Share

Part 03. || Pikiran Kotor

'What! Bisa-bisanya Om Sam memakan orak-arik buatanku ini? Ya ampun, parah bener sih ini. Sebentar lagi Keisya bakal kena amuk sama anaknya,' batinnya seraya mengangkat mangkuk kecil berisi setengah dari orak-arik sebelumnya. 

Maksud hati Keisya ingin membuat sang suami tak nyaman dengannya. Namun, ia harus menerima konsekuensi dari perbuatannya yang ceroboh ini. Hati kecilnya benar-benar gelisah, sepanjang waktu hanya dapat mondar-mandir tanpa bisa berhenti menanti kabar bagaimana kondisi sang mertua. 

"Keisya berharap semoga Mama sama Papa nggak tahu masalah ini," gumamnya. 

"Siapa yang nggak tahu masalah ini?" 

Kalimat tersebut berhasil membuat bulu kuduk Keisya merinding. Bola matanya membelalak, ia membalikkan badannya melihat siapa si pemilik suara. Keisya meneguk salivanya sendiri, begitu tahu yang datang sang suami.

"Ka-kam—-"

"Ssstt!" 

Keisya makin tak enak hati akan keadaan ini, hari sudah menjelang siang sudah banyak sekali kejadian yang telah ia perbuat. Sebegitu tidak inginkah dia sampai harus membuat seseorang menangggung kesalahannya ini? 

Tidak hanya tatapan tajam yang ia dapatkan detik ini, tetapi Keisya mendapati kedua orang tuanya berada di sana. Lebih tepatnya Mama dan Papa Keisya tengah berdiri di balik pintu utama. Keisya terus berpikir kalau-kalau yang menyebabkan keduanya sudah berada di sana merupakan ulah dari suaminya. Namun, itu semua Keisya hanya menerka-nerka saja. 

"Temui mama dan papa mertua kesayanganku gih, kita lihat apa yang akan mereka lakukan padamu!" bisik Indra.

Jarak antara Keisya dengan kedua orang tuanya hanya terpaut beberapa senti saja. Geisya—-mama Keisya mengajaknya duduk bersama di ruang tamu setelah mendapat izin dari Indra. Sementara itu, sang papa meminta menantunya untuk menemui besan yang saat ini berada di kamar tamu. 

"Apa yang kamu lakukan sama mertuamu itu sudah keterlaluan, Keisya!"

Tidak ada seorang ibu yang mau mempunyai anaknya berkelakuan seperti ini. Geisya meminta putrinya bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. 

"Kamu nggak tahu, bagaimana pengorbanannya Om Samuel buat keluarga kita, Kei! Kamu egois. Kamu hanya mementingkan diri sendiri aja, kamu keterlaluan, Kei!" umpat sang mama. 

"Memangnya menurut Mama, Mama nggak keterlaluan sama Kei?" Ia berdiri membalas ucapan mamanya. "Apa Mama nggak pernah berpikir akan kebahagiaannya Keisya? Apa Mama pikir, Keisya bakal betah hidup kayak gini, Ma?"

"Nggak!" Keisya menjeda ucapannya. "Keisya nggak mau menikah muda. Hidup kayak gini, Keisya mau bebas. Nikah itu nggak enak, Ma. Masa iya—-"

Kala sang mama hendak menampar putri semata wayangnya ini, ada seseorang yang menghalanginya. Orang tersebut menggeleng, meminta sang mama untuk menurunkan tangannya. 

"Ada cara halus yang Indra miliki ketimbang harus memukuli anak sendiri, Ma!" Kurang lebih begitu katanya. 

Kedua alis Keisya saling bertautan, begitu juga dengan Geisya—-sang mama yang merupakan mertua bagi Indra.

"Cara halus? Maksudnya apa nih?" Keisya mulai kebingungan.

"Mama percayakan sama kamu, Nak Indra. Apa yang terjadi pada Papa kamu semua Keisya salahnya. Ya udah, silakan," katanya. 

Keisya tak percaya pada apa yang ia dengar. Kepalanya terasa terbakar mendengar semua ucapan-ucapan barusan, melihat sang suami hanya tersenyum dan entah apa yang ada dalam pikirannya ia pun tidak tahu. Keisya pasrah. 

"Ma! Mama sama Papa mau ke mana?" 

