Share

Istri Muda Pilihan Langit
Istri Muda Pilihan Langit
Penulis: Ivana Arunika

1. Keputusan Papa

"Plaaakkk!!"

Tamparan keras mendarat tepat dipipi kiri Jodi. Bentuk kekecewaan yang dilayangkan Kinan ketika mendapati kekasih yang telah 2 tahun dipacarinya itu sedang mengayun tubuh diatas Olivia, kakak tingkat tercantik dan baik hati yang pernah Kinan kenal.

Memergoki keduanya di apartemen Jodi ketika Kinan akan membuat kejutan untuk sang kekasih dengan membawa pudding roti caramel kesukaannya.

Kinan sudah lama mencium aroma perselingkuhan tetapi sulit untuk melepaskan diri dari Jodi, anak konglomerat kaya di Jakarta. Pacarnya itu selalu memiliki sejuta alasan untuk mengelak dan bodohnya ia percaya begitu saja.

Kini ia sudah melihatnya sendiri, berbekal keberanian Kinan memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Jodi.

"Please, Kinan maafin gue. Kasih gue kesempatan sekali lagi," ucap Jodi memohon.

"Dimaafin tapi kita tetap selesai!" sahut Kinan seraya berlalu.

Masih terekam jelas bagaimana Jodi memohon-mohon hingga bertekuk lutut pada perempuan tercintanya. Tetapi Kinan tak bergeming, tetap pada pendiriannya untuk mengakhiri hubungan tidak sehat ini.

Sementara Jodi, orang yang terbiasa segala sesuatunya selalu tercapai tidak tinggal diam. karena Kinan adalah satu-satunya perempuan yang ia cintai sepenuh hati tanpa disentuhnya berlebihan tidak seperti perempuan lain yang hanya hadir menghangatkan ranjangnya.

'Lo enggak bisa giniin gue, Kinan. Lo harus tetap jadi milik gue.' Batin Jodi sambil menatap punggung Kinan yang pergi meninggalkannya.

***

Pintu kamar Kinan diketuk dua kali kemudian Bi Inah memberitahukan bahwa papa menunggunya di ruang makan. Princess Rayadinata yang saat itu masih kusut, terpaksa membersihkan diri menghadap Papa.

Andai masih ada Mama, rumah ini tidak akan sepi ini. Walaupun tiga asisten rumah tangga yang menemaninya dengan Bang Ucok yang selalu setia mengantarnya kemanapun Kinan v pergi.

Bagi Kinan tetaplah ia sendiri menghadapi hidup setelah mama pergi. Papa yang jarang ada di Indonesia karena mengurus perusahaan nya di Vietnam, Kak Allan yang masih menimba ilmu di Nanyang University menambah hampa hidupnya.

Disinilah ia berada, di ruang makan dengan kursi berjumlah sepuluh tetapi hanya diisi dua orang, Kinan dan Papanya. Mengambil selembar roti gandum yang ia olesi selai strawberry chia seed dan segelas susu almond rasa vanilla, ia enggan menatap lelaki terbaik yang tak pernah menyakitinya itu. Karena matanya yang membengkak pasti akan menimbulkan pertanyaan di benak Papa.

“Lihat Papa, Kinan!” perintah Papa Billy seorang eksportir kayu kenamaan yang sudah di kenal di kawasan Asia.

Kinan terdiam, lagi-lagi ia tidak berani mengangkat wajahnya. Mata bengkaknya terlalu sulit disamarkan. Hening tercipta pada pagi itu hingga suara Teh Teti asisten rumah tangga lainnya mempersilahkan seseorang memasuki ruang makannya.

“Assalamualaikum,” sapa sang pemilik suara.

Kinan dan Papa menyahut salam itu secara bersamaan. Otomatis ia menoleh ke arah sumber suara. Ia bertanya dalam hatinya, siapa dia? Pagi-pagi sudah berada di rumahnya. Ganteng, begitu kesan pertama perempuan berambut sebahu itu pada lelaki bertubuh atletis yang memiliki dada tegap pundak kokoh dan sorot mata yang tajam tapi menenduhkan.

