Menikah diusia 19 tahun bukanlah pilihannya dan satu hal yang harus diketahui Keisya Shakira Jasmine—-begitulah nama lengkapnya, tetapi seringkali dipanggil dengan sebutan Keisya dan kadang kala Shakira. Ia tidak pernah menyangka jika saja detik ini kehidupannya telah berbeda dan bukan lagi gadis jomblo yang bisa dengan mudah melakukan apa saja sesukanya.
Keisya tidak mengerti apa dan mengapa dirinya merasa seperti 'harus' menikah dengan pemuda pilihan kedua orang tuanya yang sama sekali tidak pernah ia ketahui seperti apa rupa dari pemuda tersebut.
"Bagaimana kalau seandainya kamu yang akan didepak dari sana dan bukan Indra?"
Satu pertanyaan itu membuat bulu kuduk Keisya terasa merinding. Seseorang yang ia ajak bicara melalui sebuah telepon pagi ini malah menjadikan suasana hatinya bertambah buruk. Maksud hati ingin mendapat solusi dari masalahnya, tetapi yang diajak bicara sama sekali tak memedulikannya.
"Maksud Mama apa, sih? Kok jadi aku yang didepak? Ini … bukannya rumah kita, yang ada di—-"
"Berhenti bersikap kekanak-kanakkan, Keisya!" potong seorang wanita yang ada di balik telepon. "Bukalah mata dan hatimu, Kei! Cobalah untuk menerima kenyataan kalau kamu dan Indra sudah menikah. Kalian merupakan pasangan suami istri dan tolong … apa-apa jangan mama terus! Urus saja urusanmu sendiri!"
Tak terima dengan setiap kata yang terucap dari mulutnya. Keisya mematikan sambungan telepon, lalu ponsel dalam genggamannya itu sengaja ia lempar sehingga menimbulkan suara keras dan mengundang perhatian suami dan mertuanya.
"Mam plis!" sela gadis satu itu yang masih berada di tepi ranjang dengan satu tangan mencengkeram sprei. "Kalau seandainya pernikahan ini ada apun, pokoknya Keisya nggak akan pernah biarin bertahan! Keisya akan buat dia nggak nyaman, hingga akhirnya dia bilang pisah sama Keisya. Mama lihat aja nanti!"
"Tapi rasanya itu percuma, Sayang. Firasat Mama mengatakan walau sekuat apa pun kamu mencoba tidak ingin ada pernikahan ini, tetapi ujungnya kamu sendiri yang akan jatuh cinta dengan Indra dan menyukai kehidupan pernikahan yang kamu tidak harapkan ini!"
Entah bagaimana jadinya, saat ini kondisi Keisya—-si gadis bertubuh mungil nan kurus ini sedang merasakan kepalanya seperti terbakar. Raut wajahnya pun dilihat-lihat sangat masam.
"Ma!"
"Papa kamu mau berangkat ke kantor sepertinya, Nak. Sudah dulu, ya!" katanya. "Oh iya, jangan lupa untuk kamu sekarang bangun, terus pergi ke dapur masak, siapin pakaian untuk Indra pergi ke kerja. Nggak ada kata malas dan masih berada di tempat tidur, paham?"
"What? Apa-apaan itu, Mama nyuruh anaknya jadi babu?"
Hampir sekitar kurang lebih tiga puluh menit Keisya berbicara sendiri. Ia tidak menyadari jika sambungan teleponnya telah terputus. Ia baru sadar ketika mendapatkan seseorang seperti memasuki kamarnya. Setelah itu Keisya yang berada di sana langsung menoleh, melihat siapa yang datang.
"Ckkk." Ia hanya berdecak, Keisya kembali fokus melihat ponselnya. "Lah? Kapan Keisya mat—-"
"Daripada bengong nggak karuan kayak gitu, sebaiknya tolong siapkan baju kerjaku dan masak makanan yang enak!" potong seorang pemuda yang tadi memasuki kamar tanpa mengucapkan salam 'katanya.'
Mendengar kalimatnya dipotong dan pemuda itu menyuruhnya melakukan apa yang dimau, Keisya melempar ponselnya ke sembarang tempat. Keisya bangkit, lalu berjalan sambil terus menatap kedua iris milik pemuda—-sang suami.
"Kalau Keisya nggak mau, gimana?" tanyanya.
Ternyata Indra malah balas menatapnya. "H-A-R-U-S M-A-U, ngerti?"
"Nggak!" balas Keisya lagi.
"Hm, dasar cewek manja. Bisanya cuma nyusahin doang," sindir Indra, membuat Keisya dengan sengaja menginjak kakinya.