'Aduh, mereka kok pada mau balik sih? Nggak kasihan apa sama anak sendiri yang hidupnya udah kayak ada di neraka? Huft, si jutek ini mau ngapain, ya, btw?' gumamnya dalam hati. 

"Katakan selamat tinggal pada mama dan papamu, Wahai istriku yang malang! Karena sebentar lagi fiks kamu … akan jadi babu!" 

Kata-kata seperti 'babu' ini sangat tidak disukai oleh Keisya. Akan tetapi, nyatanya Indra memang menganggap Keisya tidak lebih dari sekedar pembantu. Perih hati ini mendengar penuturan tersebut, padahal andai saja pernikahan ini terjadi ia berharap tidak ada kata seperti tadi yang keluar dari mulutnya.

Semakin lama rasa sesak makin ia rasakan, Keisya tak sanggup lagi berdiri. Indra menarik Keisya ke suatu tempat yang letaknya berada di bawah tangga. Lebih tepatnya. 

"Keisya mau dibawa ke mana, Kak Indra?" 

Sama sekali tak ada jawaban dari Indra. Pemuda tampan dengan lesung pipi yang indah ini terus membawa Keisya hingga berada di dalam ruangan tersebut.

"Kak Indra mau ngapain Keisya, Kak?" Sekali lagi gadis itu bertanya, tetapi Indra menatap seluruh tubuhnya dan berjalan membuat tubuh Keisya membentur dinding. "Ihh! Kak Indra ini, ya? Dari tadi Keisya tanya juga, Kakak mau ngapain Keisya? Jangan bilang mau berbuat jahat lagi karena aku nggak sengaja masukin banyak cabai ke orak-arik itu?" 

Tawa yang singkat, tapi sangat menyebalkan bagi Keisya. 

'Ya Allah. Ini orang mau ngapain, ya? Plis, jangan sampai dia minta itu sekarang. Duh, nggak kebayang kalau dia lakuin itu di tempat gelap begini. Hm, ya … walaupun ini bukan kamar layak huni, gimana … aaarghhh, ya ampun Kei. Bisa-bisanya pikiranmu mengarah ke sana?' 

Kedua iris mereka saling menatap satu sama lain. Keisya benar-benar sulit menebak apa yang akan dilakukan oleh Indra terhadapnya. 

"Kak Indra! Kakak punya mulut, kan? Tahu gunanya mulut buat apa do—-"

Di tempat ini, di tempat kosong di bawah tangga semua terjadi begitu saja. Segala yang ia takutkan selama ini mengenai dunia pernikahan terjadi di san bersama dia—-seseorang yang menurutnya cukup menyebalkan.

'Inikah cara yang dia sebut halus? Inikah cara yang katanya bisa buat Keisya jadi babu?' batinnya. 'Nggak. Dia udah ambil semuanya, dia udah rampas apa yang aku punya. Kenapa, sih? Kenapa Kak Indra jahat sekali? Kak Indra udah bikin Kei bukan gadis lagi. Dia jahatnya keterlaluan,' ucapnya lirih dalam hati. 

Ruangan tersebut sebenarnya kurang lebih terlihat seperti kamar. Hanya saja seringkali tidak pernah ada yang mengisi, sedikit berdebu dan yang paling membuat Keisya tak percaya ialah mengapa Indra melakukan semuanya harus sekarang dan di tempat itu? 

Tidak bisakah Indra mengajaknya ke tempat yang lebih indah daripada itu?

'Ma! Pa! Kalian harus tahu, Kak Indra udah jahat sama Keisya nih, Ma. Kak Indra masa buat Kei jadi nggak gadis lagi, sih?' 

"Ekhem." 

Hening, tak ada suara lagi setelah Indra berpura-pura batuk. Keisya sungguh larut pada pandangannya. "Kak Indra jahat. Kak Indra kenapa harus minta itu sekarang, sih? Mana tempatnya kosong, gelap, berdebu lagi. Kak Indra nggak bisa ngajak Kei ke hotel atau tempat indah lainnya? Atau Kak Indra sama sekali nggak punya biaya?" 

Yang diajak bicara malah menahan tawa, tidak melihat seberapa khawatirnya Keisya pada apa yang telah dilakukan Indra padanya. 

"Kak Indra! Kak Indra masih aja bisa tertawa kayak gitu?"

"Buka matamu lebar-lebar, Gadis manja! Dari mana aku menyentuhmu?"

"Hah?! Ja-jadi?" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status