"Cantik-cantik pikirannya omes," bisik Indra. Kemudian, sebelum Keisya membuka matanya, ia sengaja berjalan menjauh mengendap-ngendap dan begitu tiba di depan pintu. Pemuda itu berteriak, "Babay gadis omes!"
Mendengar teriakan serta suara pintu yang seperti terkunci, lekas membuka matanya dan memandangi sekeliling tidak ada siapa-siapa. Ia mencari keberadaan Indra di mana, lalu setelah menyadari semua yang terjadi dan suara pintu itu. Keisya berlari dan menggedor meminta Indra atau orang lain di luar sana membukanya.
Dengan santainya dan tak merasa bersalah, Indra mempercepat langkahnya sambil senyum-senyum seorang diri. Ia berjalan ke lantai atas untuk menemui papanya di kamar sebelah.
'Rasain gadis omes. Suruh siapa kamu bikin papaku jatuh sakit, ini akibatnya!' batinnya. "Eh tapi gimana kalau di dalam sana dia ternyata pingsan atau digigit semut, ya? Alah bodo amat."
Ia melirik ke jam di dinding sebelum memasuki kamar sudah hampir lewat pukul 12.00 WIB. Hari ini di minggu pertama setelah menikah, pertama kalinya gagal datang ke kantor. Namun, hal itu tidak menjadikan masalah untuknya. Walaupun tidak datang ke kantor, Indra bisa datang ke tempat lain mengurus bisnis papanya yang lain.
Yah, di mana lagi kalau bukan caffe shop. Dibanding datang ke kantor, pemuda satu ini lebih sering ke caffe.
"Indra! Di mana Keisya, Nak?"
Begitu masuk Indra sudah mendapatkan pertanyaan tentang di mana Keisya dan mengapa tidak bersama dengannya. Ini menjadi salah satu alasan mengapa dirinya sedikit membenci papanya. Lebih mementingkan menantu daripada anak sendiri.
"Papa jangan pikirkan dia dulu, Pa! Papa itu masih sakit, Papa habis dikerjain sama mantu sendiri. Sudah, istirahat saja oke! Aku mau izin ke caffe hari ini. Sehabis salah duhur, Pa," balas Indra tanpa memedulikan pertanyaan sang papa sebelumnya.
"Tapi, Nak. Papa sudah baikan kok dan kata dokter Papa nggak apa-apa. Cuma mules doang, di dalam makanan yang dibuat Keisya terlalu banyak ladanya. Jadi—-"
"Sssttt! Sudah, Pa, ya. Aku malas bahas dia!" potong Indra cepat.
Indra berpamitan ke kamarnya untuk melaksanakan ibadah salat duhur, lantaran waktu duhur telah terlewat lima menit. Selesai beribadah Indra bersiap-siap pergi ke caffe.
Tepat pukul 13.00 WIB Indra telah memakai pakaian rapi, ia terlihat sangat tampan walau hanya memakai kaos abu-abu muda dilengkapi jaket warna coklat serta celana dengan warna senada seperti jaketnya. Diambilnya kunci motor dan ia langsung menjalankan kendaraan roda dua menuju ke caffe.
Perlahan kendaraan yang ditumpangi oleh Indra menjauh dari halaman rumahnya, menyusuri jalanan Ibu Kota. Sedikit terbersit dalam benaknya akan Keisya yang ia tinggalkan di ruangan gelap di bawah tangga. Bahkan tak hanya sekedar ditinggal, melainkan ia menguncinya hingga kunci tersebut ia sembunyikan dan tidak seorang pun yang tahu di mana letak ia menyimpannya.
"Nggak-nggak. Buat apa aku memikirkannya, bodo amat lah kalau dia pingsan atau di makan tikus sekalian. Toh salah siapa pake acara mau ngerjain dan ujungnya papa yang kena," gerutu Indra sambil mengendarai kendaraan roda duanya, " … tapi gimana kalau emang bener kejadian, ya? Dia pingsan karena sesak atau di makan tikus? Hm, kenapa sih punya istri harus modelan kayak dia. Nyusahin."