Papa mempersilahkan lelaki itu duduk dan memintanya untuk ikut sarapan bersama. Mengambil dua lembar roti yang ia olesi dengan peanut jam serta segelas air putih.

“Kita bicara setelah selesai sarapan,” ujar Papa semakin misterius.

Tak memakan waktu lama Kinan menyudahi sarapannya ketika akan kembali ke kamar, pergelangan tangannya ditarik Papa. Gadis satu-satunya milik Billy Rayadinata itu kembali duduk dan semakin tidak mengerti apa yang terjadi. Bos kayu kenamaan itu membawanya ke ruang kerja di lantai dua sebelah kamarnya, lelaki tadi mengekor di belakang.

Pintu ruang kerja Papa telah terbuka karena baru saja dibersihkan oleh Bi Inah yang bertanggung jawab atas kebersihan lantai dua rumah. Kinan dan lelaki itu duduk berhadapan, di tengahnya ada sang kepala suku yang sudah siap melontarkan sebuah pernyataan.

“Kinan, minggu depan kamu akan papa nikahkan dengan Langit,” Papa menolehkan kepalanya menunjuk lelaki yang baru diketahuinya bernama Langit.

Kinan menegang rahangnya mengeras dengan nafas yang semakin memburu, guratan emosi membingkai paras ayunya. Beribu pertanyaan ada di benak perempuan satu-satunya di keluarga Billy Rayadinata itu.

Mengapa harus menikah? Dengan laki-laki yang sama sekali asing untuknya. Apakah Papa hanya menjebaknya? Untuk apa? Apa tujuannya?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Papanya sungguh tak paham dengan apa yang sedang Kinan rasakan. Ia baru saja putus cinta kini harus dihadapkan dengan kenyataan mengejutkan. Menikah muda dengan lelaki yang tak ia kenal sebelumnya.

“Satria Langit Bagaskara, dia lulusan terbaik Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Seorang Aparatur Sipil Negara berdinas di pemerintahan daerah Propinsi Jawa Barat kantornya di Gedung Sate. Golongannya udah 3C ya, Lang?” tanya Billy Rayadinata, laki-laki kesayangan Kinan.

“Jabatan kamu apa, Lang? Kok papa mendadak lupa,” tanya Papa sekali lagi.

Dengan posisi duduk yang tegap layaknya sedang menghadap atasan Langit menjawab, “ Saya Kepala Sub Bagian Kelembagaan dan Analisa Formasi Jabatan, Pa.”

Kinan merotasi bola matanya seolah tak peduli dengan jabatan yang dibicarakan laki-laki yang baru ia temui hari ini.

Dalam hatinya hanya berujar ‘Oh...ASN’.

Dan tunggu, mengapa seorang Billy Rayadinata menyebut dirinya sebagai Papa juga di depan laki-laki ini. Apa memang sudah sedekat itu hubungan Langit dan Papa. Tanda tanya besar ada di kepala Kinan saat ini.

“Orang yang akan papa andalkan dan percayai untuk menjaga kamu seumur hidup apalagi ketika papa enggak ada,” sambungnya.

Kinan harus angkat bicara pikirnya, “Papa kok main nyuruh nikah aja sih, aku enggak kenal dia siapa baru ketemu hari ini tiba-tiba harus nikah. Gimana sih?”

“Papa sudah kenalkan dia barusan sama kamu, namanya..,” ucap Papa yang sudah menduga akan ada penolakan dari anak gadisnya.

“Bukan itu maksud Kinan, oke aku tau namanya Satria Langit Bagaspati,” balas Kinan.

“Sorry, Bagaskara ya,” potong Langit.

“Ya enggak jauh beda lah,” Kinan menjawab tak mau kalah.

Papa Billy menahan senyumnya atas emosi yang sedang diluapkan putri kecilnya yang akan tetap kecil walaupun kini usianya sudah 19 tahun.

