"Rezan!!!" teriak Sesilia saat wanita satu anak itu tiba di apartemen adiknya.
Sesil mau meminta pertanggung jawaban Rezan atas tindakan tidak sopan pria itu pada sepupu kenalannya.
"Geo, bantu Mami cari om Rezan, cari di kolong meja, di bawah karpet, atau di gorong-gorong kalau perlu!"
"Kita mau cari om Rezan atau kecoak, Mi?" tanya Geovandi, usia 7 tahun, satu-satunya keponakan Rezan—setidaknya untuk saat ini.
"Om kamu emang udah kayak kecoak, resek, bikin ilfil, nyebelin. Arggh, malu-maluin."
"Huhh, tahu begitu tadi aku ikut Papi saja ke gym," gumam Geo yang sudah tidak terdengar maminya karena Sesilia sudah sibuk mencari keberadaan adiknya.
Wanita itu yakin Rezan ada di sana, ini akhir pekan dan pria itu tidak memiliki jadwal apa pun.
"Rezannn, keluar kamu!" teriak Sesil dari arah dapur yang bisa terdengar oleh Geo yang masih ada di ruang tengah.
"Rezannn, kalau dalam hitungan ketiga kamu tidak muncul, aku gembok permanen apartemen ini supaya kamu-"
"Berisik," komentar Rezan yang muncul dari arah balkon, kedua telinga pria itu tersumbat earpod.
Sesil balik badan, berjalan cepat ke hadapan sang adik lalu memasang posisi kacak pinggang. Ia siap menghakimi adik kurang ajarnya itu.
"Ngomong apa kamu sama sepupu temenku, hah?!"
"Enggak ngomong apa-apa," jawab Rezan santai kemudian membimbing Geo untuk duduk di sampingnya.
Pria itu mengenakan kaos putih polos dan celana hitam panjang. Penampilan santai yang hanya akan ditemui oleh orang-orang tertentu saja.
"Mustahil! Masa enggak ngomong apa-apa, dia sampai tersinggung begitu. Kamu itu sudah bikin aku malu tahu, Zan. Bisa enggak sih, sekali ... saja kamu nurut sama aku?"
"Enggak," jawaban Rezan langsung membuat tangan kakaknya mengepal amarah.
Geo asyik menyaksikan om dan maminya beradu mulut. Dia sudah tidak aneh dengan pemandangan itu, sudah jadi camilan setiap minggunya.
"Emang bener-bener, ya, si Rezan!"
Sesil mengambil bantal sofa lalu dilemparkan ke arah adiknya namun Rezan sigap menghindar sehingga bantal itu melayang dan menubruk dinding. Geo tepuk tangan untuk ketangkasan sang om.
"Lupakan niatmu untuk menjodohkanku dengan para wanita itu, sampai kapan pun itu tidak akan pernah terjadi."
Usia Sesil dan Rezan hanya terpaut dua tahun, jadi keduanya jarang menggunakan sapaan umum seperti yang biasa dilakukan adik dan kakak. Mereka cenderung memanggil nama satu sama lain saat bertegur sapa.
"Terus kamu mau aku jodohin sama siapa, hah? Para lelaki, begitu?"
"Boleh," jawab Rezan lagi enteng.
Mata Sesil melotot garang, sekali lagi ia mengambil bantal sofa dan dilemparkan sekuat tenaga ke arah Rezan. Kali ini, pria itu berhasil menangkapnya lalu ia berikan bantal itu pada Geo. Sesil mengatur napasnya agar lebih tenang, ia menyuruh Geo untuk pergi ke kamar omnya sebentar karena ada hal penting yang harus wanita itu bicarakan berdua saja dengan adiknya yang super menyebalkan.
"Udah bener-bener enggak ada harapan sembuh, Zan?" tanya Sesil dengan volume suara dipelankan.