Setiba di caffe yang diberi nama caffe love story itu, Indra memarkirkan motornya tepat di samping pintu masuk. Ia membuka helm, tetapi tak sedikitpun beranjak dari kendaraannya. Malah yang ada seseorang menghampirinya.
Hati dan pikiran Indra penuh dengan berbagai macam pertanyaan bagaimana kondisi Keisya, apa jadinya bila yang ada dalam bayangannya tersebut justru benar terjadi. Itu artinya ia akan mendapat lebih banyak masalah setelah ini. Mungkinkah ia harus kembali ke rumah dan membuka terlebih dahulu kamar kosong itu?
"Indra!" Seseorang memanggilnya saat ia hendak memakai helm dan memutar balikkan kendaraan roda duanya.
Indra menoleh ke arah belakang. Yah, untuk sesaat ia termenung melihat betapa indahnya pemandangan di belakang. Seorang wanita cantik dengan gaun selutut dan tanpa lengan hanya terdapat renda bunga-bunga bagian dadanya tersenyum ke arah pemuda itu.
"Jessica. Kok ada di sini?" tanyanya pada diri sendiri.
Jessica Mishell nama lengkapnya. Wanita cantik yang dulunya tinggal di kota kembang tidak tahu mengapa siang ini malah ada di Jakarta. Apa mungkin ini hanya halusinasi Indra saja saking terlalu penat memikirkan Keisya? Oh tidak! Mana ada seorang Indra memikirkan seseorang yang sudah menyakiti fisik dan batinnya? Yang ada dia menaruh benci bahkan kebenciannya tidak akan bisa dimaafkan.
Ingin ia tak peduli dan langsung pergi ke rumah, tetapi wanita itu berhasil menghentikan kepergiannya. Wanita itu tanpa malu-malu bersandar di pundak Indra bahkan sampai menggenggamnya.
'Sialan! Ngapain dia ada di sini, sih?' batinnya.
"Aku rindu saat kita masih bersama, Ndra. Maafin aku, ya karen—-"
"Lepasin! Tolong menjauh dan jangan lagi ungkit masa malu, paham?" Indra memotong ucapan wanita itu dengan tatapan tajam seraya nada suaranya membentak.
Jessica tidak terima dan menginginkan Indra, wanita itu bertanya apa alasannya hingga Indra tak mau lagi di dekati.
"Karena aku selain sudah menikah, aku membencimu, Jessica! Oh … jangan salahkan aku bila aku seperti ini, itu semua kamu penyebabnya. Kamu yang menjadikan aku menjauh," ujarnya, kemudian ia memakai helm dan menyalakan mesin roda dua bersiap meluncur ke rumah.
Upaya yang dilakukan Indra untuk menghindar dari wanita itu rupanya tidak membuat Jessica berhenti mendekat. Wanita itu mengikuti Indra sampai harus naik ke atas boncengan.
Waktu berlalu begitu cepat, di sepanjang perjalanan ke rumah Indra hanya memikirkan Keisya meski di belakang ada Jessica—-wanita yang telah tiga tahun menghilang dan sekarang datang tanpa pernah ia harapkan kembali. Berusaha meyakinkan diri agar Keisya tidak kenapa-kenapa malah makin menjadikan batin Indra gelisah.
Ia mempercepat laju kendaraan dengan tanpa peduli Jessica ketakutan. Empat puluh lima menit setelahnya ia tiba di rumah juga Jessica pun turut mengikutinya terus.
"Jangan sekalipun ikuti aku terus, Jes!" seru Indra setengah emosi.
"Tapi aku nggak mau, aku mau ikut kamu ke dalam, Indra."
Indra berdecak sebal. Rona wajahnya memerah, antara iba, kesal sekaligus kecewa tergambar jelas di sana. Indra begitu membuka pintu ia mendengar pelayannya berteriak-teriak sembari berdiri di depan pintu kamar kosong itu. Melihat hal itu, Indra lekas menghampiri pelayannya bersamaan dengan itu sang papa datang dari lantai atas.
