Kaki Nayla terus bergetar begitu ia sudah memasuki kamar di salah satu hotel yang menjadi tempat janjiannya dengan klien pertama dari situs mateforyou.com. Gadis itu menangkup kedua lututnya lalu ditekan agar ia berhenti bergetar. Ini bukan pilihan yang mudah tapi Nayla benar-benar sudah kehabisan langkah dalam mencari jalan lain. Dia sepakat untuk melayani seorang pria yang dari data dirinya berstatus duda dan sudah cukup berumur.
Nayla akan dibayar 200 juta untuk malam pertama ini, sungguh penawaran yang menggiurkan untuk amatir sepertinya. Nominal itu tidak seberapa jika dibanding dengan hutang kedua orang tuanya tapi setidaknya itu lebih besar daripada upah kerja paruh waktu yang selama ini gadis itu terima. Dengan uang itu Nayla bisa membayar tagihan 15 juta/bulan yang ditentukan pak Bandot.
Jangan kira hanya karena Nayla lega dengan kesepakatan harga 200 juta maka gadis itu terbebas dari perasaan kalut, tidak! Sebaliknya, saat kedua belah pihak sudah setuju dan janji temu sudah diatur, detik itu pula Nayla menangis tersedu di kamarnya seorang diri. Kakaknya sedang tidak di rumah saat transaksi itu terjadi sehingga Nayla bebas menangis sepuasnya.
“Tidak ada jalan untuk mundur, Nay. Bisa, kamu pasti bisa. Demi Ayah, Bunda, dan kak Ratu. Jangan egois, Nqy. Tidak apa-apa.”
Kedua tangan Nayla mengepal penuh tekad, ia berusaha menguatkan diri agar lebih berani menghadapi situasi ini. Nayla masih menunggu sendirian di dalam kamar hotel karena dari pesan yang dia dapat katanya kliennya akan datang sekitar lima menit lagi. Sebenarnya tadi Nayla sempat bertemu dengan seorang pria dengan kisaran usia 40 tahunan, Nayla kira pria itulah klien yang akan dia layani tapi ternyata pria itu hanya seseorang yang ditugaskan membimbing Nayla ke kamar hotel dan meminta gadis itu untuk menunggu di sana. Katakanlah orang itu adalah kaki tangan klien Nayla.
Lima menit berlalu, pintu kamar hotel terbuka, masuk seseorang ke dalam sana dan Nayla refleks berdiri sambil menunduk menyambut orang itu. Langkah sepatu terdengar semakin mendekati Nayla, jantung gadis itu bertambah ritmenya seperti genderang perang. Ini bukan hanya peribahasa tapi memang begitulah kondisi hati Nayla. Takut, menyesal, sedih, dan tersiksa semua baur jadi satu. Pria itu berdiri tepat di hadapan Nayla, ia memiringkan posisi badannya untuk melihat wajah perempuan yang sedang menunduk ketakutan di hadapannya. Sungguh wanita panggilan yang aneh, begitu menurut pria itu.
"Apa jantungmu jatuh?" tanya pria itu yang langsung menyentak Nayla.
Mata mereka sempat bersitatap, sampai akhirnya Nayla mundur satu langkah dan pria itu pun menegapkan kembali posisinya.
"A-anda siapa?" tanya Nayla dengan nada bergetar.
Pria itu mengernyit lalu kembali mendekati Nayla sampai gadis itu terus mundur dan punggungnya membentur tembok. Dia terkunci di sana--di antara tembok dan tubuh pria yang bersimbah keringat seperti baru melakukan olahraga berat.
"Namamu Kiran bukan?" balik pria itu bertanya.
"I—iya."
"Kamu mau apa ke sini?" tanya pria itu lagi.
"Saya ... Saya mau menemui tuan Hartono."
"Untuk?" pria itu semakin mendekatkan wajahnya pada Nayla sampai napas gadis itu tercekat beberapa saat.
"Ada sesuatu yang harus kami lakukan."
"Iya, apa?" nada suara pria itu lembut tapi seduktif, setiap untai kata dan helaan napasnya mampu membuat Nayla merinding.
Nayla memejam sebentar lalu ia menjawab cepat, "Saya mau bermalam dengannya."
Pria itu tersenyum sambil mengelus pipi Nayla.
Cup!