“Ya terus maksudnya apa? Ngomong jangan belok-belok, Kinan!” ungkap Papa Billy.

“Ya kenapa, Pa? Kenapa aku harus nikah? Apa karena Papa jarang di Indonesia dan Kak Allan di Singapore jadi Papa merasa bersalah gitu ninggalin aku sendiri? Aku cuma butuh Mama, minimal Mama baru yang bisa temenin Kinan di rumah. Papa yang harusnya menikah lagi bukan aku, Pa!” air matanya luruh, Kinan tidak dapat mencegahnya. Ia akan sangat sensitif jika membahas mengenai sang bunda.

Tujuh tahun sudah Mama Amara meninggal dunia, kala itu titik terendah keluarga Billy Rayadinata. Sang kepala suku Billy yang dikenal tegas tanpa ampun menangisi kepergian belahan jiwanya, cinta pertama dan terakhirnya. Kinan yang masih duduk di bangku kelas delapan SMP dan Allan di bangku SMA seakan kehilangan dunianya runtuh tak bersisa.

“Tidak semudah itu, Kinan. Papa tidak akan pernah mengkhianati Mama. Papa akan tetap teguh dengan janji. Menikah lagi bukan solusi, papa masih bisa mengatasi kesendirian ini. Permasalahan ada di kamu! Apa kamu pikir papa tidak tau apa yang terjadi selama ini, apa kamu pikir papa tidak tau puncak derita kamu tadi malam. Papa tahu semuanya , Kinan!" Papa menangis untuk kedua kalinya setelah kepergian mama.

“Papa Mama besarkan kamu dengan penuh kasih sayang, kamu tumbuh jadi gadis cantik dan pintar luar biasa. Papa rawat kamu layaknya bunga mawar apalagi setelah kepergian Mama. Papa siram setiap hari, dipupuk agar tumbuh subur. Sudah indah dan cantik kemudian disakiti oleh orang yang tidak papa kenal. Hati seorang ayah mana yang tidak sakit, Kinan!” suara Papa bergetar mengungkapkan isi hatinya.

Kinan menundukkan wajahnya, air mata tak berhenti mengalir. Sementara Langit yang ada di situasi itu sangat paham apa yang dirasakan laki-laki yang sudah ia anggap sebagai ayahnya itu. Tetapi ia tak mampu berbuat banyak karena dengan menerima perintah untuk menikahi Kinan saja itu sudah cukup rumit untuknya.

“Terima kasih banyak kalo Papa peduli sama Kinan tapi enggak perlu juga menikahkan Kinan dengan orang asing ini,” tatapan Kinan beralih pada Langit yang masih duduk di tempatnya dengan memasang wajah datar.

“Langit bukan orang asing! Papa tau betul dari sejak ia sekolah dan papa enggak mungkin gegabah menikahkan kamu dengan laki-laki yang enggak papa kenal asal usulmya. Tolong jangan bantah Papa untuk kali ini, Kinan! Papa sudah mengalah dengan membiarkan kamu masuk jurusan Seni Musik walaupun Papa mau kamu ambil Ekonomi Bisnis,” sekali lagi Papa mengungkit masa-masa perdebatannya ketika memilih jurusan kuliahnya dulu.

“Papa juga fasilitasi kamu yang suka bermusik dengan membuatkan studio di lantai 3. Papa ingin kamu bahagia dengan pilihanmu tapi untuk kali ini tolong turuti pilihan Papa!” tambah Papa Billy.

Kinan tak bergeming dan tetap pada pendiriannya, tidak mau menikah muda. Masa depannya masih panjang, ia masih semester tiga. Usianya baru akan menginjak 19 tahun. Jika harus menikah ia pastikan mimpinya menjadi musisi yang bertitel sarjana akan terkubur dalam-dalam.

Baginya perempuan menikah itu seperti almarhumah mamanya yang diam di rumah menanti suaminya pulang dan mengurus anak-anak. Perempuan yang baru saja akan menginjak masa dewasanya itu tidak mau hal itu terjadi padanya. Ia berdiri meninggalkan ruang kerja papanya.

