Share

Part 04. || Gelisah

"Cantik-cantik pikirannya omes," bisik Indra. Kemudian, sebelum Keisya membuka matanya, ia sengaja berjalan menjauh mengendap-ngendap dan begitu tiba di depan pintu. Pemuda itu berteriak, "Babay gadis omes!" 

Mendengar teriakan serta suara pintu yang seperti terkunci, lekas membuka matanya dan memandangi sekeliling tidak ada siapa-siapa. Ia mencari keberadaan Indra di mana, lalu setelah menyadari semua yang terjadi dan suara pintu itu. Keisya berlari dan menggedor meminta Indra atau orang lain di luar sana membukanya.

Dengan santainya dan tak merasa bersalah, Indra mempercepat langkahnya sambil senyum-senyum seorang diri. Ia berjalan ke lantai atas untuk menemui papanya di kamar sebelah. 

'Rasain gadis omes. Suruh siapa kamu bikin papaku jatuh sakit, ini akibatnya!' batinnya. "Eh tapi gimana kalau di dalam sana dia ternyata pingsan atau digigit semut, ya? Alah bodo amat." 

Ia melirik ke jam di dinding sebelum memasuki kamar sudah hampir lewat pukul 12.00 WIB. Hari ini di minggu pertama setelah menikah, pertama kalinya gagal datang ke kantor. Namun, hal itu tidak menjadikan masalah untuknya. Walaupun tidak datang ke kantor, Indra bisa datang ke tempat lain mengurus bisnis papanya yang lain. 

Yah, di mana lagi kalau bukan caffe shop. Dibanding datang ke kantor, pemuda satu ini lebih sering ke caffe. 

"Indra! Di mana Keisya, Nak?" 

Begitu masuk Indra sudah mendapatkan pertanyaan tentang di mana Keisya dan mengapa tidak bersama dengannya. Ini menjadi salah satu alasan mengapa dirinya sedikit membenci papanya. Lebih mementingkan menantu daripada anak sendiri. 

"Papa jangan pikirkan dia dulu, Pa! Papa itu masih sakit, Papa habis dikerjain sama mantu sendiri. Sudah, istirahat saja oke! Aku mau izin ke caffe hari ini. Sehabis salah duhur, Pa," balas Indra tanpa memedulikan pertanyaan sang papa sebelumnya. 

"Tapi, Nak. Papa sudah baikan kok dan kata dokter Papa nggak apa-apa. Cuma mules doang, di dalam makanan yang dibuat Keisya terlalu banyak ladanya. Jadi—-" 

"Sssttt! Sudah, Pa, ya. Aku malas bahas dia!" potong Indra cepat. 

Indra berpamitan ke kamarnya untuk melaksanakan ibadah salat duhur, lantaran waktu duhur telah terlewat lima menit. Selesai beribadah Indra bersiap-siap pergi ke caffe. 

Tepat pukul 13.00 WIB Indra telah memakai pakaian rapi, ia terlihat sangat tampan walau hanya memakai kaos abu-abu muda dilengkapi jaket warna coklat serta celana dengan warna senada seperti jaketnya. Diambilnya kunci motor dan ia langsung menjalankan kendaraan roda dua menuju ke caffe. 

Perlahan kendaraan yang ditumpangi oleh Indra menjauh dari halaman rumahnya, menyusuri jalanan Ibu Kota. Sedikit terbersit dalam benaknya akan Keisya yang ia tinggalkan di ruangan gelap di bawah tangga. Bahkan tak hanya sekedar ditinggal, melainkan ia menguncinya hingga kunci tersebut ia sembunyikan dan tidak seorang pun yang tahu di mana letak ia menyimpannya.

"Nggak-nggak. Buat apa aku memikirkannya, bodo amat lah kalau dia pingsan atau di makan tikus sekalian. Toh salah siapa pake acara mau ngerjain dan ujungnya papa yang kena," gerutu Indra sambil mengendarai kendaraan roda duanya, " … tapi gimana kalau emang bener kejadian, ya? Dia pingsan karena sesak atau di makan tikus? Hm, kenapa sih punya istri harus modelan kayak dia. Nyusahin." 

Setiba di caffe yang diberi nama caffe love story itu, Indra memarkirkan motornya tepat di samping pintu masuk. Ia membuka helm, tetapi tak sedikitpun beranjak dari kendaraannya. Malah yang ada seseorang menghampirinya.