"Ada apa, sih, Bi Ani? Kenapa siang-siang begini harus teriak-teriak?" Samuel lebih dulu bertanya sebelum Indra.
'Aduh mampus. Kalau Papa tahu aku ngunciin si gadis omes di dalam ….'
"A-anu, Tuan. Ta-tadi—-"
"Anu-anu. Anu apa? Jelasin!"
Mulanya Keisya memang kurang menyukai adanya Jessica datang kembali ke kehidupan suaminya. Siapa pun tentu tidak ingin jika mantan kekasih dari suaminya terus saja merecoki bahkan sampai membuat suatu alasan yang tidak masuk akal untuknya bisa memasuki rumah Keisya sekarang setelah Samuel mengusir Jessica seminggu lalu."Hati kamu sebenarnya terbuat dari apa, sih, Jes?" Keisya memberikan ponsel milik Pak Agung, "Padahal Keisya sekarang udah nggak dendam atau kesal lagi sama kamu, karena kamu selalu dekat-dekat Kak Indra. Tapi, rasa kepercayaan Keisya ke kamu malah dirusak kayak gitu aja, ya, rupanya?" "Sayang-Sayang. Kamu yang tenang, ya! Biar perempuan itu jadi urusan Papi, kamu nggak boleh stres. Kamu duduk dulu sama Indra, Nak!" titah Wilan pada putrinya.Bagaimanapun Keisya sekarang. Gadis dengan julukan 'manja' itu menuruti ucapan papinya. Sementara, sang suami—-Indra menampar Jessica bahkan sempat terlihat sekilas oleh Keisya kalau-kalau nasi TO yang dibawakan olehnya teruntuk
Makanan yang sebelumnya dibawa Jessica telah diterima oleh Keisya. Gadis itu benar-benar kelewat senang sampai-sampai melupakan sesuatu. Ya, makanan itu dibawa untuknya oleh sang mantan kekasih dari suaminya. Keisya, tetaplah Keisya yang terlalu polos dan kelewat baik. "Ya udah. Makanannya Kei makan sekarang, ya, Jes. Tapi makasih banyak ka—"Kalimat Keisya terhenti tatkala ia menemukan seorang bapak tua dengan napas setengah-setengah memasuki rumahnya. Ruang tamu pun mendadak hening, semua mata tertuju ke bapak-bapak tua itu. Dari mereka hanya Keisya yang mengenalnya. Tidak sang mertua maupun kedua orang tua atau Indra sekali pun. Ia mengenal bapak-bapak tua itu beberapa hari setelah kepindahannya bersama Indra ke sana. Tanpa sepengetahuan siapapun Keisya menolong bapak tersebut yang berada di tengah jalan dan hampir ketabrak mobil. Seingat Keisya, bapak tersebut penglihatannya sangat-sangat minus sehingga terkadang melihat sesuatu pun harus menggunakan kacamata. Tetapi, waktu itu
Sejak siang hingga menjelang malam suasana hati Keisya malah memburuk. Di rumah selain ada Bi Ani. Kedua orang tua juga mertuanya pun datang dengan waktu yang sama. Mereka telah melakukan berbagai macam cara agar dapat putrinya ceria. Tak lagi memasang wajah jelek. Keisya berdiri, kemudian duduk kembali sembari memegangi perutnya. "Sayang," sapa maminya. "Nak!" sambung papinya, "Anak kesayangan Papi sebenarnya mau apa? Sudah tiga puluh menit semenjak kami datang masa kamu malah mondar-mandir gak jelas kayak gitu. Lihat mertuamu bawain apa, Nak. Sini, makan!" ajak papinya seraya melambaikan tangannya.Makanan yang dibawa mertuanya memang terlihat enak tampilannya. Namun, di meja juga terdapat banyak sekali makanan lain yang Bi Ani siapkan saat tadi Keisya memintanya. Sayang, tak satu pun dimakan olehnya. Ia masih berdiri mondar-mandir seperti sebelumnya membuat para orang tua mengkhawatirkannya. Sesekali ia melihat jam di tangannya, kemudian melangkah ke dekat pintu membukanya dan s
