"Li-lima ratus juta? Itu artinya … jika perempuan yang jadi istri ke-2 bosmu melahirkan seorang anak, maka dia akan mewarisi kekayaan keluarga Dharmawangsa?"
Paman dari Sarah itu terkejut mendengar kabar yang disampaikan kerabat jauh mereka itu.Siapapun wanita yang mau menjadi Istri muda dari Tuan Adipati Dharmawangsa, jelas akan beruntung sekali.Meski sudah berusia 42 tahun, tetapi pria itu tak hanya kaya dan seorang pewaris tunggal. Seluruh orang di negara ini pun tahu bahwa kharisma dan ketampanan Adipati jelas mampu membuat para gadis muda berlomba naik ke ranjangnya."Benar sekali," konfirmasi sang tamu, “tapi, ini informasi yang sangat rahasia, ya.”Mendengar itu, Ali semakin tertarik. Ia sadar bahwa keponakannya sudah besar dan memiliki wajah yang cantik. Bahkan, tidak kalah dari para gadis kota yang perawatan jutaan rupiah.Bukankah lebih baik bila Sarah saja yang menjadi calon istri Tuan Adipati?Hidup gadis itu akan terjamin dan juga … Ali bisa ikut mendapatkan kesempatan luar biasa untuk berbesan dengan keluarga Dharmawangsa!“Bagaimana jika keponakanku saja yang menjadi istri kedua bosmu?” ucap Ali bernegosiasi."Tidak! Aku tidak mengizinkan,” tolak Layla dengan cepat.Ibu Sarah yang sedari tadi mendengarkan percakapan antara sang kakak dan tamunya itu, tampak tak senang.“Lagi pula, Sarah juga pasti tidak akan setuju," tambahnya.Ali lantas menatap tajam sang adik. "Ck. Kamu diam saja, Layla! Aku yang akan mengurusnya."Layla terdiam, enggan melawan sang kakak.Setelah wanita itu ditinggal meninggal sang suami, Ali lah yang menjadi sosok ayah bagi sang putri.Meski tidak banyak membantu, tetapi kakaknya itu jelas dihormati oleh Sarah.Terpaksa, ia pun mendengar percakapan Ali dan sang tamu tentang keuntungan sebagai istri kedua sang bos. Meskipun tidak senang, Layla turut serius mendengarkan."Ssst!" Ali mendadak memberi isyarat untuk diam setelah melihat kedatangan Sarah– keponakannya.Perempuan dengan wajah menawan itu tersenyum manis kala muncul di hadapan mereka.“Selamat sore,” sapa Sarah segera menghampiri sang ibu, paman, serta tamu yang tak dikenalnya.Ia segera menyalim ketiganya.Meski wajahnya tertutupi debu dan pakaiannya tampak lusuh akibat bekerja sebagai kuli di pasar, tetapi pesona Sarah tak dapat dihindari.Terkadang, sang ibu tak tega melihat keadaan putrinya itu.Saking miskinnya mereka, Sarah harus bekerja keras demi mencari beberapa cangkir beras untuk di rumah.Padahal, dulu hidup mereka berkecukupan. Tapi, putrinya itu tak pernah mengeluh….‘Seandainya kecelakaan itu tak pernah terjadi,’ batin Layla pedih mengingat dirinya dan Sarah yang diusir, serta dicoret dari daftar waris sang suami oleh mertuanya."Sarah, apa kau ingat dengan paman ini?" tanya Ali tiba-tiba, “dia Paman Romi!”Perempuan berusia 22 tahun itu terdiam dan berpikir sejenak. Sayangnya, Sarah tak bisa mengingatnya."Maafkan aku, Paman. Aku belum bisa mengingatnya," ucapnya tak enak sembari menggelengkan kepala.Romi terkekeh. "Tidak masalah. Saat itu, kau memang masih kecil. Jadi, wajar saja jika kau tidak mengingatku. Setelah kejadian itu, kita memang belum pernah bertemu lagi."Sarah tidak mengerti maksud perkataan Romi tentang ‘kejadian’ apa yang dimaksud. Oleh sebab itu, ia memilih tersenyum dan mengangguk