Hati dan pikiran Indra penuh dengan berbagai macam pertanyaan bagaimana kondisi Keisya, apa jadinya bila yang ada dalam bayangannya tersebut justru benar terjadi. Itu artinya ia akan mendapat lebih banyak masalah setelah ini. Mungkinkah ia harus kembali ke rumah dan membuka terlebih dahulu kamar kosong itu?

"Indra!" Seseorang memanggilnya saat ia hendak memakai helm dan memutar balikkan kendaraan roda duanya. 

Indra menoleh ke arah belakang. Yah, untuk sesaat ia termenung melihat betapa indahnya pemandangan di belakang. Seorang wanita cantik dengan gaun selutut dan tanpa lengan hanya terdapat renda bunga-bunga bagian dadanya tersenyum ke arah pemuda itu. 

"Jessica. Kok ada di sini?" tanyanya pada diri sendiri. 

Jessica Mishell nama lengkapnya. Wanita cantik yang dulunya tinggal di kota kembang tidak tahu mengapa siang ini malah ada di Jakarta. Apa mungkin ini hanya halusinasi Indra saja saking terlalu penat memikirkan Keisya? Oh tidak! Mana ada seorang Indra memikirkan seseorang yang sudah menyakiti fisik dan batinnya? Yang ada dia menaruh benci bahkan kebenciannya tidak akan bisa dimaafkan. 

Ingin ia tak peduli dan langsung pergi ke rumah, tetapi wanita itu berhasil menghentikan kepergiannya. Wanita itu tanpa malu-malu bersandar di pundak Indra bahkan sampai menggenggamnya. 

'Sialan! Ngapain dia ada di sini, sih?' batinnya.

"Aku rindu saat kita masih bersama, Ndra. Maafin aku, ya karen—-"

"Lepasin! Tolong menjauh dan jangan lagi ungkit masa malu, paham?" Indra memotong ucapan wanita itu dengan tatapan tajam seraya nada suaranya membentak. 

Jessica tidak terima dan menginginkan Indra, wanita itu bertanya apa alasannya hingga Indra tak mau lagi di dekati. 

"Karena aku selain sudah menikah, aku membencimu, Jessica! Oh … jangan salahkan aku bila aku seperti ini, itu semua kamu penyebabnya. Kamu yang menjadikan aku menjauh," ujarnya, kemudian ia memakai helm dan menyalakan mesin roda dua bersiap meluncur ke rumah. 

Upaya yang dilakukan Indra untuk menghindar dari wanita itu rupanya tidak membuat Jessica berhenti mendekat. Wanita itu mengikuti Indra sampai harus naik ke atas boncengan. 

Waktu berlalu begitu cepat, di sepanjang perjalanan ke rumah Indra hanya memikirkan Keisya meski di belakang ada Jessica—-wanita yang telah tiga tahun menghilang dan sekarang datang tanpa pernah ia harapkan kembali. Berusaha meyakinkan diri agar Keisya tidak kenapa-kenapa malah makin menjadikan batin Indra gelisah. 

Ia mempercepat laju kendaraan dengan tanpa peduli Jessica ketakutan. Empat puluh lima menit setelahnya ia tiba di rumah juga Jessica pun turut mengikutinya terus. 

"Jangan sekalipun ikuti aku terus, Jes!" seru Indra setengah emosi. 

"Tapi aku nggak mau, aku mau ikut kamu ke dalam, Indra." 

Indra berdecak sebal. Rona wajahnya memerah, antara iba, kesal sekaligus kecewa tergambar jelas di sana. Indra begitu membuka pintu ia mendengar pelayannya berteriak-teriak sembari berdiri di depan pintu kamar kosong itu. Melihat hal itu, Indra lekas menghampiri pelayannya bersamaan dengan itu sang papa datang dari lantai atas. 

"Ada apa, sih, Bi Ani? Kenapa siang-siang begini harus teriak-teriak?" Samuel lebih dulu bertanya sebelum Indra.

'Aduh mampus. Kalau Papa tahu aku ngunciin si gadis omes di dalam ….' 

"A-anu, Tuan. Ta-tadi—-"

"Anu-anu. Anu apa? Jelasin!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status