"Kamu harus menikah sama dia, Keisya! Kamu tidak bisa menolak lagi. Kalau menolak, memangnya kamu mau kehilangan semua yang telah kamu miliki selama ini? Hidup miskin dan tidak lagi dianggap oleh teman …."
"Nggak! Keisya memang tidak mau hidup miskin, tetapi Keisya enggan menikah sekarang-sekarang. Keisya belum siap! Nggak!!"
"Nggak ada yang salah dengan menikah, Keisya! Apa susahnya, sih?" kata seseorang. "Kalau sudah menikah itu, perlu kamu tahu. Suasananya beda banget, enak dan nggak ada kata kesepian lagi. Memangnya kamu mau jadi gadis jomblo seumur hidup? Didekati saja tidak mau," ledek orang itu lagi.
"Tidak!!!!!"
Mentari baru saja menampakkan sinarnya, cahayanya yang indah menembus melewati celah jendela kamar seorang gadis yang saat ini telah resmi menjadi seorang istri dari pemuda tampan bernama lengkap Trimo Indra Gunawan. Atau lebih akrab disapa dengan sebutan Indra—-begitulah orang-orang memanggilnya.
Indra yang tengah asyik menikmati indahnya mimpi, tiba-tiba harus terbangun lantaran mendengar teriakan yang sangat kencang dari orang yang ada di sebelahnya. Karena merasa kesal dan telah diganggu olehnya, Indra pun lekas bangun. Lalu, menutup mulut sang istri dengan kain syalnya yang ia ambil sembarang.
"Sial! Punya istri demen banget teriak-teriak begitu, huft," keluhnya sembari memasuki kamar mandi.
Laki-laki itu berdiri di depan kaca berukuran 30x90 senti yang terletak di atas wastafel. Diam-diam sebuah senyum terbit di bibirnya kala menyadari pantulan di cermin terlihat memesona.
Wajah dengan rahang tegas, mata sipit dengan manik mata hitam yang jernih, hidung mancung, alis tebal, dan beberapa bulu halus di bawah hidung serta di dagu membuat penampilannya terlihat sangat macho.
Lagi dan lagi Indra harus mendengar teriakan dari luar kamar mandi. Teriakan khas istrinya tersebut selalu berhasil membuat Indra murka dan memilih menghubungi teman-teman lamanya, lalu pergi dan pulang kadang larut malam. Kebiasaan Indra seperti itu seringkali mendapat teguran dari sang ayah.
Alhasil, mau tak mau Indra pun harus siap menerima betah atau tidak berada di dalam rumah yang ditempati bersama sang istri.
"Aaarghhh!!! Indra! Dasar, ya! Suami macam apa kamu, tega banget sumpal istri sendiri. Awas aja, akan Keisya laporin ke Mami!" Lagi gadis yang menyebut dirinya dengan nama Keisya itu berteriak, tetapi kali ini teriakannya tak terlalu keras.
Yang di dalam kamar mandi. Indra—-niat hati masuk ke tempat tersebut untuk membersihkan diri, membasuh muka dan setidaknya membuat badan terasa lebih segar dengan berendam di dalam bath up. Sayangnya, pemuda malang satu ini harus menghadapi perilaku istrinya yang super manja itu.
Eits, bukan Indra ingin meladeni sang istri dengan membalas teriakannya tersebut. Hanya saja satu hal yang paling sulit sekali dihilangkan dalam diri seorang Indra ketika sang istri mengancam melaporkan perilakunya yang terkadang jutek itu pada kedua orang tuanya. Namun, kadang kala sang istri memberitahu mertuanya.
"Bukannya mau mandi?"
Kalimat pertanyaan tersebut tidak mendapatkan jawaban dari Indra. Pemuda tampan, hidung mancung satu ini malah menatapnya tanpa seulas senyum. Indra terus melangkah, hingga pada akhirnya dia sendiri tidak menyadari kalau-kalau lututnya membentur papan ranjang. Dia menahan rasa nyeri tersebut, demi terlihat tegar di depan sang istri.
"Sok kelihatan tegar, padahal tuh lutut nyeri, kan?" tanyanya. "Eits, lupain soal itu. Btw, Keisya mau nanya. Memangnya bener kita berdua sudah menikah? Rasa-rasanya kok seperti mimpi, ya? Kayaknya nggak mungkin dan kamu … pasti hanya orang asing yang tiba-tiba nyelinap ke kamar Keisya dan nodai Keisya, ya?"