untuk menghargai tamu pamannya itu.Hanya saja, Sarah tak sengaja menoleh pada ibunya. Seketika, ia menyadari bahwa Layla terus saja diam. Kekhawatiran pun muncul dalam dirinya. "Kenapa ibu diam saja? Apa ibu sedang tidak enak badan?"Layla sontak menggeleng. Tak lupa, ia mengulas senyum pada Sarah. "Ibu baik-baik saja. Ibu hanya sedang mendengarkan cerita mengenai pengalaman Paman Romi saat bekerja di kota."Mendengar itu, Sarah mengangguk lega. "Baiklah kalau begitu. Silakan dilanjutkan, Paman. Aku ingin membersihkan diri lebih dulu."Perempuan itu pun berpamitan pada mereka untuk mandi sebentar.Lagipula, dia merasa tidak enak jika kerabatnya mencium aroma keringat bercampur matahari yang tidak sedap dari dirinya.Hanya saja, langkah kakinya terhenti begitu mendengar ucapan sang Paman. "Sarah. Tunggu!"Perempuan itu segera berbalik badan menatap Ali. “Iya, Paman?”"Kami sebenarnya sedang membicarakan tentang acara pernikahanmu."Deg!“Pe–pernikahan?” beo Sarah sangat terkejut.Matanya melebar ketika Ali mengatakan hal tersebut. Setahunya, saat ini sang kekasih sedang bekerja di luar kota.Mungkinkah Arjuna-kekasihnya telah datang melamarnya tanpa memberitahunya lebih dulu?Sontak kedua netra Sarah berbinar bahagia.Diedarkannya pandangan ke semua sudut ruang tamu untuk memastikan apakah Arjuna sedang bersembunyi untuk memberikannya kejutan.Namun, tampaknya pria itu tak ada di sana…."Bu, apa benar tadi Arjuna datang melamarku? Tapi, kenapa dia tidak bilang dulu padaku?" tanyanya bingung.Layla sendiri tidak kalah terkejutnya dengan Sarah.Raut wajah wanita itu seketika berubah menjadi sendu–tak mampu menjawab pertanyaan Sarah.Putrinya itu sepertinya telah salah paham, dan mengira Arjuna lah yang melamarnya."Bukan dengan Arjuna," jelas Ali cepat, “tapi, dengan pria pilihan kami, Sarah."Sarah mengernyitkan dahi–merasa bingung.Ditatapnya sang Ibu yang segera mengalihkan padangan.Hal ini membuat perempuan itu memegang kedua lengan Layla. "Ibu? Apa maksudnya?”“Ibu tahu jika aku hanya mencintai Arjuna, kan?” Suara perempuan itu bergetar. Ia berharap sang ibu menepis ucapan pamannya. Arjuna adalah kekasihnya sekaligus teman masa kecilnya. Mereka saling mencintai. Arjuna bahkan berjanji akan segera melamarnya setelah pulang dari rantau.Hanya saja, Layla tetap diam.Di sisi lain, Ali segera mendekati keponakannya itu. "Sarah. Kami tidak mungkin salah memilihkan suami untukmu. Kamu akan hidup berkecukupan dan bahagia. Kamu juga tidak perlu lagi bekerja nguli di pasar hanya demi sesuap nasi," bujuknya.Ia terus memberikan gambaran hidup bahagia setelah Sarah menikah nanti.Sarah sontak mengepalkan kedua tangannya. Dia tidak terima, mengapa mereka seenaknya memutuskan dengan siapa dirinya akan menikah tanpa persetujuan darinya? "Tapi—""Dengar, Sarah! Apakah kamu tidak