Sebuah kecupan pria itu hadiahkan pada leher jenjang Nayla yang terekspose karena kini rambut sebahu gadis itu tengah disanggul cantik ala-ala rambut gadis Korea. Pakaian yang dikenakan Nayla pun sangat cocok dengannya, tidak terlalu seksi tapi begitu menarik--membuat orang-orang betah memandanginya lama-lama.
"Mau melakukannya sekarang?"
"Jangan kurang ajar, ya! Saya ke sini untuk pak Hartono."
Pria itu terkekeh singkat, "Hartono itu tukang kebunku," katanya sambil menarik tubuh Nayla hingga kini mereka sukses saling menempel.
Tangan pria itu mengungkung tubuh Nayla erat, gadis itu berusaha berontak namun gagal.
"Maksud Anda apa?"
"Orang yang harus kamu layani itu aku."
Mata Nayla membeliak, benarkah yang dikatakan pria itu? Tapi bagaimana mungkin kliennya berubah menjadi seorang pemuda tampan, muda, dan terlihat mustahil berstatus sebagai duda.
Orang ini pasti salah masuk kamar, batin Nayla.
"Sepertinya Anda salah orang."
"Aku tidak salah orang."
"Tapi Anda bukan orang yang ada di data klien yang saya terima."
"Itu sudah biasa, Kiran sayang, di situs seperti itu banyak klien yang memalsukan identitas mereka untuk menjaga privasi. Aku juga tidak yakin Kiran adalah nama aslimu."
Nayla meneguk ludahnya, jadi ini sungguh nyata? Pemuda tampan, lembut, ramah tapi berbahaya ini sungguh klien yang harus Nayla layani malam ini? Entah perasaan apa yang harus Nayla rasakan sekarang. Di satu sisi ia cukup lega karena tidak akan menghabiskan malam dengan pria tua, tapi di sisi lain ia juga sangat takut membayangkan apa yang akan terjadi malam ini.
"Arghh! Tolong lepaskan saya!" pekik Nayla kaget ketika pria itu tiba-tiba memangku tubuhnya lalu ia dibaringkan di atas kasur.
Pria itu langsung menindih tubuh Nayla dan menghadiahi gadis cantik nan polos itu kecupan-kecupan hangat di beberapa bagian seperti kening, pipi, leher, bahkan bibir. Pria itu mencium bibir Nayla cukup lama. Tidak ada perlawanan dari Nayla, ia hanya pasrah dan membiarkan kliennya mengeksploitasi tubuhnya, malam ini diri Nayla sepenuhnya menjadi milik pria itu.
"Kaku sekali, ini yang pertama, ya?" tanya pria itu selepas mencium bibir Nayla.
Nayla menjawab dengan anggukan.
"Tidak apa-apa, aku akan membuatmu ahli. Jangan tegang, nikmati saja dan sambut ciumanku dengan tenang."
Nayla tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya, yang jelas setiap untai kata pria ini sungguh lembut dan memabukkan. Perlahan namun pasti Nayla mulai luluh, pria itu membimbing tangan Nayla untuk mengalung di lehernya lalu mereka pun lanjut berciuman semakin dalam.
"Ayo dong, mana suara tepuk tangannya? Kok sepi sekali, ini bukan pemakaman, kan?" ujar wanita itu lagi.Kali ini tepuk tangan menggema di setiap penjuru ruangan. Para wartawan bahkan sampai gagal fokus karena tindakansavageRatu barusan."Teman-teman wartawan, kalian jangan bingung, ya. Tadi itu kalian semua kena prank dari kakek Dermawan. Dia sengaja mengumumkan suamiku mau bertunangan dengan Caralyn untuk memberi kejutan pada kalian semua dan juga masyarakat di luar sana. Seperti yang sudah kalian lihat, Caralyn ini adalah gadis baik yang bisa menerima pasangan apa adanya. Usia tak menghalangi cinta mereka, Caralyn sudah mantap untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius bersama kakek Dermawan. Mari kita doakan semoga cinta mereka abadi selamanya, amin.""Aminnn," koor seluruh tamu yang datang sembari bertepuk tangan meriah."Woahh ... RATU ANAYASA, LO YANG TERBAIK!" teriak Surya di tempatnya sambil tepuk tangan keras-keras.