"Jangan per—-"
"Ssssttt! Pasti kamu nggak mau ngaku, kan?" potong sang istri cepat. "Jelas nggak mau ngaku lah. Mana ada maling mau ngaku?"
Pemuda tampan nan memesona ini hanya dapat menutup matanya untuk sejenak. Namun, setelahnya Indra melemparkan bantal kepada sang istri sebagai balasan atas tuduhan yang diberikan oleh gadis itu untuknya.
Indra tidak peduli lagi dengan teriakan maupun ancamannya yang ingin melaporkan sikapnya entah pada kedua orang tua maupun mertuanya. Namun, begitu dia membalikkan badan hendak melanjutkan kembali aktivitasnya—-membersihkan badan. Tiba-tiba saja terdengar suara lain daripada sebelumnya.
Suara benturan keras kali ini sangat mengganggu Indra. Mula-mula dia tidak ingin menoleh walau hanya sedetik saja ke belakang. Akan tetapi, rasa penasaran membuatnya melirik hingga pada akhirnya dia tidak menemukan sang istri di atas ranjang.
"Astagfirullah. Tuh anak ke mana, ya?"
Indra melangkah mencari keberadaan sang istri, tetapi saat dirinya beralih posisi ke dekat jendela.
'Dasar si manja,' batinnya. 'Udah tidur pake ngigau, bangun-bangun teriak kek orang kesetanan. Lah ini pake acara jatuh dari atas ranjang? Sok banget.'
"Aaarggh, aduh ya ampun. Sakit banget ini," keluh sang istri.
Indra mengulurkan tangannya, "Mau bangun atau tetep selonjoran di bawah ranjang?"
Sang istri menoleh ke arah sumber suara. Tatapannya begitu sinis, dia menepis tangan sang suami dan memintanya menjauh.
"Bagaimanapun kamu menolak menikah dan mencari cara supaya pernikahan ini tidak terjadi, itu semua tidak akan bisa dan pada kenyataannya kamu istriku. Paham? Bukan seperti mimpi, tapi nyata. Nggak ngerti nyata, fakta, Bu!"
Karena niat Indra tidak disambut baik oleh sang istri. Pemuda itu memutuskan pergi dari hadapannya. Akan tetapi, bukan ke kamar mandi. Melainkan pergi ke luar kamar. Sementara itu di sisi lain sang istri tengah mencoba sekuat tenaga bangkit sampai bisa duduk kembali di tepi ranjang.
Langkah kaki Indra terhenti saat ia baru saja menginjakkan kakinya di lantai pertama. Dia melihat seorang pria tua berdiri di depan pintu utama. Pria tua dengan kemeja hitam serta jas sebagai pelengkapnya, kedua tangan pria itu dimasukkan ke dalam saku celana.
Berbagai macam pertanyaan timbul dalam pikirannya. Untuk menghindari rasa penasaran yang ada, Indra memutuskan menghampiri pria itu.
"Sepagi ini datang ke rumahku hanya untuk bertanya soal menantu kesayanganmu?"
Bagaimana bisa seorang Indra bisa menuduh orang tua sendiri seperti itu? Siapa pun yang kedatangan orang terkasihnya ke rumah, mereka akan menyambut dengan suka cita. Sejak acara pernikahan yang telah terjadi seminggu ke belakang ini, perubahan sikap Indra terhadap sang ayah jelas terlihat.
"Orang tua datang disambut, bukannya dituduh kek begitu, Indra!" sahut pria tersebut.
"Hm. Buat apa? Tanpa disapa pun orang Papa sudah masuk dan tujuannya pasti menemui menantumu, kan?" balas Indra tanpa menoleh. Pemuda itu duduk di sofa. "Jika boleh, Indra minta sama Papa tolong jangan lagi datang ke sini atau mengurus rumah tangga kami? Hum, kalau seandainya tidak bisa."
Indra menjede sejenak ucapannya, kemudian ia melanjutkan kembali ucapannya. "Aku minta pisah!"
"Hah?"