Cekrek!Sarah membuka jendela kamarnya perlahan. Namun, betapa terkejutnya dia saat melihat seseorang telah berdiri di balik jendela itu menatap Sarah."Mau ke mana kamu?""Se-sedang apa kau disini?" tanya Sarah kebingungan.Alih-alih menjawab, orang itu justru mendorong tubuh Sarah beberapa langkah ke belakang menjauhi jendela. "Kau tidak bisa melarikan diri. Masuklah!"“Apa maksudmu?” Sarah pun kembali mendekati jendela dan memaksa keluar dari kamarnya. Hanya saja, orang itu kembali menahan tubuh Sarah sekuat tenaga.Merasa keponakan Ali itu tak bisa dicegah, ia pun berteriak meminta bantuan yang lain.Hal ini jelas menimbulkan keributan.Layla dan Ali bahkan bergegas menuju sumber suara dan betapa terkejutnya mereka saat melihat Sarah tengah meronta berusaha melarikan diri."Lepaskan aku!" teriak Sarah lagi."Tidak bisa. Besok adalah hari pernikahanmu," sahut Ali tiba-tiba sembari berjalan ke arahnya."Apa?" Sarah menatap sang ibu yang mematung tidak jauh darinya. "Ibu, bagaimana
Layla hanya bisa mematung saat Ali melewatinya dan menarik tangan Sarah begitu saja. “Pengantin pria dan petugas pernikahan sudah siap dan menunggu,” tambahnya, “jangan buat malu.”Mendengar itu, dada Sarah terasa sesak. Pamannya benar-benar tidak peduli pada perasaannya, sedangkan ibunya tidak punya kekuatan dan keberanian untuk menyelamatkannya.Tidak ada sorot kebahagian sama sekali yang tampak pada wajahnya. Sarah memindai ruangan sekejap saat keluar dari kamarnya. Tampak beberapa tamu undangan yang merupakan tetangga terdekat rumahnya.Pandangan Sarah menetap pada sosok wanita seusia ibunya. Dia adalah ibunya Arjuna, kekasihnya. Rasanya, ia ingin berlari ke arah wanita itu dan menjelaskan kejadian sebenarnya.Sayang, Ali begitu kuat menahannya."Wah, cantik sekali pengantin wanitanya," celetuk pegawai kantor pernikahan untuk menghidupkan suasana bahagia."Benar, ternyata dia sangat cantik. Selama ini, kita tidak pernah melihat Sarah berdandan secantik ini," timpal salah satu
"Tu-tunggu! Jangan macam-macam denganku. Dengarkan aku, Paman. Aku tidak akan melakukan apapun denganmu,” ucap Sarah panik, “bahkan, Anda lebih pantas menjadi Ayah atau pamanku daripada suamiku."Adipati menatap tajam perempuan muda di hadapannya yang tampak sulit diatur.Hanya saja, ia tidak ingin berdebat dengan Sarah. Jadi, Adipati memilih tidak menjawab dan kembali fokus dengan pekerjaannya."Paman, kenapa Anda tidak menjawabku? Katakanlah sesuatu,” pinta Sarah, “Apakah kita bisa untuk tidak melakukannya?"Adipati melirik Sarah sekilas, lalu kembali mengabaikan pertanyaan tak masuk akal itu.Di sisi lain, Sarah merasa kesal karena tak mendapatkan jawaban sama sekali dari Adipati.Ia pun menyadari gaun yang ia pakai begitu tak nyaman. Oleh sebab itu, Sarah mengambil sebuah dress simpel berwarna hitam yang sudah disiapkan.Sarah segera menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Di sana dia berpikir keras bagaimana cara agar bisa kabur dari pria itu. Tidak sia-sia dia berdiam d
Setelah pergumulan panas itu, Sarah langsung menepi dan menuju kamar mandi.Adipati jelas tahu bahwa perempuan itu menangis di sana. “Hah…” Pria itu menyugar rambutnya kasar. Mereka belum sampai klimaks.Sebenarnya, Adipati tidak tega melanjutkannya. Ia justru ingin segera pulang menemui istrinya. Namun, jika ia tidak bisa menjamah Sarah secepatnya, keduanya harus menghabiskan malam lebih lama.“Tidak. Aku harus segera pulang dan menemui Anna,” lirih Adipati mengabaikan perasaan iba pada istri mudanya itu.Tok tok tok!Adipati mengetuk pintu kamar mandi, meminta Sarah keluar. Dia juga berjanji tidak akan melanjutkan permainan kecuali Sarah yang memintanya.Setelah beberapa saat, Sarah yang mempercayai perkataan Adipati pun keluar dari kamar mandi. Namun, perempuan itu tidak mengatakan apapun. Sarah tampaknya benar-benar takut untuk berada di dekat pria itu. Meskipun mereka tidak melakukannya hingga klimaks, namun kesuciannya telah direnggut.Adipati mengetahui apa yang sedang pe