Indra menjerit seraya merintih. Jeritan tersebut mengundang perhatian seseorang dan dia saat ini tengah memerhatikan keduanya.
"O-Om Sam? Om ngapain ada di sini?"
Seseorang yang dipanggilnya dengan sebutan 'Om' ini pun tersenyum, sembari langkah kakinya mendekat. Laki-laki tersebut menepuk pundaknya sesaat, kemudian dia menurunkan kembali tangannya.
"Nak!" panggil laki-laki itu. "Kamu itu sudah menjadi menantuku, tidakkah kamu menginginkan memanggil Om ini dengan sebutan Ayah atau Papa mungkin? Seperti kamu memanggil papamu?"
"Kei, Papa sama Indra pagi ini ada meeting di Kantor. Tolong kamu penuhi permintaan suamimu, ya!" lanjut laki-laki itu sebelum dia mendapatkan jawaban dari menantunya.
Mula-mula Keisya memang menolak melaksanakan perintah atau pun keinginan dari suaminya. Keisya menolak, lantaran selama 19 tahun ini dirinya tidak pernah melakukan pekerjaan rumah atau bahkan mencuci satu piring bekas makan pun tidak. Maka dari itu, Keisya tidak menginginkan hal ini terjadi yang ujungnya menurut dia. Para suami hanya bisa menyuruh-nyuruh wanitanya.
Akan tetapi, tidak tahu bagaimana caranya tiba-tiba saja Keisya mengiyakan ucapan mereka. Keisya langsung pergi meninggalkan kedua lelaki itu tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Tiga puluh menit kemudian …
"Orak-arik ala Keisya. Moga saja setelah Indra si songong itu makan, perut dia kesakitan karena aku masukin sesuatu ke dalam sana," gumamnya seorang diri.
Di antara hidangan untuk sarapan pagi yang tertera di meja makan, Keisya sangat-sangat menginginkan ketika sang suami datang, ia bisa melihat targetnya memakan-makanan tersebut. Namun, penantiannya ternyata harus mengalami kegagalan. Susah payah Keisya menyiapkan segalanya, yang dinanti tak kunjung datang.
"Om Sam sama anaknya ke mana, sih? Kok masih aja belum turun?"
Keisya mulai bertanya-tanya ke mana suami dan mertuanya. Ia sudah mulai bosan berada di dapur seorang diri, badannya mulai mengeluarkan keringat dan saat ia hendak melihat keadaan mereka ke lantai atas.
Ia mendapati sang suami dan mertuanya telah di tangga menuju ke bawah. Untuk sesaat kedua iris hitam milik gadis satu ini tak berkedip sama sekali melihat seseorang yang 'katanya' telah merusak hari baiknya di pagi hari memakai pakaian kantor seperti itu.
"Ekhem."
Samuel—-mertua dari Keisya berkali-kali berpura-pura batuk. Akan tetapi, dari keduanya tidak ada respons.
"Papa salah waktu kek nya datang ke sini. Tahu-tahu kalian pengen tatap-tatapan kayak gitu, Papa nggak datang," ucapnya.
"Ekhem. Apaan, sih! Nggak ada kayak gitu, ya!" protes Indra.
Keisya pun menambahkan, "Iya. Nggak ada. Lagian, ya, Om! Keisya nggak mungkin bisa sama dia. Pokoknya—-"
"Tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan telah berkehendak, semua pasti terjadi. Iya, gak?" potong Samuel, lalu ia pergi membiarkan Keisya dan putranya di sana berdua.
Kala Keisya dan Indra terlibat percekcokan sangat serius, Samuel duduk di meja makan dan langsung menyantap satu makanan yang Keisya harapkan suaminya memakan itu.
"Uhuk-uhuk."
"Papa!" seru Indra.
Keisya hanya berdiri terpaku di dekat tangga melihat reaksi sang suami berlari sembari entah sengaja atau tidak menjatuhkan tas kerjanya. Dalam hati Keisya bertanya-tanya apa yang terjadi.
"Papa! Papa kenapa? Ada apa, Pa?"
"Papa … uhuk-uhuk. Papa tadi cobain orak-arik itu. Uhuk-uhuk," jawabnya.
"A-apa?"
