujur saja ia tidak bisa mundur memperbaiki keadaan yang ada di antara semua hubungan. Meski semua kacau karena King. Tetap saja, pria itu datang karena merasa berhak atas dirinya. Satu pertanyaan yang tersisa, kenapa sang mantan kembali di hari pernikahan dan bukan sebelumnya?

Niat hati ingin membersihkan diri, tapi tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang begitu familiar di telinganya. Gadis itu berusaha menahan rasa di dalam dada, lalu berjalan menghampiri pintu, kemudian memutar kunci. "Masuklah!" pintanya memutar knop yang ditarik ke belakang.

"Nak, sebaiknya kamu turun!" titah Ayah Arsyad tanpa berniat masuk ke dalam kamar Naya.

Pria yang selama ini memiliki kepribadian tenang terlihat begitu gelisah dengan tatapan mata menunduk, bibir pucat. Naya memperhatikan perubahan sang ayah begitu drastis hingga tak sengaja melihat warna merah di tangan kanan ayahnya. Sontak saja ia meraih tangan untuk memeriksa dan aroma anyir menyeruak terlalu tajam menjelaskan adanya darah segar.

"Ayah, apa yang terjadi?" Naya menatap Ayah Arsyad begitu intens. Sayangnya sang ayah tetap bungkam hingga membuat sisa ketenangannya terhempas memudar entah kemana.

Tidak ada penjelasan yang bisa mengurangi rasa penasarannya. Apalagi sikap sang ayah sungguh di luar kebiasaan. Buru-buru ia melangkahkan kaki berjalan meninggalkan kamar tanpa melepaskan tangan yang selama ini selalu menjadi tempat ternyaman di saat hati membutuhkan kasih sayang serta dukungan. Langkah terus maju hingga bersambut pemandangan mengerikan mengubah pelaminan menjadi ruang penyiksaan.

"Ayah mertua, Anda lama sekali membawa calon istriku. Siapa yang akan bertanggung jawab menggantikan nyawa mereka?" Suara lembut yang ditekankan terdengar lebih mengintimidasi menyebarkan aura tak mengenakkan menghasut keyakinan hati semua orang yang menjadi tawanan pernikahan.

King melambaikan tangan mengharapkan Naya datang menghampirinya tanpa mengalihkan pandangan mata menatap tubuh Dian yang tersungkur di lantai. Calon mempelai pria sang mantan dengan kondisi raga bermandikan warna merah kini ia jadikan sebagai kado pernikahan pertama darinya untuk keluarga pihak mempelai wanita. Sadar benar jika di masa mendatang, Dian bisa menjadi masalah besar sehingga harus memberikan pelajaran sebagai peringatan pertama.

Kondisi Dian masih aman karena luka yang diterima pria itu masihlah bukan area vital sehingga menyebabkan kematian. Akan tetapi, jika tidak segera dilarikan ke rumah sakit maka bisa jadi merenggang nyawa tanpa mendapatkan pertolongan. Naya yang tidak tau apapun hanya terdiam melihat keadaan di sekitarnya.

"Nak, bantu kami untuk lepas dari baj!ngan itu, menikahlah dengannya!" Disentuhnya pundak sang putri yang tersentak karena mendengar permintaannya, tapi tidak ada cara lain lagi untuk membuat King berhenti melakukan penyiksaan pada orang-orang tak bersalah di dalam rumah mereka.

Satu permintaan dari Ayah Arsyad terdengar seperti perintah mutlak, membuat Naya tidak sanggup untuk menolak. Balas budi serta tanggung jawab sebagai penyebab semua luka yang dialami beberapa tamu undangan menyadarkan gadis itu untuk tetap pasrah menahan amarah hati.

Pernikahan pun akhirnya dilangsungkan tanpa ada penundaan waktu. Dimana King mengucapkan ikrar janji suci dengan suara lantang dalam sekali tarikan napas. Naya tak kuasa menahan siksaan rasa di hati yang sungguh menyesakkan dada hingga jatuh tak sadarkan diri bersamaan gema suara sah memenuhi ruang pelaminan.

Tak ada yang bisa mendekati Naya karena King langsung menggendong istrinya. Pria itu pergi meninggalkan rumah keluarga ayah Arsyad tanpa basa basi. Siapa yang bisa menghentikan seorang suami? Tentu tidak ada, tetapi tindakan nekad sang menantu dadakan menjadi luka yang membekas di hati kedua mertuanya.

Ayah Arsyad berusaha untuk menenangkan istrinya dan juga meminta maaf atas insiden tak terduga di dalam acara pernikahan putri keluarga mereka. Pria itu juga siap membiayai semua tamu yang mengalami luka ringan akibat ulah menantu tak diinginkannya. Termasuk langsung membawa Dian ke rumah sakit terdekat agar segera mendapatkan pertolongan.

Miris akan kenyataan di dalam kehidupan singkat yang menjadi bukti perubahan waktu tanpa ada rencana. Hiasan rumah yang terlihat indah berubah suram dalam hitungan satu jam terakhir, ditambah warna merah mewarnai lantai menyebarkan aroma anyir. Pernikahan berdarah sang putri pasti akan diingat sampai beberapa kehidupan masa yang akan datang.

Ayah berharap, putriku sanggup tetap bersabar menjalani ujian mahligai rumah tangga yang pasti sangat sulit lebih dari pernikahan normal lainnya. Semoga sampai saat itu tiba, kita bisa dipertemukan lagi, ya, Nak~ucap hati ayah Arsyad mengingat surat perjanjian yang sudah ditandatanganinya tanpa persetujuan Naya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status