Share

Part 02. || Salah Sasaran

Menikah diusia 19 tahun bukanlah pilihannya dan satu hal yang harus diketahui Keisya Shakira Jasmine—-begitulah nama lengkapnya, tetapi seringkali dipanggil dengan sebutan Keisya dan kadang kala Shakira. Ia tidak pernah menyangka jika saja detik ini kehidupannya telah berbeda dan bukan lagi gadis jomblo yang bisa dengan mudah melakukan apa saja sesukanya. 

Keisya tidak mengerti apa dan mengapa dirinya merasa seperti 'harus' menikah dengan pemuda pilihan kedua orang tuanya yang sama sekali tidak pernah ia ketahui seperti apa rupa dari pemuda tersebut. 

"Bagaimana kalau seandainya kamu yang akan didepak dari sana dan bukan Indra?" 

Satu pertanyaan itu membuat bulu kuduk Keisya terasa merinding. Seseorang yang ia ajak bicara melalui sebuah telepon pagi ini malah menjadikan suasana hatinya bertambah buruk. Maksud hati ingin mendapat solusi dari masalahnya, tetapi yang diajak bicara sama sekali tak memedulikannya. 

"Maksud Mama apa, sih? Kok jadi aku yang didepak? Ini … bukannya rumah kita, yang ada di—-"

"Berhenti bersikap kekanak-kanakkan, Keisya!" potong seorang wanita yang ada di balik telepon. "Bukalah mata dan hatimu, Kei! Cobalah untuk menerima kenyataan kalau kamu dan Indra sudah menikah. Kalian merupakan pasangan suami istri dan tolong … apa-apa jangan mama terus! Urus saja urusanmu sendiri!" 

Tak terima dengan setiap kata yang terucap dari mulutnya. Keisya mematikan sambungan telepon, lalu ponsel dalam genggamannya itu sengaja ia lempar sehingga menimbulkan suara keras dan mengundang perhatian suami dan mertuanya. 

"Mam plis!" sela gadis satu itu yang masih berada di tepi ranjang dengan satu tangan mencengkeram sprei. "Kalau seandainya pernikahan ini ada apun, pokoknya Keisya nggak akan pernah biarin bertahan! Keisya akan buat dia nggak nyaman, hingga akhirnya dia bilang pisah sama Keisya. Mama lihat aja nanti!" 

"Tapi rasanya itu percuma, Sayang. Firasat Mama mengatakan walau sekuat apa pun kamu mencoba tidak ingin ada pernikahan ini, tetapi ujungnya kamu sendiri yang akan jatuh cinta dengan Indra dan menyukai kehidupan pernikahan yang kamu tidak harapkan ini!" 

Entah bagaimana jadinya, saat ini kondisi Keisya—-si gadis bertubuh mungil nan kurus ini sedang merasakan kepalanya seperti terbakar. Raut wajahnya pun dilihat-lihat sangat masam. 

"Ma!" 

"Papa kamu mau berangkat ke kantor sepertinya, Nak. Sudah dulu, ya!" katanya. "Oh iya, jangan lupa untuk kamu sekarang bangun, terus pergi ke dapur masak, siapin pakaian untuk Indra pergi ke kerja. Nggak ada kata malas dan masih berada di tempat tidur, paham?" 

"What? Apa-apaan itu, Mama nyuruh anaknya jadi babu?" 

Hampir sekitar kurang lebih tiga puluh menit Keisya berbicara sendiri. Ia tidak menyadari jika sambungan teleponnya telah terputus. Ia baru sadar ketika mendapatkan seseorang seperti memasuki kamarnya. Setelah itu Keisya yang berada di sana langsung menoleh, melihat siapa yang datang. 

"Ckkk." Ia hanya berdecak, Keisya kembali fokus melihat ponselnya. "Lah? Kapan Keisya mat—-"

"Daripada bengong nggak karuan kayak gitu, sebaiknya tolong siapkan baju kerjaku dan masak makanan yang enak!" potong seorang pemuda yang tadi memasuki kamar tanpa mengucapkan salam 'katanya.' 

Mendengar kalimatnya dipotong dan pemuda itu menyuruhnya melakukan apa yang dimau, Keisya melempar ponselnya ke sembarang tempat. Keisya bangkit, lalu berjalan sambil terus menatap kedua iris milik pemuda—-sang suami. 

"Kalau Keisya nggak mau, gimana?" tanyanya. 

Ternyata Indra malah balas menatapnya. "H-A-R-U-S M-A-U, ngerti?" 