'What! Bisa-bisanya Om Sam memakan orak-arik buatanku ini? Ya ampun, parah bener sih ini. Sebentar lagi Keisya bakal kena amuk sama anaknya,' batinnya seraya mengangkat mangkuk kecil berisi setengah dari orak-arik sebelumnya. Maksud hati Keisya ingin membuat sang suami tak nyaman dengannya. Namun, ia harus menerima konsekuensi dari perbuatannya yang ceroboh ini. Hati kecilnya benar-benar gelisah, sepanjang waktu hanya dapat mondar-mandir tanpa bisa berhenti menanti kabar bagaimana kondisi sang mertua. "Keisya berharap semoga Mama sama Papa nggak tahu masalah ini," gumamnya. "Siapa yang nggak tahu masalah ini?" Kalimat tersebut berhasil membuat bulu kuduk Keisya merinding. Bola matanya membelalak, ia membalikkan badannya melihat siapa si pemilik suara. Keisya meneguk salivanya sendiri, begitu tahu yang datang sang suami."Ka-kam—-""Ssstt!" Keisya makin tak enak hati akan keadaan ini, hari sudah menjelang siang sudah banyak sekali kejadian yang telah ia perbuat. Sebegitu tidak ing
"Cantik-cantik pikirannya omes," bisik Indra. Kemudian, sebelum Keisya membuka matanya, ia sengaja berjalan menjauh mengendap-ngendap dan begitu tiba di depan pintu. Pemuda itu berteriak, "Babay gadis omes!" Mendengar teriakan serta suara pintu yang seperti terkunci, lekas membuka matanya dan memandangi sekeliling tidak ada siapa-siapa. Ia mencari keberadaan Indra di mana, lalu setelah menyadari semua yang terjadi dan suara pintu itu. Keisya berlari dan menggedor meminta Indra atau orang lain di luar sana membukanya.Dengan santainya dan tak merasa bersalah, Indra mempercepat langkahnya sambil senyum-senyum seorang diri. Ia berjalan ke lantai atas untuk menemui papanya di kamar sebelah. 'Rasain gadis omes. Suruh siapa kamu bikin papaku jatuh sakit, ini akibatnya!' batinnya. "Eh tapi gimana kalau di dalam sana dia ternyata pingsan atau digigit semut, ya? Alah bodo amat." Ia melirik ke jam di dinding sebelum memasuki kamar sudah hampir lewat pukul 12.00 WIB. Hari ini di minggu pertam
Tidak pernah dekat atau pun didekati oleh lawan jenis dan seringkali seorang gadis seperti Keisya Shakira Jasmine putra tunggal dari keluarga Geisya Arthur Jasmine dan William Angkasa dikabarkan akan dijodohkan dengan seorang anak teman lama dari kedua orang tuanya. Tiba-tiba dan tanpa memberitahu sebelumnya. Satu alasan yang mereka katakan ialah, 'Kami hampir bangkrut, Nak! Ada teman papimu yang ingin membantu kami, tapi syarat yang dia minta kamu harus menikah dengan anaknya.' Sepulang kuliah dan baru pertama kalinya Keisya merasakan dunia perkuliahan setelah tiga tahun lamanya menduduki bangku Sekolah Menengah Atas di daerah Jakarta Selatan. Tidak ada angin maupun hujan, ia mendengar sebuah percakapan yang di dalam percakapan tersebut mereka menyebut nama dirinya. "Jadi serius, Mas Samuel mau bantu kami?" tanya Geisya antusias kala itu, " Hm, untuk masalah Keisya mau menikah dengan anak kamu atau tidak itu akan aku urus sendiri, sih, Maa. Tapi btw, makasih banyak sebelumnya. Ya,
Jatuh cinta itu wajar, mengagumi seseorang pun juga sama-sama hal wajar dan tidak ada yang melarang akan itu. Namun, bagaimana ketika seorang gadis seperti Keisya yang dulunya tidak pernah jatuh cinta bahkan didekati saja ia menjauh tanpa sedikit pun menyakiti lawan jenisnya. Sekarang saat semesta telah menghadirkan seseorang ke dalam kehidupannya, Keisya memandangi orang itu tanpa berkedip. 'Subhanallah, baru kali ini Kei menemukan seseorang yang lain daripada yang lainnya. Kei juga nggak tahu kenapa hati Kei juga ngerasa kek nemuin kenyamanan yang selama ini Kei sulit banget gitu. Aaargh, ya Allah,' batinnya seraya mengulas senyum. "Woi! Elah ngapain pake ngelamun segala, sih? Oh gue tahu ini, pasti lo natap gue sambil kayak gitu senyum-senyum sendiri pasti karena lo lagi tatap gue, kan? Naksir, ya?" Siapa sangka yang Keisya pikir kepribadian pemuda itu jauh lebih baik daripada para pemuda yang selama ini mendekatinya, ternyata Keisya menemukan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ya