Rezan enggan menjawab pertanyaan itu, dia masih menyimak sejauh mana kakaknya akan menginterogasi kali ini. Dia juga penasaran ide gila apa lagi yang akan lahir dari otak Sesilia yang out of the box itu.
"Kita ke psikolog, yuk, Zan. Aku punya kenalan andal yang bisa meluruskan semua kemiringan yang ada pada dirimu saat ini."
"Pulang sana, aku mau istirahat," usir Rezan sambil berdiri.
"Please, Zan, kamu harus segera menikah atau ... perjuangan mendiang Mama akan sia-sia."
Rezan menghentikan langkah, ia menoleh ke samping sedikit lalu berkata, "Aku tidak pernah menginginkan apa yang Mama perjuangkan. Sejak awal semua itu bukan milikku."
"Tapi kita harus menyelamatkan semua aset itu dari Papa, Zan!"
"Aku akan benar-benar pindah negara kalau kamu terus bersikap seperti ini, Sesil," tegas pria itu sambil lalu.
Sesilia mendengus sambil menendang angin-mengekspresikan kekesalannya yang sudah melewati batas. Memiliki adik seperti Rezan adalah ujian terberat dalam hidupnya.
"Semua laki-laki di keluargaku memang sialan," gumam Sesil emosi.
"Ayo dong, mana suara tepuk tangannya? Kok sepi sekali, ini bukan pemakaman, kan?" ujar wanita itu lagi.Kali ini tepuk tangan menggema di setiap penjuru ruangan. Para wartawan bahkan sampai gagal fokus karena tindakansavageRatu barusan."Teman-teman wartawan, kalian jangan bingung, ya. Tadi itu kalian semua kena prank dari kakek Dermawan. Dia sengaja mengumumkan suamiku mau bertunangan dengan Caralyn untuk memberi kejutan pada kalian semua dan juga masyarakat di luar sana. Seperti yang sudah kalian lihat, Caralyn ini adalah gadis baik yang bisa menerima pasangan apa adanya. Usia tak menghalangi cinta mereka, Caralyn sudah mantap untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius bersama kakek Dermawan. Mari kita doakan semoga cinta mereka abadi selamanya, amin.""Aminnn," koor seluruh tamu yang datang sembari bertepuk tangan meriah."Woahh ... RATU ANAYASA, LO YANG TERBAIK!" teriak Surya di tempatnya sambil tepuk tangan keras-keras.
Seperti dugaan Rezan, kejanggalan sikap Dermawan pada akhirnya membawa prahara baru yang seharusnya tak pernah muncul dalam kehidupan rumah tangga pria itu. Caralyn, apa maksudnya semua ini? Kenapa pula tiba-tiba saja perempuan itu muncul di depannya. Lantas dikenalkan sebagai calon istri kedua Rezandra Mahadewa di depan seluruh tamu undangan yang hadir ke pesta ulang tahun Derma Group.Ratu bahkan sampai tak mengedip mendengar pengumuman itu. Rezan menatap nyalang kakeknya dengan rahang mengeras. Tidak pernah mereka duga, acara keluarga yang semula diprediksi akan berjalan dengan baik dan lancar justru berlangsung dengan penuh kejutan begini."Oh-My-God!Itu aki-aki t
Masih di hari yang sama pasca Rezan dan Ratu sukses bermesraan di kamar tanpa gangguan Reyandra, siangnya kediaman keluarga Dermawan kedatangan tamu yang cukup mengejutkan seisi rumah. Terutama Rezan dan Ratu, mereka tidak pernah menyangka momen mencengangkan ini akan menimpa mereka. Tak sedikit pun terbersit di kepala keduanya bahwa Dermawan kenal baik dengan kakek Caralyn. Ya, dokter cantik yang mendambakan suami Ratu itu ternyata cucu dari kenalan Dermawan. Seorang pengusaha perusahaan minyak bumi yang cukup terkenal di Timur Tengah sana.Kakek Caralyn sedang melakukan perjalanan bisnis ke Indonesia, dia mendapat kabar bahwa kawan lamanya sedang tidak sehat makanya dia datang untuk menjenguk. Rezan tidak tahu kalau kakeknya sudah mengatur janji dengan kakek Caralyn sejak pria tua itu masih di rumah sakit. Pikiran buruk Rezan terhadap sang kakek kembali menggeliat. Meskipun berdasarkan keterangan Caralyn dia datang ke sana tanpa disengaja namun tetap saja terasa janggal bag
