Share

2. Panik Attack

Flight pagi menuju Palangkaraya, Langit ditemani asistennya Fajar menuju ibukota Kalimantan Tengah.

Kondisi fisiknya yang lelah belum lagi pulang dalam keadaan basah kuyup membuat tubuh Langit tak 100 persen fit. Di perjalanan pun ia terlelap hingga akhirnya dibangunkan Fajar ketika landing.

"Cape banget kayaknya, Bos? Perasaan kemaren sore juga udah cabut," tanya Fajar yang usianya hanya selisih 5 tahun lebih muda dari Langit.

"Nyampe rumah tetep aja jam 11 malem, ngurusin bocah yang susah diatur dulu," jawab Langit seraya merapikan tampilannya karena akan langsung menuju kantor gubernur Kalimantan Tengah.

Fajar mengerenyitkan keningnya tetapi tak bertanya lebih lanjut karena ia hafal betul karakter atasannya itu. 'Nanti juga cerita' begitu yang ada di dalam pikiranya.

Bangunan bercat putih dengan ornamen khas suku Dayak menghiasi kantor gubernur Kalimantan Tengah. Bertemu langsung dengan panitia penyelenggara, Langit begitu luwes menyampaikan maksud kedatangannya sebagai utusan Jawa Barat untuk acara simposium formasi jabatan se Indonesia.

"Bos, kayaknya yang lain tua-tua gitu ya. Cuma Jawa Barat yang diwakili anak muda kayak kita," bisik Fajar.

Mendapat tatapan tajam dari atasannya seperti biasanya, Fajar menunduk sambil tersenyum tipis.

"Jangan galak terus dong, Bos. Gimana mau dapet jodoh," ucapnya masih dengan suara sepelan mungkin.

Langit sepertinya habis kesabaran, "Bisa diem enggak?"

Hanya Fajar yang bisa tahan dengan ketusnya pejabat muda propinsi Jawa Barat itu. Ia terbiasa dengan galak dan dinginnya sang atasan.

Ponsel Langit bergetar, pertanda pesan masuk. Disana tertera nama Putri Papa Billy yang belum sempat ia ubah namanya dan memang tidak ada niat juga untuk diganti.

'Bang, draf perjanjian udah gue bikin. Lo tinggal tanda tangan ya!'

Menghela nafas kasar, Langit sampai tak fokus mengikuti simposium. Beberapa orang pejabat daerah saling menyapa dalam rehat siang tetapi tidak dengan purna praja terbaik itu.

"Kenapa sih, Bos? Kayak banyak pikiran gitu, enggak biasanya deh. Kesambet perawan ya?" tanya Fajar asal sambil melahap makan siangnya.

"Tar saya cerita sama kamu dan tolong kasih saya saran yang bener. Pusing saya sama hal kayak gini doang duhh.."

Langit sampai tak selera makan karena pikirannya terus tertuju pada Kinan, gadis nyentrik vokalis band yang akan menjadi calon istri dadakannya.

***

"Coba cerita, Bos. Ada apa sih? Perasaan masalah segede apapun di kantor enggak pernah sampe bikin Bos sepusing ini deh," ucap Fajar.

Menikmati malam di Palangkaraya sebelum esok hari kembali ke Bandung. Langit dan Fajar berada di cafe yang cukup terkenal di kota cantik itu.

Menyesap papermint tea favoritnya sambil bertumpang kaki, ada keraguan dalam hati Langit untuk bercerita. Namun ia benar-benar buta untuk masalah yang satu ini.

"Tau Pak Billy, kan?"

Fajar mengangguk pasti, ia beberapa kali bertemu dengan pengusaha sukses Kota Bandung yang dikenalkan Langit sebagai ayah angkatnya.

"Beliau punya anak perempuan namanya Kinanti dan beliau ingin saya..."

"Ngawinin anaknya kan?" tebak Fajar dengan mata berbinar.

Langit mengangguk sambil menatap lekat Fajar yang begitu ceria mendengar kabar yang baru saja disampaikannya.

"Cihuuyyyy...kawin euuyy si Bos, akhirnya..."

"Jaaarrrr...ahhhh, enggak sesimpel itu!"

