Share

BAB 5

Sesilia

Aku sedang di apartemenmu. Ikuti permintaanku jika kamu ingin aku pulang.

Rezan mendesah berat membaca pesan itu. Ia melepas jas putihnya, melirik arloji di tangan kiri, kemudian menyampirkan jas navy di tangan. Baru saja keluar dari ruangan kerjanya, pesan baru kembali hinggap di ponselnya.

Sesilia

The Rosemary Restaurant, table number 15. Dont be late, HoneyšŸ˜˜

Rezan melesakkan kembali ponselnya ke saku jasnya. Ia melenggang penuh wibawa menelusuri koridor. Tiba di depan lift, ketika lemari bergerak itu terbuka, beberapa orang yang ada di dalam sana tampak menyapa penuh hormat. Hanya sapaan tanpa kata yang orang-orang itu berikan, Rezan meresponsnya dengan anggukan pelan. Harum tubuh Rezan menguar di dalam lift itu, wanita-wanita yang ada di sana silih senggol tangan dan menggunjing Rezan dengan isyarat tertentu seperti lirikan dan senyum penuh arti. Pesona dokter 34 tahun itu sungguh susah ditampik, sekalipun jutek dan angkuh tapi karismanya masih sangat memabukkan. Mereka rela terjebak di lift itu lebih lama asal bisa menikmati harum maskulin dokter Rezandra.

Sekitar 45 menit kemudian, Rezan tiba di restoran yang dimaksud Sesilia. Pria itu mencari jalan aman agar kakak cerewetnya pergi dari apartemennya. Mengherankan, sudah berapa kali Rezan mengganti sandi pintunya tapi Sesilia selalu tahu. Entah cara apa yang dia lakukan, mungkin karena basic pendidikan Sesilia adalah anak IT selain itu dia pun pernah punya cita-cita menjadi hacker makanya sistem keamanan apartemen Rezan selalu jadi korban keusilan kakaknya.

"Mm-hm, kudengar jadwalmu minggu ini sangat padat tapi kamu masih mau menyempatkan menemuiku, terima kasih."

"Berterima kasihlah pada Sesilia, dia yang membuat saya di sini sekarang," kata Rezan dingin sambil memotong steak pesanannya.

"Ah, iya, nanti aku akan menghubungi kak Sesil. Omong-omong apa kesibukanmu setiap weekend?"

"Olahraga, baca buku, tidur."

"Sepertinya masih cukup lenggang ya, bagaimana kalau akhir pekan ini kitaā€”"

"Tidak bisa, saya paling tidak suka ada yang mengganggu saya saat me time."

Mengganggu? Ya, kata itu jelas terdengar dan langsung menusuk hati lawan bicara Rezan. Seorang manajer bank cantik yang rela menunggu di sana demi makan malam dengan dokter karismatik ini. Sayang, apa yang dibayangkan tak sesuai dengan kenyataan. Memang benar, sebelumnya wanita itu pernah mendengar bahwa Rezan memang dingin dan irit bicara tapi wanita itu tidak menyangka jika sikap dingin Rezan ternyata separah ini.

"Lalu kapan tepatnya kamu ada waktu senggang?"

"Anda ingin pertemuan kedua?" balas Rezan akhirnya mengajukan pertanyaan setelah sejak tadi lawan bicaranya terus yang memulai topik percakapan.

"Iya, kak Sesil juga sudah setuju agar kitaā€”"

"Katakan padanya bahwa ini pertemuan pertama dan terakhir kita," tutur Rezan sudah menyimpan alat makannya padahal steak yang masuk ke mulutnya baru sepotong.

"Eh?"

"Jangan buang-buang waktu meladeni kegilaan Sesilia, Nona. Apa yang dia janjikan padamu tidak akan pernah terjadi, bagaimana pun keadaannya. Jadi, saya permisi."

Wanita itu melongo kaget, saat ia tersadar dari kekagetannya, Rezan sudah telanjur menjauh dari jangkauan matanya.

"Dia benar-benar manusia es," komentar wanita itu bergidik.

***

"Enjoy the party, kenapa malah celingukan kayak anak anjing nyari induknya?"

Nayla tersenyum menanggapi ejekan teman-temannya.

"Harap maklum kawan-kawan, ini kali pertama Nayla datang ke party model begini. Jadi wajar banget kalau masih kaku," papar Brenda yang berdiri di samping Nayla.