Menikah diusia 19 tahun bukanlah pilihannya dan satu hal yang harus diketahui Keisya Shakira Jasmine—-begitulah nama lengkapnya, tetapi seringkali dipanggil dengan sebutan Keisya dan kadang kala Shakira. Ia tidak pernah menyangka jika saja detik ini kehidupannya telah berbeda dan bukan lagi gadis jomblo yang bisa dengan mudah melakukan apa saja sesukanya. Keisya tidak mengerti apa dan mengapa dirinya merasa seperti 'harus' menikah dengan pemuda pilihan kedua orang tuanya yang sama sekali tidak pernah ia ketahui seperti apa rupa dari pemuda tersebut. "Bagaimana kalau seandainya kamu yang akan didepak dari sana dan bukan Indra?" Satu pertanyaan itu membuat bulu kuduk Keisya terasa merinding. Seseorang yang ia ajak bicara melalui sebuah telepon pagi ini malah menjadikan suasana hatinya bertambah buruk. Maksud hati ingin mendapat solusi dari masalahnya, tetapi yang diajak bicara sama sekali tak memedulikannya. "Maksud Mama apa, sih? Kok jadi aku yang didepak? Ini … bukannya rumah kita
'What! Bisa-bisanya Om Sam memakan orak-arik buatanku ini? Ya ampun, parah bener sih ini. Sebentar lagi Keisya bakal kena amuk sama anaknya,' batinnya seraya mengangkat mangkuk kecil berisi setengah dari orak-arik sebelumnya. Maksud hati Keisya ingin membuat sang suami tak nyaman dengannya. Namun, ia harus menerima konsekuensi dari perbuatannya yang ceroboh ini. Hati kecilnya benar-benar gelisah, sepanjang waktu hanya dapat mondar-mandir tanpa bisa berhenti menanti kabar bagaimana kondisi sang mertua. "Keisya berharap semoga Mama sama Papa nggak tahu masalah ini," gumamnya. "Siapa yang nggak tahu masalah ini?" Kalimat tersebut berhasil membuat bulu kuduk Keisya merinding. Bola matanya membelalak, ia membalikkan badannya melihat siapa si pemilik suara. Keisya meneguk salivanya sendiri, begitu tahu yang datang sang suami."Ka-kam—-""Ssstt!" Keisya makin tak enak hati akan keadaan ini, hari sudah menjelang siang sudah banyak sekali kejadian yang telah ia perbuat. Sebegitu tidak ing
"Cantik-cantik pikirannya omes," bisik Indra. Kemudian, sebelum Keisya membuka matanya, ia sengaja berjalan menjauh mengendap-ngendap dan begitu tiba di depan pintu. Pemuda itu berteriak, "Babay gadis omes!" Mendengar teriakan serta suara pintu yang seperti terkunci, lekas membuka matanya dan memandangi sekeliling tidak ada siapa-siapa. Ia mencari keberadaan Indra di mana, lalu setelah menyadari semua yang terjadi dan suara pintu itu. Keisya berlari dan menggedor meminta Indra atau orang lain di luar sana membukanya.Dengan santainya dan tak merasa bersalah, Indra mempercepat langkahnya sambil senyum-senyum seorang diri. Ia berjalan ke lantai atas untuk menemui papanya di kamar sebelah. 'Rasain gadis omes. Suruh siapa kamu bikin papaku jatuh sakit, ini akibatnya!' batinnya. "Eh tapi gimana kalau di dalam sana dia ternyata pingsan atau digigit semut, ya? Alah bodo amat." Ia melirik ke jam di dinding sebelum memasuki kamar sudah hampir lewat pukul 12.00 WIB. Hari ini di minggu pertam
Tidak pernah dekat atau pun didekati oleh lawan jenis dan seringkali seorang gadis seperti Keisya Shakira Jasmine putra tunggal dari keluarga Geisya Arthur Jasmine dan William Angkasa dikabarkan akan dijodohkan dengan seorang anak teman lama dari kedua orang tuanya. Tiba-tiba dan tanpa memberitahu sebelumnya. Satu alasan yang mereka katakan ialah, 'Kami hampir bangkrut, Nak! Ada teman papimu yang ingin membantu kami, tapi syarat yang dia minta kamu harus menikah dengan anaknya.' Sepulang kuliah dan baru pertama kalinya Keisya merasakan dunia perkuliahan setelah tiga tahun lamanya menduduki bangku Sekolah Menengah Atas di daerah Jakarta Selatan. Tidak ada angin maupun hujan, ia mendengar sebuah percakapan yang di dalam percakapan tersebut mereka menyebut nama dirinya. "Jadi serius, Mas Samuel mau bantu kami?" tanya Geisya antusias kala itu, " Hm, untuk masalah Keisya mau menikah dengan anak kamu atau tidak itu akan aku urus sendiri, sih, Maa. Tapi btw, makasih banyak sebelumnya. Ya,