Mengalirlah cerita Langit yang menerangkan siapa Kinanti dengan semua tingkahnya yang menginginkan kawin kontrak dan apa yang baru saja terjadi dengan hidupnya termasuk cerita tentang Naura.

Baru kali ini Langit jujur tentang hal yang amat pribadi pada orang lain. Fajar beruntung menjadi orang yang dipercaya untuk tahu.

"Rumit duh, Bos," begitu tanggapan Fajar ketika dengan seksama mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut bosnya.

"Saya enggak punya pilihan, Jar. Kamu tau sendiri gimana berjasanya Pak Billy sama saya dan keluarga sejak Ayah enggak ada. Tapi ya itu dia, anaknya juga enggak mau nikah sama saya. Malah ngajuin syarat aneh-aneh dan kalau kamu liat juga gimana dia pasti geleng kepala lah," sahut Langit yang juga bercerita tentang latar belakang Kinan, si vokalis band.

Fajar berpikir sejenak, ingin menjadi bawahan sekaligus teman yang solutif.

"Bapak punya fotonya? Kali aja saya kenal, anak band Bandung mah saya tau lah."

Fajar berubah serius begitu pula dengan Langit yang memang selalu formal dan kaku.

Langit menggeleng tetapi ia ingat kontak si calon istri, jika ia tak salah lihat Kinan memasang fotonya sendiri di profil. Segera lelaki berparas tampan itu mengotak atik ponselnya mencari kontak.

"Nihh...kebeneran dia pasang fotonya lagi manggung mungkin," ujar Langit sambil menyodorkan ponselnya pada sang asisten.

Alangkah terkejutnya Fajar ketika melihat foto yang diperlihatkan atasannya.

"Ini sih Naya White Panther, Bos!"

Langit berkerut dahi, "Naya? Kinan ini..."

"100 persen yakin saya, Pak. Ini Naya, nih...stand mikrofonnya juga lambang White Panther."

Lelaki berkulit sawo matang itu mematung sejenak, "Annaya Sekar Kinanti."

"Nahhh...bener itu, nama panggungnya Naya, Pak. Ya ampuuuunnnn....saya teh fans garis kerasnya Naya dan sekarang Bapak mau dapetin dia. Teu rido ahh, Pak."

Tubuh Fajar melorot dan menutup wajahnya dengan sehelai tisu yang ada diatas meja kemudian Langit menendang kaki sang asisten dari bawah.

"Bukannya bantuin mikir malah pundung kamu mah."

Fajar tergelak, "Tapi serius, Pak. Masa sih Naya anaknya Pak Billy dan mau dikawinin sama om-om kayak Bapak gini. Duuhhh..White Panther tamat ini mah."

"Fajar!!" teriak Langit galak.

Tak kuasa menahan tawanya, Fajar membayangkan Naya yang digilai banyak penggemar band indie Kota Bandung harus menikah dan berubah jadi ibu Dharma Wanita Gedung Sate.

"Oke...oke...ampun, Bos. Gini-gini serius ini, saya pikir wajar Naya nolak. Dia masih muda banget, lagi manggung dimana-dimana. Fansnya banyak banget, Pak. Anaknya asik, enggak sombong, dan keren suka pake motor gede tapi tetep cantik gemesin. Cowok Bandung mana yang enggak suka sama dia. Saya aja ngefans tapi tau diri karena saya udah ampir 30 tahun ini. Ehhh...malah mau nikah sama Bapak yang lebih tua dari saya."

"Saya tinggal nih kamu, Jar. Besok balik pake kapal laut aja kamu," ancam Langit.

"Jangan atuh, Bos. Tega banget ahh..."

Langit terus menatap tajam bawahannya yang terus meledek dirinya yang terkesan tua dan tak pantas bagi Kinan alias Naya.

"Naya itu kalau enggak salah punya cowok, Pak. Namanya saya lupa cuma punya label Nada Record kalau enggak salah dan anak-anak White Panther ngandelin banget si Naya biar dikontrak disana. Tapi gosip yang beredar di grup sih katanya Naya putus tapi belum jelas juga," jelas Fajar.

Mata Langit membulat, "Ada grupnya? Grup fansnya Kinan? Emhhh..maksud saya Naya."

