Share

Istri Manja Tuan Indra
Istri Manja Tuan Indra
Author: Feay Hullah

Part 01. || Seperti Mimpi

"Kamu harus menikah sama dia, Keisya! Kamu tidak bisa menolak lagi. Kalau menolak, memangnya kamu mau kehilangan semua yang telah kamu miliki selama ini? Hidup miskin dan tidak lagi dianggap oleh teman …."

"Nggak! Keisya memang tidak mau hidup miskin, tetapi Keisya enggan menikah sekarang-sekarang. Keisya belum siap! Nggak!!" 

"Nggak ada yang salah dengan menikah, Keisya! Apa susahnya, sih?" kata seseorang. "Kalau sudah menikah itu, perlu kamu tahu. Suasananya beda banget, enak dan nggak ada kata kesepian lagi. Memangnya kamu mau jadi gadis jomblo seumur hidup? Didekati saja tidak mau," ledek orang itu lagi. 

"Tidak!!!!!"

Mentari baru saja menampakkan sinarnya, cahayanya yang indah menembus melewati celah jendela kamar seorang gadis yang saat ini telah resmi menjadi seorang istri dari pemuda tampan bernama lengkap Trimo Indra Gunawan. Atau lebih akrab disapa dengan sebutan Indra—-begitulah orang-orang memanggilnya. 

Indra yang tengah asyik menikmati indahnya mimpi, tiba-tiba harus terbangun lantaran mendengar teriakan yang sangat kencang dari orang yang ada di sebelahnya. Karena merasa kesal dan telah diganggu olehnya, Indra pun lekas bangun. Lalu, menutup mulut sang istri dengan kain syalnya yang ia ambil sembarang. 

"Sial! Punya istri demen banget teriak-teriak begitu, huft," keluhnya sembari memasuki kamar mandi.

Laki-laki itu berdiri di depan kaca berukuran 30x90 senti yang terletak di atas wastafel. Diam-diam sebuah senyum terbit di bibirnya kala menyadari pantulan di cermin terlihat memesona.

Wajah dengan rahang tegas, mata sipit dengan manik mata hitam yang jernih, hidung mancung, alis tebal, dan beberapa bulu halus di bawah hidung serta di dagu membuat penampilannya terlihat sangat macho.

Lagi dan lagi Indra harus mendengar teriakan dari luar kamar mandi. Teriakan khas istrinya tersebut selalu berhasil membuat Indra murka dan memilih menghubungi teman-teman lamanya, lalu pergi dan pulang kadang larut malam. Kebiasaan Indra seperti itu seringkali mendapat teguran dari sang ayah. 

Alhasil, mau tak mau Indra pun harus siap menerima betah atau tidak berada di dalam rumah yang ditempati bersama sang istri.

"Aaarghhh!!! Indra! Dasar, ya! Suami macam apa kamu, tega banget sumpal istri sendiri. Awas aja, akan Keisya laporin ke Mami!" Lagi gadis yang menyebut dirinya dengan nama Keisya itu berteriak, tetapi kali ini teriakannya tak terlalu keras. 

Yang di dalam kamar mandi. Indra—-niat hati masuk ke tempat tersebut untuk membersihkan diri, membasuh muka dan setidaknya membuat badan terasa lebih segar dengan berendam di dalam bath up. Sayangnya, pemuda malang satu ini harus menghadapi perilaku istrinya yang super manja itu. 

Eits, bukan Indra ingin meladeni sang istri dengan membalas teriakannya tersebut. Hanya saja satu hal yang paling sulit sekali dihilangkan dalam diri seorang Indra ketika sang istri mengancam melaporkan perilakunya yang terkadang jutek itu pada kedua orang tuanya. Namun, kadang kala sang istri memberitahu mertuanya. 

"Bukannya mau mandi?" 

Kalimat pertanyaan tersebut tidak mendapatkan jawaban dari Indra. Pemuda tampan, hidung mancung satu ini malah menatapnya tanpa seulas senyum. Indra terus melangkah, hingga pada akhirnya dia sendiri tidak menyadari kalau-kalau lututnya membentur papan ranjang. Dia menahan rasa nyeri tersebut, demi terlihat tegar di depan sang istri. 