Ratu baru merasakan indahnya penerimaan setelah penolakan panjang yang Dermawan lakukan. Pasca hari itu, segala sesuatunya membaik tanpa ia sangka. Sikap Dermawan pada Ratu sangat baik, bahkan mereka sangat akrab belakangan ini. Ya, tidak terasa hampir satu bulan sudah Rezan dan keluarga kecilnya berada di Jakarta. Cuti yang semula dijadwalkan hanya dua pekan, terpaksa diperpanjang atas permintaan Ratu. Kebetulan Rezan belum pernah menggunakan jatah cutinya sama sekali sehingga ia bisa mengambil cuti panjang kali ini.Kondisi kakek Dermawan pun berangsur membaik, operasinya berjalan lancar dan dia sudah kembali ke rumah sejak pekan lalu setelah hampir sebulan penuh menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Selain menghabiskan waktu dengan keluarga suaminya, tak lupa Ratu pun meluangkan waktu untuk bertemu dengan Nayla, Geva, Genaya, dan Surya tentu saja. kurang lengkap rasanya kalau Ratu tidak bertemu dengan kawan gilanya, yang sekarang sudah agak sedikit waras. Masi
Ratu keluar dari ruang perawatan Dermawan dengan mata mengerjap beberapa kali. Perempuan itu tampak seperti orang bingung, Rezan yang sejak tadi harap-harap cemas lantas menghampiri sang istri. Dia menduga kakeknya kembali bicara yang tidak-tidak hingga membuat Ratu seperti itu."Kamu tidak apa-apa?" tanya Rezan cemas, dia sudah bertekad untuk kembali memboyong keluarganya ke New York. Negara ini memang sudah tidak cocok untuk keluarganya."Mas, aku mimpi enggak, sih?" tanya Ratu masih setengah sadar.Sontak kebingungan berpindah pada Rezan."Kakek berbicara hal yang buruk lagi padamu?"Ratu menggeleng sambil berujar, "Dia menerimaku, Mas."Ratu masih tidak percaya pada ucapannya sendiri. Rezan terkejut namun masih ingin menunggu kelanjutan cerita sang istri.Beberapa waktu lalu ..."Permisi Kek, ini aku,"
Rasanya seperti terkurung dalam ruangan yang menyatukan dua musuh bebuyutan. Keheningan yang tercipta terasa kian mencekam ketika hanya bunyi alat medis saja yang terdengar di sana. Sejak lima menit lalu Rezan diberi kesempatan untuk menghadap kakeknya lebih dulu. Tentu saja itu ide Sesilia, dalang di balik semua rencana konyol ini.Dermawan memperhatikan cucunya dari ranjang sambil berbaring. Rezan semakin tampan, tetap gagah dan berwibawa seperti biasanya. Tidak salah memang, darah Dermawan mengalir deras dalam diri Rezandra Mahadewa. Dia berhak menjadi pimpinan Derma Group, sayangnya pria itu tidak menyimpan ketertarikan pada dunia bisnis.Jauh di lubuk hati pria tua itu, dia sangat merindukan Rezan, ingin kembali akrab dan bercengkerama dengan hangat bersama sang cucu seperti dulu. Namun Rezan terlihat masih sangat marah padanya. Dia bahkan tak mengucapkan sepatah kata pun sejak memasuki ruang rawat kakeknya.“Sampai kapan kamu akan mendiamkan kakek se