"Nggak!" balas Keisya lagi. 

"Hm, dasar cewek manja. Bisanya cuma nyusahin doang," sindir Indra, membuat Keisya dengan sengaja menginjak kakinya. 

Indra menjerit seraya merintih. Jeritan tersebut mengundang perhatian seseorang dan dia saat ini tengah memerhatikan keduanya. 

"O-Om Sam? Om ngapain ada di sini?" 

Seseorang yang dipanggilnya dengan sebutan 'Om' ini pun tersenyum, sembari langkah kakinya mendekat. Laki-laki tersebut menepuk pundaknya sesaat, kemudian dia menurunkan kembali tangannya.

"Nak!" panggil laki-laki itu. "Kamu itu sudah menjadi menantuku, tidakkah kamu menginginkan memanggil Om ini dengan sebutan Ayah atau Papa mungkin? Seperti kamu memanggil papamu?" 

"Kei, Papa sama Indra pagi ini ada meeting di Kantor. Tolong kamu penuhi permintaan suamimu, ya!" lanjut laki-laki itu sebelum dia mendapatkan jawaban dari menantunya.

Mula-mula Keisya memang menolak melaksanakan perintah atau pun keinginan dari suaminya. Keisya menolak, lantaran selama 19 tahun ini dirinya tidak pernah melakukan pekerjaan rumah atau bahkan mencuci satu piring bekas makan pun tidak. Maka dari itu, Keisya tidak menginginkan hal ini terjadi yang ujungnya menurut dia. Para suami hanya bisa menyuruh-nyuruh wanitanya. 

 Akan tetapi, tidak tahu bagaimana caranya tiba-tiba saja Keisya mengiyakan ucapan mereka. Keisya langsung pergi meninggalkan kedua lelaki itu tanpa mengucapkan sepatah katapun. 

Tiga puluh menit kemudian …

"Orak-arik ala Keisya. Moga saja setelah Indra si songong itu makan, perut dia kesakitan karena aku masukin sesuatu ke dalam sana," gumamnya seorang diri.

Di antara hidangan untuk sarapan pagi yang tertera di meja makan, Keisya sangat-sangat menginginkan ketika sang suami datang, ia bisa melihat targetnya memakan-makanan tersebut. Namun, penantiannya ternyata harus mengalami kegagalan. Susah payah Keisya menyiapkan segalanya, yang dinanti tak kunjung datang. 

"Om Sam sama anaknya ke mana, sih? Kok masih aja belum turun?" 

Keisya mulai bertanya-tanya ke mana suami dan mertuanya. Ia sudah mulai bosan berada di dapur seorang diri, badannya mulai mengeluarkan keringat dan saat ia hendak melihat keadaan mereka ke lantai atas. 

Ia mendapati sang suami dan mertuanya telah di tangga menuju ke bawah. Untuk sesaat kedua iris hitam milik gadis satu ini tak berkedip sama sekali melihat seseorang yang 'katanya' telah merusak hari baiknya di pagi hari memakai pakaian kantor seperti itu. 

"Ekhem." 

Samuel—-mertua dari Keisya berkali-kali berpura-pura batuk. Akan tetapi, dari keduanya tidak ada respons. 

"Papa salah waktu kek nya datang ke sini. Tahu-tahu kalian pengen tatap-tatapan kayak gitu, Papa nggak datang," ucapnya. 

"Ekhem. Apaan, sih! Nggak ada kayak gitu, ya!" protes Indra. 

Keisya pun menambahkan, "Iya. Nggak ada. Lagian, ya, Om! Keisya nggak mungkin bisa sama dia. Pokoknya—-"

"Tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan telah berkehendak, semua pasti terjadi. Iya, gak?" potong Samuel, lalu ia pergi membiarkan Keisya dan putranya di sana berdua.

Kala Keisya dan Indra terlibat percekcokan sangat serius, Samuel duduk di meja makan dan langsung menyantap satu makanan yang Keisya harapkan suaminya memakan itu. 

"Uhuk-uhuk." 

"Papa!" seru Indra. 

Keisya hanya berdiri terpaku di dekat tangga melihat reaksi sang suami berlari sembari entah sengaja atau tidak menjatuhkan tas kerjanya. Dalam hati Keisya bertanya-tanya apa yang terjadi. 

"Papa! Papa kenapa? Ada apa, Pa?" 

"Papa … uhuk-uhuk. Papa tadi cobain orak-arik itu. Uhuk-uhuk," jawabnya. 

"A-apa?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status