Mulanya Keisya memang kurang menyukai adanya Jessica datang kembali ke kehidupan suaminya. Siapa pun tentu tidak ingin jika mantan kekasih dari suaminya terus saja merecoki bahkan sampai membuat suatu alasan yang tidak masuk akal untuknya bisa memasuki rumah Keisya sekarang setelah Samuel mengusir Jessica seminggu lalu."Hati kamu sebenarnya terbuat dari apa, sih, Jes?" Keisya memberikan ponsel milik Pak Agung, "Padahal Keisya sekarang udah nggak dendam atau kesal lagi sama kamu, karena kamu selalu dekat-dekat Kak Indra. Tapi, rasa kepercayaan Keisya ke kamu malah dirusak kayak gitu aja, ya, rupanya?" "Sayang-Sayang. Kamu yang tenang, ya! Biar perempuan itu jadi urusan Papi, kamu nggak boleh stres. Kamu duduk dulu sama Indra, Nak!" titah Wilan pada putrinya.Bagaimanapun Keisya sekarang. Gadis dengan julukan 'manja' itu menuruti ucapan papinya. Sementara, sang suami—-Indra menampar Jessica bahkan sempat terlihat sekilas oleh Keisya kalau-kalau nasi TO yang dibawakan olehnya teruntuk
Makanan yang sebelumnya dibawa Jessica telah diterima oleh Keisya. Gadis itu benar-benar kelewat senang sampai-sampai melupakan sesuatu. Ya, makanan itu dibawa untuknya oleh sang mantan kekasih dari suaminya. Keisya, tetaplah Keisya yang terlalu polos dan kelewat baik. "Ya udah. Makanannya Kei makan sekarang, ya, Jes. Tapi makasih banyak ka—"Kalimat Keisya terhenti tatkala ia menemukan seorang bapak tua dengan napas setengah-setengah memasuki rumahnya. Ruang tamu pun mendadak hening, semua mata tertuju ke bapak-bapak tua itu. Dari mereka hanya Keisya yang mengenalnya. Tidak sang mertua maupun kedua orang tua atau Indra sekali pun. Ia mengenal bapak-bapak tua itu beberapa hari setelah kepindahannya bersama Indra ke sana. Tanpa sepengetahuan siapapun Keisya menolong bapak tersebut yang berada di tengah jalan dan hampir ketabrak mobil. Seingat Keisya, bapak tersebut penglihatannya sangat-sangat minus sehingga terkadang melihat sesuatu pun harus menggunakan kacamata. Tetapi, waktu itu
Sejak siang hingga menjelang malam suasana hati Keisya malah memburuk. Di rumah selain ada Bi Ani. Kedua orang tua juga mertuanya pun datang dengan waktu yang sama. Mereka telah melakukan berbagai macam cara agar dapat putrinya ceria. Tak lagi memasang wajah jelek. Keisya berdiri, kemudian duduk kembali sembari memegangi perutnya. "Sayang," sapa maminya. "Nak!" sambung papinya, "Anak kesayangan Papi sebenarnya mau apa? Sudah tiga puluh menit semenjak kami datang masa kamu malah mondar-mandir gak jelas kayak gitu. Lihat mertuamu bawain apa, Nak. Sini, makan!" ajak papinya seraya melambaikan tangannya.Makanan yang dibawa mertuanya memang terlihat enak tampilannya. Namun, di meja juga terdapat banyak sekali makanan lain yang Bi Ani siapkan saat tadi Keisya memintanya. Sayang, tak satu pun dimakan olehnya. Ia masih berdiri mondar-mandir seperti sebelumnya membuat para orang tua mengkhawatirkannya. Sesekali ia melihat jam di tangannya, kemudian melangkah ke dekat pintu membukanya dan s
Walaupun untuk kedua kalinya mendapatkan sebuah pemandangan yang tak layak. Namun, hati Indah kini sudah mantap dengan tidak memiliki rasa cemburu maupun pikiran-pikiran negatif lainnya tentang sang suami seperti saat bersama Jessica tempo hari. Berat memang melihatnya. Akan tetapi, ia berusaha menghilangkan rasa cemburu tersebut meski sedikit ragu dan sulit. Senyuman serta canda tawa yang terjadi antara sang suami di ujung dekat tembok sana membuat Keisya seketika membayangkan kala dirinya telah benar-benar resmi menerima pernikahan ini, tidak ada lagi kata manja dan menyusahkan Indra juga penolakan-penolakan yang terkadang menjadikan Indra harus membujuknya untuk kembali ke rumah."Masya Allah cantiknya bidadari ini," ucap seorang pria dengan postur tubuh sedikit tinggi berpenampilan tak kalah keren dari suaminya, " … boleh kenalan gak, nih? Namanya siapa terus kamu mau ke sini ketemu siapa? Aku, ya?" lanjut orang tersebut sok percaya diri. Keisya menunduk. Gadis itu benar-benar m
Tinggal seorang diri di rumah rasanya sungguh membosankan ditambah dalam kondisi hamil muda seperti ini. Melihat Indra—-sang suami tengah bersiap-siap pergi ke kantor, terbersit dalam benaknya untuk meminta suami tercinta mengajaknya. Namun, mengingat percaķapan semalam yang membuat sikap Indra sedikit berbeda pagi ini, Keisya tampak ragu memanggil Indra. Ia hanya duduk di tepi ranjang sembari mengelus perutnya, lalu pandangan matanya mengarah pada punggung suaminya. 'Kei pengen minta maaf soal semalam, tapi gimana caranya, ya? Malu rasanya,' gumamnya. Seakan tahu apa yang tengah dipikirkan sang istri, Indra menoleh sesaat dan ia mengambil sesuatu dari dalam lemari. Pakaian bersih nan indah diberikan Indra kepada Keisya, tetapi anehnya pemuda itu memberi barang tanpa melihat ke arah Keisya. Istrinya sendiri. Apakah Indra masih marah terhadapnya, lalu untuk apa dia memberikan gaun indah lengkap dengan hijabnya sekarang? Sementara untuk hari ini tidak ada jadwal kuliah sama sekali. I
Hingga malam tiba seluruh teman Keisya masih setia berada di rumah dan jangan salah. Betapa beruntungnya gadis manja itu memiliki teman seperti mereka. Ramah dan saling menyayangi satu sama lain. Keisya bak ratu dalam sehari, begitu pun dengan Bi Ani—pelayannya. Rumah yang sesungguhnya diberikan mertua Keisya teruntuk putra tercinta Indra dan dirinya teman-teman Keisya yang membersihkannya. Semua kinclong, bersih sempurna tidak ada debu sedikit pun dan pukul 19.00 WIB mereka baru menyelesaikan semuanya. Keisya yang merasa tak enak dengan dibantu Bi Ani pun menyiapkan sajian untuk bisa disantap malam ini. "Sayang! Boleh aku bantu, gak? Bosen aku ngerjain tugas kantor terus," ujar Indra, tiba-tiba datang dan sudah berada di depan meja dekat kompor. Madina dan yang lainnya mendengarkan percakapan antara Keisya dengan suaminya. Terlebih ketika Indra tiba-tiba saja memanggil Keisya dengan sebutan 'Sayang', mereka serempak mengerjai gadis itu sampai-sampai pipinya merah merona. "Cieee …