“Hei, kenapa kau justru menangis?" "Semua ini gara-gara kamu, Kak. Kini aku tidak pantas disebut seorang Ibu. Aku telah menjual anakku sendiri. Semua tetangga mencelaku sekarang," marah Layla."Jadi gara-gara itu kamu menangis? Sudahlah Layla, abaikan mereka. Kita tidak makan dari tetangga, bukan?""Bukan tentang mereka. Tapi ini tentang menjadi seorang Ibu. Aku gagal Kak. Aku gagal menjadi Ibu yang baik."Layla merutuki penyesalannya. Namun, Ali mengabaikannya. Bagi pria itu, yang terpenting kini adik dan keponakannya telah naik derajatnya. Tentu saja, Ali meminta sedikit bagian sebagai upah menjodohkan mereka.Sarah menutup kedua telinganya, tidak ingin mendengar perdebatan Ibu dan pamannya.Drrt!Sarah meraih sebuah ponsel baru yang sengaja ditinggalkan suaminya untuk memudahkan komunikasi. Sejujurnya, ia sempat bimbang untuk mengangkatnya. Namun, Sarah penasaran apa yang akan dikatakan suaminya itu padanya."Maaf, aku pergi tanpa berpamitan.""Anda tidak perlu melakukannya, P
"Sudahlah, Nak. Mungkin kalian memang tidak berjodoh," ujar ibu Arjuna menenangkan."Aku sangat mencintai Sarah, Bu. Tapi bagaimana bisa dia meninggalkanku begitu saja demi menikahi pria kaya itu?"Sang ibu terdiam sejenak. Ia mengetahui rahasia yang sebenarnya atas pernikahan itu. Namun ia ragu mengatakan pada putranya.Ia tak ingin putranya menimbulkan masalah dalam rumah tangga orang lain. Selain itu, mungkin saja Sarah sudah menerima takdir seperti nasehatnya saat itu. Sehingga ia mengatakan hal keji, yang membuatnya seolah menjadi pelaku utama dalam ketidakadilan kisah cinta mereka."Sarah menikah bukan karena keinginannya."Kejujuran sang ibu lolos juga. Ternyata hati kecilnya menolak untuk memendam kebenaran itu sendiri.Arjuna sontak menatap sang ibu. Kedua netra mereka saling menatap. Sang ibu mengangguk, lanjut menjelaskan."Keluarganya telah menjualnya pada pria kaya itu. Pria itu hanya menginginkan Sarah untuk melahirkan anak untuknya, karena istri pertamanya mandul. Jadi
“Glek."Sarah sebenarnya tidak terlalu terkejut saat melihat suaminya sudah berada di kamarnya. Ia telah melihat mobil mewah milik sang suami terparkir di halaman rumahnya.Hanya saja, ia tiba-tiba merasa kahwatir melihat tatapan menyelidik pria itu di kamarnya.Perlahan, Sarah masuk dan mengunci pintu kamar itu. Lalu, ia mendekat ke arah Adipati yang sedang duduk di tepi ranjang menunggunya. "Apa yang Paman lakukan dengan barang-barang itu di kamarku?""Itu semua oleh-oleh untukmu.""Paman tidak perlu membawanya. Aku tidak butuh apapun dari Paman!""Kamu tahu 'kan, aku tidak menerima penolakan? Bukalah!"Sarah mendengus kesal. Terpaksa ia membuka satu per satu tas belanja yang suaminya bawa."Lingerie?" ujarnya melongo.Sarah menatap suaminya, yang tengah sibuk menata laptop di meja riasnya. Adipati ke mana saja selalu sibuk bekerja. Sikapnya benar-benar seperti orang tua yang gila kerja."Apa dia ingin aku memakai baju yang seperti sarang nyamuk ini?" protes Sarah lirih."Tidak, ak