Jatuh cinta itu wajar, mengagumi seseorang pun juga sama-sama hal wajar dan tidak ada yang melarang akan itu. Namun, bagaimana ketika seorang gadis seperti Keisya yang dulunya tidak pernah jatuh cinta bahkan didekati saja ia menjauh tanpa sedikit pun menyakiti lawan jenisnya. Sekarang saat semesta telah menghadirkan seseorang ke dalam kehidupannya, Keisya memandangi orang itu tanpa berkedip. 'Subhanallah, baru kali ini Kei menemukan seseorang yang lain daripada yang lainnya. Kei juga nggak tahu kenapa hati Kei juga ngerasa kek nemuin kenyamanan yang selama ini Kei sulit banget gitu. Aaargh, ya Allah,' batinnya seraya mengulas senyum. "Woi! Elah ngapain pake ngelamun segala, sih? Oh gue tahu ini, pasti lo natap gue sambil kayak gitu senyum-senyum sendiri pasti karena lo lagi tatap gue, kan? Naksir, ya?" Siapa sangka yang Keisya pikir kepribadian pemuda itu jauh lebih baik daripada para pemuda yang selama ini mendekatinya, ternyata Keisya menemukan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ya
Amarah dalam diri Keisya masih juga tak kunjung padam pada sang papi dan mami yang ternyata mereka benar-benar ingin menjodohkañnya dengan anak teman lama mereka. Keisya tak mampu berkata-kata lagi ketika ia bertemu dengan calon mertua dan putranya yang mana beberapa jam lalu keduanya telah saling bertemu. "Cih … kalau dia yang jadi calon istriku, ogah deh. Mending nggak usah kayaknya deh, Pa. Papa tahu, nggak? Gadis satu itu manjanya nggak ketulungan, Indra malas, Pa!" protes pemuda itu, kala ia dan Keisya saling bertatap secara langsung. "Jadi kalian berdua sudah saling bertemu?" Geisya yang sangat antusias pun mencoba menggoda putrinya, "Kenapa kamu nggak pernah bilang ke Mami, sih, Sayang? Kalau begini caranya gampang, kan, saling mengenal." Keisya dan pemuda itu sama-sama membantah bahwa mereka pernah saling bertemu. Malam ini justru menjadi kesekian kalinya mereka berdua bertengkar. Namun, bedanya pemuda itu tidak seperti siang hari banyak bicara. Sekarang malah yang ada menu
"Aaawww." Suara itu terdengar dari arah dalam sebuah ruangan. Indra yang tengah dimarahi oleh papanya akibat dia yang mengunci sang istri terhenti, oleh sang pelayan mengatakan jika ada suara seorang perempuan dari dalam kamar kosong tersebut. Namun, begitu Indra hendak membantu membuka pintu tersebut lantaran kuncinya ia sembunyikan dan hanya ia yang tahu di mana letaknya. Jessica mengalihkan pembicaraan seakan-akan pendengaran Bi Ani salah. Perdebatan pun kembali terjadi, Jessica ingin Indra membawanya keluar dan menikmati momen mereka berdua tanpa seseorang sebagai pengganggu. "Tapi Tuan saya nggak salah dengar, coba deh dengerin lagi kalau nggak percaya," ujar Bi Ani menengahi. "Sudah-sudah. Indra cepat buka pintunya sekarang dan kamu …," Samuel menunjuk wanita yang datang bersama putranya. "Tolong pergi sekarang dan jangan lagi dekat-dekat dengan anak saya. Kamu nggak pantas dan nggak berhak ada di dekat anak saya!" Bola mata Jessica membelalak, Indra sangat jelas memperhati
Hati istri mana yang tidak cemburu melihat suaminya berdampingan bersama perempuan lain, tatkala Keisya yang baru sadarkan diri pasca dikurung di kamar kosong oleh Indra. Meski pernikahan ini tidak ia inginkan sama sekali, tidak ada cara lainkah yang Indra lakukan selain dari mengunci dirinya di kamar kosong dan perbuatannya tersebut hampir membuatnya mati mendadak. Malam yang dingin dan sudah larut malam Keisya dan Indra masih berada di tepi jalan saling kejar-kejaran. Keisya merasa Indra jahat dan tidak menganggapnya sebagai istri sungguhan, inilah yang ia tidak sukai adanya pernikahan muda terlebih keduanya sama-sama tidak saling mencintai. Namun, katanya, 'Cinta bisa datang kapan saja.' Apa menurutmu itu benar?"Keisya tungguin aku napa!" teriak Indra dari kejauhan. Sejujurnya gadis satu ini tidak mampu lagi untuk berlari, dadanya terasa sesak dan ingin sekali ia berhenti. Sayangnya, jarak antara ia dan Indra sudah semakin dekat. "Keisya jadi cewek jangan ngambekan segala bisa