“Boleh saya susul Kinan, Pa?” tanya Langit sopan.

Papa Billy mengangguk, ia izinkan lelaki pilihannya itu untuk menyusul putrinya yang keras kepala.

Kinan berada di taman belakang yang dipenuhi bunga anggrek kesayangan almarhumah sang bunda.

“Saya Langit, usia saya tiga puluh tiga tahun. Saya anak pertama dari dua bersaudara. Adik saya perempuan seusia kamu, ayah saya meninggal ketika saya SMA. Papa kamu dan Ayah saya adalah sahabat baik semasa kuliah. Setelah Ayah meninggal, Papa kamu yang membiayai saya sekolah sampai saya keterima di IPDN dan atas saran beliau juga saya masuk kesana meneruskan cita-cita Ayah yang enggak kesampean.” ucap Langit lantang.

Kinan menoleh dengan tatapan tajam, “Lo mau balas budi jangan libatin gue dong, Bang.”

Walaupun menggerutu dalam hati namun Kinan masih memiliki adab. Langit, 14 tahun diatas nya seharusnya mungkin ia panggil Om karena jarak usia yang begitu jauh. Namun dengan memanggil Abang saja rasanya sudah cukup sopan.

Langit memilih duduk di kursi taman yang berhadapan langsung dengan sang calon istri.

“Papa kamu tidak perlu balas budi saya karena dulu pun kami tidak memaksa beliau untuk membiayai saya atau pun adik. Beliau sendiri yang meminta pada Ibu agar mau menerima bantuannya. Dengan saya lulus tepat waktu dan menjadi yang terbaik ketika di kampus itu sudah lebih dari cukup jika hal itu menjadi hutang budi,” begitu dingin Langit menjawab membuat Kinan sebenarnya takut.

“Terus ngapain lo mau nerima aja suruh ngawinin gue?” tanya Kinan dengan nada meninggi menutupi ketakutannya.

Langit menghela nafas mencoba memilih kalimat yang tepat dan meyakinkan, “Saya punya adik perempuan yang jika mengalami hal seperti kamu tentu saya pun was-was sama seperti Pak Billy. Saya sudah tahu siapa Jodi, pacar kesayangan kamu itu.”

“Dia cukup berbahaya untuk kamu yang hidup di Bandung seorang diri, Pak Billy tidak akan tenang di Vietnam jika kamu belum ada yang mendampingi,” ungkap Langit yang sukses membuat Kinan tertegun.

Tahu apa memang ia tentang Jodi, pertanyaan itu muncul di benaknya.

Seolah tahu apa yang bulan pikirkan Langit melanjutkan bicaranya, “Jodi, pewaris tunggal Daya Asia Corp usia dua puluh lima lahir dari keluarga broken home. Ayahnya memiliki Chivas Bar di Jakarta Selatan, ibunya menikah lagi dengan laki-laki seusia Jodi. “

“Jodi juga memiliki link dengan The Bloods kelompok mafia Asia Pasifik. Dia pernah membunuh tiga orang laki-laki-laki dan memperkosa puluhan wanita hingga 5 diantaranya mengandung anaknya.” terang Langit lagi.

Fakta mencengangkan yang disebutkan Langit barusan membuat Kinan membelalakkan matanya disertai gelengan kepalanya. Mengapa ia tak tahu semua itu, yang ia tahu Jodi hanya pewaris tunggal Daya Asia dan ayah ibu nya bercerai, tidak ada informasi lengkap seperti yang disampaikan Langit barusan.

“Jangan ngawur lo, kenal aja enggak. Jatohnya fitnah kena pasal baru tau rasa. Dia produser musik punya label rekaman Nada Record. That’s it,” Kinan masih saja membela Jodi walaupun secara terang-terangan ia disakiti.