"Sok kelihatan tegar, padahal tuh lutut nyeri, kan?" tanyanya. "Eits, lupain soal itu. Btw, Keisya mau nanya. Memangnya bener kita berdua sudah menikah? Rasa-rasanya kok seperti mimpi, ya? Kayaknya nggak mungkin dan kamu … pasti hanya orang asing yang tiba-tiba nyelinap ke kamar Keisya dan nodai Keisya, ya?" 

"Jangan per—-"

"Ssssttt! Pasti kamu nggak mau ngaku, kan?" potong sang istri cepat. "Jelas nggak mau ngaku lah. Mana ada maling mau ngaku?" 

Pemuda tampan nan memesona ini hanya dapat menutup matanya untuk sejenak. Namun, setelahnya Indra melemparkan bantal kepada sang istri sebagai balasan atas tuduhan yang diberikan oleh gadis itu untuknya. 

Indra tidak peduli lagi dengan teriakan maupun ancamannya yang ingin melaporkan sikapnya entah pada kedua orang tua maupun mertuanya. Namun, begitu dia membalikkan badan hendak melanjutkan kembali aktivitasnya—-membersihkan badan. Tiba-tiba saja terdengar suara lain daripada sebelumnya. 

Suara benturan keras kali ini sangat mengganggu Indra. Mula-mula dia tidak ingin menoleh walau hanya sedetik saja ke belakang. Akan tetapi, rasa penasaran membuatnya melirik hingga pada akhirnya dia tidak menemukan sang istri di atas ranjang. 

"Astagfirullah. Tuh anak ke mana, ya?" 

Indra melangkah mencari keberadaan sang istri, tetapi saat dirinya beralih posisi ke dekat jendela. 

'Dasar si manja,' batinnya. 'Udah tidur pake ngigau, bangun-bangun teriak kek orang kesetanan. Lah ini pake acara jatuh dari atas ranjang? Sok banget.' 

"Aaarggh, aduh ya ampun. Sakit banget ini," keluh sang istri. 

Indra mengulurkan tangannya, "Mau bangun atau tetep selonjoran di bawah ranjang?" 

Sang istri menoleh ke arah sumber suara. Tatapannya begitu sinis, dia menepis tangan sang suami dan memintanya menjauh.

"Bagaimanapun kamu menolak menikah dan mencari cara supaya pernikahan ini tidak terjadi, itu semua tidak akan bisa dan pada kenyataannya kamu istriku. Paham? Bukan seperti mimpi, tapi nyata. Nggak ngerti nyata, fakta, Bu!" 

Karena niat Indra tidak disambut baik oleh sang istri. Pemuda itu memutuskan pergi dari hadapannya. Akan tetapi, bukan ke kamar mandi. Melainkan pergi ke luar kamar. Sementara itu di sisi lain sang istri tengah mencoba sekuat tenaga bangkit sampai bisa duduk kembali di tepi ranjang. 

Langkah kaki Indra terhenti saat ia baru saja menginjakkan kakinya di lantai pertama. Dia melihat seorang pria tua berdiri di depan pintu utama. Pria tua dengan kemeja hitam serta jas sebagai pelengkapnya, kedua tangan pria itu dimasukkan ke dalam saku celana. 

Berbagai macam pertanyaan timbul dalam pikirannya. Untuk menghindari rasa penasaran yang ada, Indra memutuskan menghampiri pria itu.

"Sepagi ini datang ke rumahku hanya untuk bertanya soal menantu kesayanganmu?" 

Bagaimana bisa seorang Indra bisa menuduh orang tua sendiri seperti itu? Siapa pun yang kedatangan orang terkasihnya ke rumah, mereka akan menyambut dengan suka cita. Sejak acara pernikahan yang telah terjadi seminggu ke belakang ini, perubahan sikap Indra terhadap sang ayah jelas terlihat.

"Orang tua datang disambut, bukannya dituduh kek begitu, Indra!" sahut pria tersebut. 

"Hm. Buat apa? Tanpa disapa pun orang Papa sudah masuk dan tujuannya pasti menemui menantumu, kan?" balas Indra tanpa menoleh. Pemuda itu duduk di sofa. "Jika boleh, Indra minta sama Papa tolong jangan lagi datang ke sini atau mengurus rumah tangga kami? Hum, kalau seandainya tidak bisa." 

Indra menjede sejenak ucapannya, kemudian ia melanjutkan kembali ucapannya. "Aku minta pisah!" 

"Hah?" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status