Amarah dalam diri Keisya masih juga tak kunjung padam pada sang papi dan mami yang ternyata mereka benar-benar ingin menjodohkañnya dengan anak teman lama mereka. Keisya tak mampu berkata-kata lagi ketika ia bertemu dengan calon mertua dan putranya yang mana beberapa jam lalu keduanya telah saling bertemu. "Cih … kalau dia yang jadi calon istriku, ogah deh. Mending nggak usah kayaknya deh, Pa. Papa tahu, nggak? Gadis satu itu manjanya nggak ketulungan, Indra malas, Pa!" protes pemuda itu, kala ia dan Keisya saling bertatap secara langsung. "Jadi kalian berdua sudah saling bertemu?" Geisya yang sangat antusias pun mencoba menggoda putrinya, "Kenapa kamu nggak pernah bilang ke Mami, sih, Sayang? Kalau begini caranya gampang, kan, saling mengenal." Keisya dan pemuda itu sama-sama membantah bahwa mereka pernah saling bertemu. Malam ini justru menjadi kesekian kalinya mereka berdua bertengkar. Namun, bedanya pemuda itu tidak seperti siang hari banyak bicara. Sekarang malah yang ada menu
"Aaawww." Suara itu terdengar dari arah dalam sebuah ruangan. Indra yang tengah dimarahi oleh papanya akibat dia yang mengunci sang istri terhenti, oleh sang pelayan mengatakan jika ada suara seorang perempuan dari dalam kamar kosong tersebut. Namun, begitu Indra hendak membantu membuka pintu tersebut lantaran kuncinya ia sembunyikan dan hanya ia yang tahu di mana letaknya. Jessica mengalihkan pembicaraan seakan-akan pendengaran Bi Ani salah. Perdebatan pun kembali terjadi, Jessica ingin Indra membawanya keluar dan menikmati momen mereka berdua tanpa seseorang sebagai pengganggu. "Tapi Tuan saya nggak salah dengar, coba deh dengerin lagi kalau nggak percaya," ujar Bi Ani menengahi. "Sudah-sudah. Indra cepat buka pintunya sekarang dan kamu …," Samuel menunjuk wanita yang datang bersama putranya. "Tolong pergi sekarang dan jangan lagi dekat-dekat dengan anak saya. Kamu nggak pantas dan nggak berhak ada di dekat anak saya!" Bola mata Jessica membelalak, Indra sangat jelas memperhati
Hati istri mana yang tidak cemburu melihat suaminya berdampingan bersama perempuan lain, tatkala Keisya yang baru sadarkan diri pasca dikurung di kamar kosong oleh Indra. Meski pernikahan ini tidak ia inginkan sama sekali, tidak ada cara lainkah yang Indra lakukan selain dari mengunci dirinya di kamar kosong dan perbuatannya tersebut hampir membuatnya mati mendadak. Malam yang dingin dan sudah larut malam Keisya dan Indra masih berada di tepi jalan saling kejar-kejaran. Keisya merasa Indra jahat dan tidak menganggapnya sebagai istri sungguhan, inilah yang ia tidak sukai adanya pernikahan muda terlebih keduanya sama-sama tidak saling mencintai. Namun, katanya, 'Cinta bisa datang kapan saja.' Apa menurutmu itu benar?"Keisya tungguin aku napa!" teriak Indra dari kejauhan. Sejujurnya gadis satu ini tidak mampu lagi untuk berlari, dadanya terasa sesak dan ingin sekali ia berhenti. Sayangnya, jarak antara ia dan Indra sudah semakin dekat. "Keisya jadi cewek jangan ngambekan segala bisa
Dua kali gagal membuat sang suami tak nyaman, dua kali juga Indra berhasil menaklukkan hati seorang Keisya—si gadis manja juga omes ini. "Cantik, tapi omes." Begitulah Indra ketika mengejek seorang Keisya. Malam ini gadis itu dipaksa harus tidur bareng bersama suaminya. Yang mana pada kenyataannya Keisya sendiri menolak dan tidak ingin adanya pernikahan ini terlebih jika ada sesuatu kejadian yang membuatnya nanti gagal lagi mengusir Indra dari hidupnya. "Kata Papa seorang istri tidak boleh menolak permintaan suaminya loh," ujar Indra setengah menyindir gadis berhijab itu. "Sebagai istri yang baik itu wajib memenuhi keinginan suami baik lahir maupun batin. Kalau nolak dosa loh," tambah pemuda tampan dengan hidung mancung ini. "Memangnya Kak Indra mau apa dari Keisya?" Keisya mulai tidak nyaman, lantaran guling sebagai pembatas keduanya di kala tertidur diambil Indra. 'Stop, Keisya! Plis, hilangkanlah pikiran burukmu itu. Jangan sampai pikiran aneh bersarang di kepalamu. Istigfar, Kei