Share

BAB 4

Nayla melamun seorang diri di perpustakaan, sejak kuliah jam pertama dimulai gadis itu memang kehilangan sebagian konsentrasinya. Kepalanya dipenuhi berbagai hal tentang hutang keluarganya. Jika kemarin Nayla masih dibuat bertanya-tanya tentang nominal hutang yang tak kunjung dibeberkan Ratu, pagi ini akhirnya semua pertanyaan itu terjawab tuntas. Tiga milyar, selama ini Ratu menanggung beban hutang tiga milyar seorang diri. Mencicil sedikit demi sedikit namun hutang itu tak kunjung menipis karena setiap bulan bunganya juga bertambah.

Nayla terpaksa mencari tahu masalah ini karena ia benar-benar tidak tega melihat sang kakak banting tulang siang malam. Belum lagi kemarin, Ratu  pulang dalam keadaan terluka dan yang membuat hati Nayla semakin pilu adalah alasan dibalik hadirnya luka itu. Ratu nyaris dilecehkan pria yang tidak bertanggung jawab. Tidak bisa Nayla bayangkan apa jadinya sang kakak jika Ratu gagal melawan. Mungkin ... ah, Nayla tidak ingin membayangkannya.

"Nay, ke kantin kuy!" ajak Brenda, teman sekelas Nayla.

"Enggak dulu, Nda, aku lagi malas."

"Kenapa, ada masalah lagi di rumah?"

"Enggak kok, cuma lagi enggak mood ke mana-mana aja."

"Yahh, masa aku ke kantin sendiri, sih."

"Maaf ya, Nda."

"Hm, ya udah enggak apa-apa, tapi nanti malam pokoknya kamu wajib ikut ke pestanya Nicole. Sudah janji, loh."

"Iya, kalau nanti malam aku bakal ikut tapi sebentar aja ya, takut kakakku khawatir."

"Sip, jam sembilan udah pulang kok. Aku jemput nanti, dahhh."

Nayla melambai pada temannya itu. Setelah Brenda menghilang, gadis itu kembali termenung. Ia mengeluarkan dompetnya dan menatap miris pada isi di dompet itu yang tak seberapa. Selain kuliah, tiga bulan terakhir Nayla memang sudah memutuskan untuk kerja sampingan jadi pelayan di salah satu kafe. Tapi upahnya tidak seberapa untuk membantu bayar hutang keluarganya. Sekarang Nayla sedang memutar otak agar mendapat pekerjaan yang menghasilkan lebih banyak uang.

***

"Lo kayak habis perang sama kompeni, Tu," cibir Surya yang sengaja datang ke kontrakan Ratu untuk menjenguk gadis itu.

"Gue emang habis perang, kampret banget emang tuh si Bandot. Gue udah bilang bakal ngasih duitnya dua hari lagi tapi dia malah ngirim anak buahnya buat ngejar gue di rumah sakit. Malu-maluin!"

"Terus sekarang apa rencana lo?"

"Enggak tahu, pusing gue. Tas yang waktu itu gue beli udah dijual buat bayar tagihan kartu kredit. Itu pun baru sebagian, masih ada 50 juta lagi yang belum gue bayar. Uang dari Mami udah gue kasihin ke si Bandot. Setidaknya untuk bulan ini gue masih bisa napas walau masih bingung nih nyari buat bayar kontrakan."

"Berapa uang kontrakan lo?"

"Gue bayar pertahun, lima belas juta setahun. Dua hari lagi yang punya rumah pasti nagih dan gue belum pegang duit sepeser pun."

"Gue harus lebih rewel lagi sama lo ini, sih. Hutang lo di mana-mana tapi gaya hidup masih aja hedon. Contoh adek lo tuh, prihatin sama kondisi sekarang jadi dia bisa menyesuaikan diri. Emang lo yang enggak tahu diri."

"Lah, emang, bodo ah enggak usah mikirin itu. Mending sekarang lo cari proyekan biar gue dapat uang banyak. Udah ada belum?"

"Belum, Tu, belum ada yang booking lo buat nemenin mereka. Kemarin sempat ada yang nanya sih tapi ragu-ragu gitu, kata mereka lo matok harganya ketinggian. Masa cuma nemenin minum doang sampai 20 juta."

"Ya iyalah, gue itu cewek mahal cuy! Gue masih mau nemenin mereka juga untung. Malah gue ada target naikin harganya."

"Aje gile, lo tahu, satu-satunya cewek di bisnis ini yang enggak nerima layanan plus-plus tuh cuma lo. Kalau yang lain nemenin minum lanjut ngamar, lah elu hhh."

"Ya kan lo tahu selera gue tinggi, Ya. Jangankan tidur, itu klien mau nyosor pipi aja langsung gue kasih tinju."

"Nah, iya, akhlak lo itu yang bikin gue kena omel klien terus. Nanti deh, gue coba cari yang lain, siapa tahu ada yang sesuai kualifikasi lo."

"Huum, makasih, Ya. Kalau enggak ada banget kayaknya gue terpaksa jual diri, deh."

Surya langsung menoyor kepala kawannya itu gemas.

"Jangan sembarangan kalau ngomong, lo bukan cewek kayak gitu."

"Astaga ... ada ya mucikari macem lo. Orang lain dibimbing buat jadi wanita malam, lah gue malah dilarang."

Selain berprofesi sebagai manajer di kelab malam, profesi sampingan Surya adalah mucikari alias gremo yang menyalurkan para wanita malam pada klien-klien. Sebenarnya, penghasilannya sebagai mucikari lebih besar dibanding gaji seorang manajer. Tapi Surya tetap melakoni keduanya sebagai kamuflase agar dia tidak terdeteksi melakoni bisnis prostitusi online.

"Pokoknya jangan macem-macem tanpa sepengetahuan gue. Nih!" kata Surya sambil memberikan amplop cokelat yang cukup tebal pada Ratu.

"Apa, nih?"

Ratu tahu amplop itu berisi uang, yang ia tanyakan adalah kenapa Surya memberinya uang sebanyak itu.

"Itu ada duit 20 juta, lo pakai aja dulu."

"Dih, enggak usah, duit lo kan ini?"

"Iya enggak apa-apa pake aja dulu buat bayar kontrakan. Lo bisa balikin kapan-kapan."

"Tapi Ya ...."

"Enggak usah sok nolak dan merasa enggak enak gitu. Nanti begitu kita dapat proyek lagi, gue potong persenan lo dua kali lipat."

Ratu tersenyum lebar kemudian memeluk Surya erat sampai laki-laki itu sesak napas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status