Share

Bab 2. Pilihan

Sarah mengernyitkan dahi–merasa bingung.

Ditatapnya sang Ibu yang segera mengalihkan padangan.

Hal ini membuat perempuan itu memegang kedua lengan Layla. "Ibu? Apa maksudnya?”

“Ibu tahu jika aku hanya mencintai Arjuna, kan?” Suara perempuan itu bergetar.

Ia berharap sang ibu menepis ucapan pamannya.

Arjuna adalah kekasihnya sekaligus teman masa kecilnya. Mereka saling mencintai. Arjuna bahkan berjanji akan segera melamarnya setelah pulang dari rantau.

Hanya saja, Layla tetap diam.

Di sisi lain, Ali segera mendekati keponakannya itu. "Sarah. Kami tidak mungkin salah memilihkan suami untukmu. Kamu akan hidup berkecukupan dan bahagia. Kamu juga tidak perlu lagi bekerja nguli di pasar hanya demi sesuap nasi," bujuknya.

Ia terus memberikan gambaran hidup bahagia setelah Sarah menikah nanti.

Sarah sontak mengepalkan kedua tangannya.

Dia tidak terima, mengapa mereka seenaknya memutuskan dengan siapa dirinya akan menikah tanpa persetujuan darinya?

"Tapi—"

"Dengar, Sarah! Apakah kamu tidak kasihan pada ibumu? Lihatlah dia! Berpakaian lusuh setiap hari. Kulitnya juga sudah tampak menua dan mulai keriput. Apakah kalian pernah merasakan nikmatnya daging untuk lauk?” cecar Ali sebelum Sarah bisa menyelesaikan ucapannya, “Tidak pernah, Sarah!"

"Tapi, kami baik-baik saja selama ini, Paman," ucap Sarah membela diri.

Mendengar itu, Ali berdecak malas. "Itu menurutmu. Pernahkah kamu bertanya apa yang sedang ibumu inginkan? Menurutmu, tidakkah ibumu ingin memakai baju baru dan bukan baju yang kalian pungut dari tempat pembuangan?”

“Sarah, ibumu sudah cukup lama hidup menderita. Namun, dia tetap membesarkanmu dengan penuh kasih sayang. Apakah kamu tidak ingin sekali saja membuatnya bahagia?" desak pamannya itu lagi.

Sarah membeku. Ia berharap sang ibu berkata sesuatu. Namun, Layla hanya diam saja.

Apakah ibunya juga benar-benar menginginkan pernikahan itu terjadi?

Sadar tak punya pilihan, Sarah pun berlari keluar rumah meninggalkan mereka.

Di sisi lain, Layla terkejut melihat penolakan sang putri.

Ia hendak mengejar Sarah. Namun, Ali justru menahannya.

"Layla. Sebaiknya, kau pikirkan tawaran itu baik-baik," ucap pria itu dengan tatapan tajam.

"Betul, Layla. Kesempatan bagus tidak akan datang dua kali," timpal Romi seraya berjalan menghampiri mereka.

Layla hanya diam.

Berat rasanya memaksa Sarah untuk menerima pernikahan yang tidak diinginkannya.

Terlebih, ia juga mengenal baik sosok Arjuna. Pemuda itu sangat mencintai putrinya dan seorang yang pekerja keras.

Layla pun sebenarnya percaya jika Sarah menikah dengannya, mereka akan bahagia. Namun, desakan dan rayuan Ali membuat Layla bimbang.

Sebagai ibu, dia juga pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya.

"Aku harus berbicara dulu dengan Sarah. Hidupnya bukanlah milikku," tukasnya lirih.

"Selama ini, kau sudah sangat menderita. Kau membesarkan Sarah seorang diri, hingga dewasa. Bukankah pantas bila Sarah melakukannya untuk membahagiakanmu sebagai ibunya?" desak Ali, “lagipula, kehidupan Sarah jelas lebih terjamin nantinya.”

“Aku–”

Ali mendengus kesal, merasa adiknya tidak memahami apa yang dikatakan olehnya.

"Romi,” ucap paman dari Sarah itu mendadak, “kami akan tetap mengambil penawaranmu."

Tanpa mereka sadari, Sarah belum jauh dari rumah dan mendengarkan itu semua.

Tangannya mengepal menahan emosi. Ia pun berlari semakin jauh untuk menenangkan diri.

Tak terbayangkan olehnya, mendadak harus menikahi orang yang tak ia kenal.

Sarah terus berlari, hingga langkah kakinya perlahan membawa perempuan itu ke dekat sungai.

Ia pun duduk di tepi dan melempar batu sembari menemukan solusi dari masalahnya. Namun, hingga matahari mulai terbenam, Sarah belum juga menemukannya.

“Lari jika mau selamat!”

Suara teriakan anak-anak yang sedang bermain memecah konsentrasi Sarah.

Perempuan itu seketika menoleh dan mendapatkan sebuah ide. “Benar. Aku harus lari dari sini dan segera menemui Arjuna!”

Sarah pun segera berlari dan menuju rumah.

Tak dihiraukannya Layla yang berada di kursi, ia langsung memasuki kamar.

Sarah segera berkemas mempersiapkan rencana pelarian dirinya dan mencari waktu yang tepat untuk keluar.

Hanya saja, tanpa ia sadari, Ali dan Romi bergerak lebih cepat….

***

"Layla. Romi sudah datang bersama bosnya," bisik paman dari Sarah itu.

"Secepat ini?" Layla terkejut. Ia pikir mereka akan memberikan waktu untuk Sarah bisa menerima perjodohan itu.

Namun, ternyata mereka menginginkan pernikahan begitu cepat tanpa membicarakan persiapannya.

"Sarah ada di mana?"

"Dia sedang mengurung diri di kamar," jawab Ibu Sarah itu tak mengerti.

Ali mengangguk.

Ia khawatir jika keponakannya itu melarikan diri. Jadi, pria itu meminta seseorang yang datang bersamanya untuk berjaga di jendela kamar Sarah, hingga esok pagi.

Sementara itu, di luar, terlihat sebuah mobil hitam mewah milik Adipati memasuki halaman rumah Layla.

Ali pun langsung bergegas menghampiri mobil itu untuk menyambut.

"Selamat datang, Tuan."

Adipati hanya mengangguk sebelum akhirnya berkata, “Aku tidak ingin membuang waktu. Lakukanlah dengan cepat. Jangan membuat kesalahan."

Paman dari Sarah itu terdiam. Ia memang sudah diberitahu jika pewaris di depannya ini tidak punya banyak waktu, sehingga Adipati harus segera menikahi Sarah secepatnya.

"Baik, Tuan," balas Ali hormat.

Meskipun sangat mendadak, pria itu memastikan semua acara akan berjalan lancar. Tadi, ia bahkan langsung menghubungi kepala desa dan beberapa orang penting.

Hanya saja, ada satu hal utama yang perlu Ali pastikan ….

"Ekhem. Maaf, Tuan. Tapi…bagaimana untuk maharnya?" tanyanya tak tahu malu.

Adipati seketika menatapnya sinis, sebelum kembali melirik ke arah Romi. "Tunjukkan padanya."

Bawahannya itu sontak menunjukkan sebuah koper yang berisi uang. "Ini adalah uang yang Tuan Adipati janjikan pada kalian," ucap Romi.

Melihat itu, mata Ali langsung terbelalak melihat banyaknya jumlah uang di dalamnya. Dia bahkan langsung mempersilahkan kedua tamunya untuk masuk ke dalam rumah–tak peduli jika Adipati kini menatap pria itu dengan tatapan aneh.

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status