“Sudah saya duga dengan respon kamu ini. Tapi jangan ragukan saya mengenai informasi yang saya dapatkan, karena tingkat validitasnya 100 persen,” Langit memperingatkan dengan tatapan lurus ke depan.

Kinan melunak setelah tahu fakta tersebut,  “Jadi apa yang harus gue lakuin?”

“Ikuti permintaan Papa, saya tidak bisa membiarkan Pak Billy dan keluarga hidup penuh kekhawatiran. Papa kamu adalah sosok ayah yang saya rindukan dan jika saya ada kesempatan berbakti maka akan saya lakukan sebisa dan semampu saya,” ucap Langit mantap.

“Dengan mengorbankan masa depan gue?” tanya Kinan.

Langit menatap dalam Kinan seraya berucap, “Dan juga masa depan saya karena saya punya Naura, gadis sederhana yang sudah menanti saya bertahun-tahun. Saya pernah berjanji menikahinya dan sekarang semuanya sirna.”

Keduanya duduk bersisian, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tidak mudah menjalaninya tetapi mereka pun tidak punya pilihan.

“Pikirkan baik-baik dengan kepala dingin dan realistis. Kamu sudah hampir 20 tahun belajarlah cara mengelola emosi,” sindir Langit seraya berlalu dari hadapan Kinan.

Cukup singkat perkenalan ala Langit pada perempuan yang kemungkinan besar menjadi calon istrinya itu. Namun isi perkenalan itu yang membuat Kinan gelisah terutama fakta tentang Jodi yang sama sekali tidak ia ketahui.

***

"Hallo, Bang Langit. Ini gue, Kinan. Sekarang gue ada di depan kantor lo, walaupun enggak tau dimana ruangan lo. Gedung Sate segini luas jadi gue ada di tangga lapangan Gasibu, tepat di depan pintu gerbangnya. Lo kesini ya!" ucap Kinan to the point menelepon calon suami pilihan papanya itu.

Tak ada pilihan bagi Langit, walaupun sedang terlibat bincang serius dengan Kepala Biro Umum mengenai mutasi jabatan yang akan dilakukan di lingkungan pemerintah propinsi Jawa Barat.

'Tunggu saya disitu!' sahut Langit di seberang telepon.

Menunggu sekitar 10 menit, tak lama Toyota HRV abu metalik menghampiri. Kinan masuk tanpa diminta ketika si pengemudi hanya menurunkan jendela mobilnya.

Hening, tak ada suara dan Kinan pun tak tahu akan dibawa kemana oleh lelaki tegap bertinggi 186 cm itu. Sampai akhirnya perempuan yang setia dengan masker duckbill putih yang menutupi hidung dan mulutnya itu berbicara.

"Gue mau ngomongin rencana Papa dan kayaknya gue udah punya keputusan."

Lagi, tak ada komentar dari lelaki dingin di hadapannya ini.

"Bang, denger gue enggak?" tanya Kinan.

Langit melirik sekilas perempuan yang siang itu hanya menggunakan celana super pendek berbahan jeans yang dipadankan dengan kaos putih ketat. Lekuk tubuh sintalnya tercetak jelas hanya masih tertolong dengan long cardi hijau tosca yang cukup lumayan menutup tubuhnya dari belakang.

Purna praja terbaik di angkatannya itu hanya bisa geleng kepala melihat outfit calon istrinya itu. Jauh dari cita-citanya dulu yang ingin beristrikan wanita syari berjilbab lebar.

"Nanti ngobrolnya sambil saya makan siang, saya lapar."

Kinan menurut hingga sampai di kedai makan yang tak istimewa jika dilihat dari luar, hanya rumah biasa yang disulap seperti kantin.

Langit memesan sendiri makan siangnya tanpa menawarkan pada Kinan kemudian ia memilih meja paling ujung.

"Silahkan bicara, waktu saya enggak banyak," ujar Langit dingin.

“Oke, sorry kalau gue ganggu waktu kerja lo. Gue cuma mau bilang setuju sama permintaan Papa, gue tau dia khawatir banget sama gue dan satu-satunya yang gue miliki sekarang jadi gue mau bikin dia bahagia,” jelasnya.