Seperti dugaan Rezan, kejanggalan sikap Dermawan pada akhirnya membawa prahara baru yang seharusnya tak pernah muncul dalam kehidupan rumah tangga pria itu. Caralyn, apa maksudnya semua ini? Kenapa pula tiba-tiba saja perempuan itu muncul di depannya. Lantas dikenalkan sebagai calon istri kedua Rezandra Mahadewa di depan seluruh tamu undangan yang hadir ke pesta ulang tahun Derma Group.Ratu bahkan sampai tak mengedip mendengar pengumuman itu. Rezan menatap nyalang kakeknya dengan rahang mengeras. Tidak pernah mereka duga, acara keluarga yang semula diprediksi akan berjalan dengan baik dan lancar justru berlangsung dengan penuh kejutan begini."Oh-My-God!Itu aki-aki t
Masih di hari yang sama pasca Rezan dan Ratu sukses bermesraan di kamar tanpa gangguan Reyandra, siangnya kediaman keluarga Dermawan kedatangan tamu yang cukup mengejutkan seisi rumah. Terutama Rezan dan Ratu, mereka tidak pernah menyangka momen mencengangkan ini akan menimpa mereka. Tak sedikit pun terbersit di kepala keduanya bahwa Dermawan kenal baik dengan kakek Caralyn. Ya, dokter cantik yang mendambakan suami Ratu itu ternyata cucu dari kenalan Dermawan. Seorang pengusaha perusahaan minyak bumi yang cukup terkenal di Timur Tengah sana.Kakek Caralyn sedang melakukan perjalanan bisnis ke Indonesia, dia mendapat kabar bahwa kawan lamanya sedang tidak sehat makanya dia datang untuk menjenguk. Rezan tidak tahu kalau kakeknya sudah mengatur janji dengan kakek Caralyn sejak pria tua itu masih di rumah sakit. Pikiran buruk Rezan terhadap sang kakek kembali menggeliat. Meskipun berdasarkan keterangan Caralyn dia datang ke sana tanpa disengaja namun tetap saja terasa janggal bag
Ratu baru merasakan indahnya penerimaan setelah penolakan panjang yang Dermawan lakukan. Pasca hari itu, segala sesuatunya membaik tanpa ia sangka. Sikap Dermawan pada Ratu sangat baik, bahkan mereka sangat akrab belakangan ini. Ya, tidak terasa hampir satu bulan sudah Rezan dan keluarga kecilnya berada di Jakarta. Cuti yang semula dijadwalkan hanya dua pekan, terpaksa diperpanjang atas permintaan Ratu. Kebetulan Rezan belum pernah menggunakan jatah cutinya sama sekali sehingga ia bisa mengambil cuti panjang kali ini.Kondisi kakek Dermawan pun berangsur membaik, operasinya berjalan lancar dan dia sudah kembali ke rumah sejak pekan lalu setelah hampir sebulan penuh menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Selain menghabiskan waktu dengan keluarga suaminya, tak lupa Ratu pun meluangkan waktu untuk bertemu dengan Nayla, Geva, Genaya, dan Surya tentu saja. kurang lengkap rasanya kalau Ratu tidak bertemu dengan kawan gilanya, yang sekarang sudah agak sedikit waras. Masi
Ratu keluar dari ruang perawatan Dermawan dengan mata mengerjap beberapa kali. Perempuan itu tampak seperti orang bingung, Rezan yang sejak tadi harap-harap cemas lantas menghampiri sang istri. Dia menduga kakeknya kembali bicara yang tidak-tidak hingga membuat Ratu seperti itu."Kamu tidak apa-apa?" tanya Rezan cemas, dia sudah bertekad untuk kembali memboyong keluarganya ke New York. Negara ini memang sudah tidak cocok untuk keluarganya."Mas, aku mimpi enggak, sih?" tanya Ratu masih setengah sadar.Sontak kebingungan berpindah pada Rezan."Kakek berbicara hal yang buruk lagi padamu?"Ratu menggeleng sambil berujar, "Dia menerimaku, Mas."Ratu masih tidak percaya pada ucapannya sendiri. Rezan terkejut namun masih ingin menunggu kelanjutan cerita sang istri.Beberapa waktu lalu ..."Permisi Kek, ini aku,"