Acara perayaan ulang tahun Nicole diadakan di sebuah restoran bergengsi di kawasan elite, berlatar pemandangan langit yang penuh bintang dan gemerlap kehidupan Ibu Kota membuat pesta itu terasa menyegarkan dan menyenangkan. membuat nyaman setiap tamu yang datang kecuali Nayla yang belum juga menemukan titik nyamannya.

"Itu pun gara-gara dipaksa empat hari empat malam baru mau ikut," tambah Nicole yang menjadi sang empunya pesta malam ini.

Nayla ini tipikal mahasiswi cerdas dan ambis tapi dia memiliki lingkup pergaulan yang cukup luas. Orangnya sedikit kaku, polos, tapi kalau sudah diajak debat masalah akademis, dia juaranya. Brenda dan Nicole adalah teman satu jurusan Nayla, bahkan satu kelas. Mereka mulai kenal dekat sejak semester dua. Kala itu ketiganya tergabung dalam kelompok yang sama dalam mata kuliah umum. Nayla ditunjuk sebagai ketua kelompok dan keputusan itu membawa kelompok mereka mendapat nilai A+ di mata kuliah yang dosennya terkenal pelit nilai. Brenda dan Nicole mengaku takjub saat itu.

"Kaku sih kaku tapi ya harus bisa menyesuaikan diri juga, dong, masa ke pesta pakai setelan model begitu. Kayak mau ke pasar saja ha ha ha," celetuk salah seorang gadis yang terkenal sebagai biang gosip, hobinya nyinyir sama kehidupan orang lain.

"Daripada bikin kacau suasana, mending lo makan macaron aja deh, Min. Noh, di meja sebelah sana!" tutur Brenda pada sang biang gosip, gadis itu mengedikkan bahu lantas pergi begitu saja dan dengan sengaja menyenggol bahu Nayla.

"Itu orang punya masalah hidup apa sebenarnya, hobi banget nyinyirin Nayla. Lagian buat apa sih, Cole, lo ngundang dia?"

"Buat ngeramein aja, lo tahu kan prinsip hidupnya rekam posting. Jadi pasti dia bakal banyak mengabadikan momen ultah gue terus dia nge-tag gue, banyak yang kepo ke gue, terus insight gue naik, follower gue banyak jadi seleb dadakan deh, ending-nya ke cuan, Nda!"

"Pansos, gitu aja bilangnya, Cole. Enggak usah berbelit-belit."

"Ha ha, itu lo tahu. Kali-kali kita harus manfaatin itu si lambe nyinyir, followers dia kan banyak."

Selagi Brenda dan Nicole membicarakan Mina dan kebiasaan bergosipnya, Nayla tampak memandangi kue ulang tahun Nicole yang sudah dipotong dengan tatapan kosong. Dia belum juga menemukan solusi untuk masalah keuangan keluarganya.

"Heh! Ngelamun aja, Nay, mikirin apa, sih?" tanya Brenda yang heran karena kawannya ini terus hilang fokus di beberapa kesempatan.

"Aku enggak ngelamun kok, Cuma lagi liatin kue ultah Nicole bagus banget."

Nicole dan Brenda saling pandang, tidak percaya dengan alasan Nayla. Namun mereka tidak mau ambil pusing dan melanjutkan obrolan.

"Bentar, bentar, ini mata gue yang siwer atau itu memang bener kak Geva?" Brenda menyoal sambil mengucek matanya.

Nicole tertawa lepas mendengar racauan kawannya itu.

"Beneran itu kak Geva," tegas Nicole mengonfirmasi.

"Hebat banget lo, Cole, bisa ngundang kak Geva dan dia hadir lagi. Minta foto ah nanti."

"Kak Geva siapa?" tanya Nayla dengan polosnya membuat senyum kedua sahabatnya mendatar. Menatap gadis berponi itu gemas.

"Temen lo, tuh, Nda!" cibir Nicole tak bisa berkata-kata.

"Eh, aku salah, ya?" balas Nayla heran.

"Salah, Nay, salah banget! Masa kamu enggak tahu kak Geva, tiga tahun kuliah di kampus ngapain aja, sih?" tanya Brenda ikut gemas.

"Belajar," sahut Nayla lagi singkat.

Brenda dan Nicole angkat tangan, "Sudah nyerah saja, Nda, si Nayla memang ngeselin."

"Hooh, bisa-bisanya dia enggak tahu kak Geva. Masa mudanya suram banget."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status