Tak ada raut wajah bahagia atau pun sedih dari seorang Satria Langit Bagaskara. Ia tetap datar dengan menatap tajam perempuan di hadapannya ini.

Sadar diperhatikan secara lekat oleh Langit membuat Kinan gugup. Ia mengeluarkan rokok putihnya dari dalam tas kemudian ia tempelkan gulungan berisi tembakau itu di bibirnya sambil mencari kriket untuk menyalakannya.

Disambarnya lintingan nikotin itu dari bibir Kinan oleh lelaki yang baru saja disetujui sebagai calon suaminya.

“Apaan sih lo? Kok dibuang?” ujar Kinan kesal.

“Kamu baru saja setuju untuk menikah dengan saya dan otomatis akan jadi istri dari seorang ASN. Jaga sikap layaknya seorang calon Dharma Wanita!” perintah Langit.

Kinan tercengang, ia baru saja mengambil langkah yang salah. Deritanya dimulai sejak beberapa menit yang lalu. Dengan menyetujui pernikahan ini berarti ia akan berada dalam sangkar aturan dan tata tertib. Hal yang ia lewatkan bahwa pria yang akan menikahinya adalah seorang purna praja IPDN.

“Gue mau nikah sama lo tapi cuma dalam tempo setahun aja, yaa...maksimal dua tahun lah. Setelah itu kita pisah, gue mau lanjutin sekolah ke Perth.”

“Maksudmu nikah kontrak?” Langit berkata sambil menautkan kedua alis tegasnya.

Kinan mengangguk karena terus terang ia tak siap dengan pernikahan dadakan ini.

“Kamu itu belum dijalani sudah terlalu banyak ketakutan. Dari saya simple saja, Kinan, take it or leave it. Kamu ambil dengan resiko yang sudah saya jabarkan atau kamu tolak semuanya dengan resiko yang kamu sudah tau bagaimana,” ujar Langit.

“Oke..oke..kalau kita enggak bisa nikah kontrak minimal ada pasal-pasal tertulis yang jadi pagar buat kita. Please, mudah-mudahan lo ngerti karena ini mendadak buat gue yang harus nikah sama cowok yang asing banget buat gue. Mudah-mudahan lo bisa diajak kerja sama, Bang,” pinta Kinan.

“Kamu itu berasa tersakiti banget padahal saya niat awalnya hanya menjalankan perintah papa kamu, “ Langit menjeda ucapannya melihat reaksi yang akan ia lihat dari perempuan di depannya.”

“Bukan cuma kamu yang ngerasa enggak nyaman dengan pernikahan ini, saya juga. Saya harus mengorbankan hati saya juga jadi silahkan lah terserah kamu maunya gimana. Pasal-pasal yang kamu bilang itu yaa atur sajalah sesuka hatimu,” sambung Langit seraya melorotkan tubuhnya di kursi yang ia duduki.

Kinan semakin bingung karena ia kira Langit akan sulit memenuhi permintaannya tapi ternyata calon suamiya itu menyerahkan padanya.

“Ya udah intinya ada beberapa hal yang gue minta sama lo, Bang. Enggak banyak-banyak kok. Pertama lo enggak boleh sentuh gue dengan sengaja apalagi sampe yang aneh-aneh, kita tidurnya harus pisah kasur pokoknya. Kedua, pernikahan ini harus disembunyikan cukup nikah di KUA aja beres. Ketiga, jangan ngelarang gue gaul sama temen-temen apalagi temen band. Mereka jangan sampe tau kita udah nikah, simple kan? Deal ya?” kata Kinan seraya menyodorkan tangan kanannya untuk berjabat tangan.

"Suka-suka kamu lah," jawab Langit cuek.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
lismiatiy
ekhemmm Mia hadir ...
goodnovel comment avatar
Ivana Arunika
baru awal udh seru nih..baru kali ini baca novel angkat praja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status