Walaupun untuk kedua kalinya mendapatkan sebuah pemandangan yang tak layak. Namun, hati Indah kini sudah mantap dengan tidak memiliki rasa cemburu maupun pikiran-pikiran negatif lainnya tentang sang suami seperti saat bersama Jessica tempo hari. Berat memang melihatnya. Akan tetapi, ia berusaha menghilangkan rasa cemburu tersebut meski sedikit ragu dan sulit. Senyuman serta canda tawa yang terjadi antara sang suami di ujung dekat tembok sana membuat Keisya seketika membayangkan kala dirinya telah benar-benar resmi menerima pernikahan ini, tidak ada lagi kata manja dan menyusahkan Indra juga penolakan-penolakan yang terkadang menjadikan Indra harus membujuknya untuk kembali ke rumah."Masya Allah cantiknya bidadari ini," ucap seorang pria dengan postur tubuh sedikit tinggi berpenampilan tak kalah keren dari suaminya, " … boleh kenalan gak, nih? Namanya siapa terus kamu mau ke sini ketemu siapa? Aku, ya?" lanjut orang tersebut sok percaya diri. Keisya menunduk. Gadis itu benar-benar m
Tinggal seorang diri di rumah rasanya sungguh membosankan ditambah dalam kondisi hamil muda seperti ini. Melihat Indra—-sang suami tengah bersiap-siap pergi ke kantor, terbersit dalam benaknya untuk meminta suami tercinta mengajaknya. Namun, mengingat percaķapan semalam yang membuat sikap Indra sedikit berbeda pagi ini, Keisya tampak ragu memanggil Indra. Ia hanya duduk di tepi ranjang sembari mengelus perutnya, lalu pandangan matanya mengarah pada punggung suaminya. 'Kei pengen minta maaf soal semalam, tapi gimana caranya, ya? Malu rasanya,' gumamnya. Seakan tahu apa yang tengah dipikirkan sang istri, Indra menoleh sesaat dan ia mengambil sesuatu dari dalam lemari. Pakaian bersih nan indah diberikan Indra kepada Keisya, tetapi anehnya pemuda itu memberi barang tanpa melihat ke arah Keisya. Istrinya sendiri. Apakah Indra masih marah terhadapnya, lalu untuk apa dia memberikan gaun indah lengkap dengan hijabnya sekarang? Sementara untuk hari ini tidak ada jadwal kuliah sama sekali. I
Hingga malam tiba seluruh teman Keisya masih setia berada di rumah dan jangan salah. Betapa beruntungnya gadis manja itu memiliki teman seperti mereka. Ramah dan saling menyayangi satu sama lain. Keisya bak ratu dalam sehari, begitu pun dengan Bi Ani—pelayannya. Rumah yang sesungguhnya diberikan mertua Keisya teruntuk putra tercinta Indra dan dirinya teman-teman Keisya yang membersihkannya. Semua kinclong, bersih sempurna tidak ada debu sedikit pun dan pukul 19.00 WIB mereka baru menyelesaikan semuanya. Keisya yang merasa tak enak dengan dibantu Bi Ani pun menyiapkan sajian untuk bisa disantap malam ini. "Sayang! Boleh aku bantu, gak? Bosen aku ngerjain tugas kantor terus," ujar Indra, tiba-tiba datang dan sudah berada di depan meja dekat kompor. Madina dan yang lainnya mendengarkan percakapan antara Keisya dengan suaminya. Terlebih ketika Indra tiba-tiba saja memanggil Keisya dengan sebutan 'Sayang', mereka serempak mengerjai gadis itu sampai-sampai pipinya merah merona. "Cieee …