Rasanya seperti terkurung dalam ruangan yang menyatukan dua musuh bebuyutan. Keheningan yang tercipta terasa kian mencekam ketika hanya bunyi alat medis saja yang terdengar di sana. Sejak lima menit lalu Rezan diberi kesempatan untuk menghadap kakeknya lebih dulu. Tentu saja itu ide Sesilia, dalang di balik semua rencana konyol ini.Dermawan memperhatikan cucunya dari ranjang sambil berbaring. Rezan semakin tampan, tetap gagah dan berwibawa seperti biasanya. Tidak salah memang, darah Dermawan mengalir deras dalam diri Rezandra Mahadewa. Dia berhak menjadi pimpinan Derma Group, sayangnya pria itu tidak menyimpan ketertarikan pada dunia bisnis.Jauh di lubuk hati pria tua itu, dia sangat merindukan Rezan, ingin kembali akrab dan bercengkerama dengan hangat bersama sang cucu seperti dulu. Namun Rezan terlihat masih sangat marah padanya. Dia bahkan tak mengucapkan sepatah kata pun sejak memasuki ruang rawat kakeknya.“Sampai kapan kamu akan mendiamkan kakek se
Perdebatan panjang sudah dilalui, menghasilkan satu keputusan yang tak pernah Rezan sangka akan ia ambil. Pria itu dan keluarga kecilnya sudah tiba di Indonesia. Disambut hangat oleh Sesilia, Nayla, dan keluarga yang lain. Setelah mendapat penyambutan yang cukup spesial di bandara, Sesilia tidak langsung mengajak Rezan dan Ratu ke rumah sakit. Berdasarkan penjelasan wanita itu, kakek Dermawan sudah berhasil melewati masa kritisnya. Jadi mereka bisa menjenguk kakek Dermawan nanti. Kediaman megah Dermawan, tempat itulah yang dituju oleh Rezan sekarang. Di sana dia disambut dengan senyuman dan pelukan hangat Restu—sang ayah. Orang tua itu tak henti menciumi pipi Reyandra, cucu yang selama ini hanya bisa dia lihat via panggilan video, akhirnya kini sudah bisa dipeluk langsung. “Kakek jangan cium-cium telus, Leyan geli tahuuu,” protes anak itu cemberut, tak ayal semua orang tertawa karenanya. “Kakek rindu kamu, Sayang, wajar dong kalau kakek cium pipi kamu kayak t
“Mas, tolong dengarkan aku dulu, kita harus pulang malam ini juga,” bujuk Ratu, berusaha meyakinkan suaminya tentang semua rencana yang sudah dia atur.“Kamu tidak bisa seperti ini, Ratu, aku tidak mau pulang ke Indonesia. Bagaimana dengan pekerjaanku di sini?” keras Rezan.Sebenarnya dia tidak begitu memikirkan pekerjaan, yang menjadi pertimbangan utama pria itu adalah perasaan sang istri saat menghadap keluarganya nanti atau lebih tepatnya ketika menghadap Dermawan. Lagi pula Rezan tidak yakin kalau Dermawan benar-benar kritis. Bisa saja berita sakitnya Dermawan adalah skenario yang disusun Sesilia dan kakeknya agar Rezan luluh dan mau pulang. Ingat, Dermawan adalah orang berkuasa yang bisa melakukan apa pun yang dia mau. Berkaca pada pengalaman itu, wajar kalau Rezan meragukan kondisi kakeknya saat ini.“Aku sudah menghubungi atasanmu perkara masalah cuti ini, hanya sebentar Mas. Lagi pula kepala medik juga mengizinkan kamu untuk
Keesokan harinya, Sesilia memasuki ruangan pribadi kakek Dermawan. Pria tua itu memang menjalani perawatan di rumah saja dengan cara memanggil dokter ahli ke rumahnya setiap tiga kali seminggu. Kondisi kesehatan Dermawan memang menurun drastis seperti yang dikabarkan Sesilia kemarin pada adiknya. Dia sangat ingin bertemu dengan cucu dan cicit terkasihnya yang kini tinggal jauh dari jangkauannya. Namun, masih sulit bagi pria tua itu untuk menerima Ratu. Baginya, perempuan itulah yang telah menghancurkan keharmonisan hubungannya dengan Rezan.“Bagaimana Sesilia, apa sudah ada jawaban dari adikmu?”“Dia masih belum menyerah, Kek, entahlah aku harus membujuknya sampai kapan agar dia mau pulang dan menjenguk Kakek.”“Mungkin Kakek harus mati dulu baru dia akan berkunjung ke sini. Kakek sudah tidak punya apa-apa, memangnya salah kalau Kakek ingin bertemu dengan cucu dan cicit kesayangan Kakek?”Sesilia mengela napas berat, ia