Fajar mengangguk, "Ada, dan saya salah satu membernya. Alay ya, Bos? Tapi emang sekeren itu sih Naya teh terus lagu-lagunya enak. Pokoknya Bapak harus jadi fansnya White Panther juga kalau pengen tau Naya gimana."

Langit termenung seolah tak percaya ternyata Kinan adalah gadis yang digilai anak muda Kota Bandung.

"Kalau emang Naya enggak punya pilihan dan tetep harus nikah sama Bapak, yaa...ikutin aja maunya. Dia pasti enggak mau ketauan udah nikah, Pak. Karier nya lagi bagus dan hebatnya dia sambil kuliah. Enggak tau gimana ngatur waktunya cuma emang anaknya jenius banget. Gitar bisa, piano oke, main flute nya juga keren," ucap Fajar berpromosi.

"Kamu tuh tau banget, mentang-mentang fansnya. Cuma saya enggak bisa terima kalau harus nikah diem-diem, Jar. Kamu tau saya purna praja dan jabatan saya di kantor apa, masa iya BKD jangan tau saya udah nikah. Kita ASN, Jar...semua diatur undang-undang."

Kali ini Langit yang nampak frustasi belum lagi harus memberikan penjelasan pada Naura, teman kecilnya yang ia janjikan akan dinikahi setelah mapan.

"Dijalani aja dulu satu-satu, Bos. Saya siap bantu dan siap keep tentang ini asal saya boleh foto bareng sekali aja sama Naya," ujar Fajar sambil mengerling genit.

Langit bergidik ngeri seraya menggelengkan kepala melihat tingkah sang asisten.

Ponsel Langit berdering dan nama Putri Pak Billy muncul di layar melakukan video call. Fajar melirik benda pipih warna abu metalik itu diatas meja, matanya berbinar.

"Saya aja yang angkat ya, Bos."

Mata Langit seolah membunuh, Fajar menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Hallo.."

'Bang, sibuk banget apa? Sampe enggak bales chat gue tadi siang. Drafnya udah dibaca kan?'

Kinan terlihat sedang berada di keramaian dengan pakaian yang tak biasa. Mungkin benar kata Fajar, hari-hari sang vokalis dipenuhi jadwal panggung ke panggung.

"Matiin enggak itu rokoknya! Baru saya mau tanda tangan," ucap Langit galak.

Di ujung telepon sana, Kinan yang memang sedang memegang rokok putihnya cemberut. Namun lagi-lagi ia menurut dengan membuang lintingan tembakau yang masih panjang itu dengan kakinya.

'Udaahhh...puas kan? Cepetan deal, kan ini udah nurut.'

"Saya masih di Palangkaraya, besok aja tanda tangannya."

Langit dengan santainya menutup telepon artis kesayangan Fajar itu.

"Pak...ya ampuuunnn, orang-orang berebut pengen tanda tangan Naya. Sekarang Bapak dimintain tanda tangan sama dia malah dinanti-nanti. Gilaaaa...ini gila, Pak!.

"Bodo amat...."

Langit berlalu diikuti Fajar yang tergesa mengikuti atasannya menuju hotel.

***

Sampai di Bandung semalam pukul 12 malam, Langit menikmati hari liburnya dengan santai-santai di rumah hingga dering ponsel terus berbunyi 2 kali.

'Ha-Hallo..Bang, Abang dimana? Abang, tolongin Kinan. Kinan ada di Jalan Gudang Utara, disini ada Jodi. Kinan takut, Bang,' ucap Kinan berbisik dan sepertinya menahan bulir kristal yang sebentar lagi akan meluruh.

"Hallo, Kinan. Kinaaannn..."

Sambungan terputus, panik melanda Langit. Hari Minggu yang harusnya menjadi hari libur, waktunya santai dari segala aktivitas tetapi kini berubah menjadi gelisah di dada.

Kinan ketakutan, terdengar dari caranya berbicara. Tidak lo gue seperti biasanya, Langit mondar mandiri di kamarnya sendiri. Bayangan Papa Billy berkelebat, dewa penolong keluarganya itu sedang ada di Hanoi sejak 3 hari lalu dan menitipkan putri tercintanya pada dirinya.

"Hallo, Jar..kamu dimana?"

'Di jalan, Bos. White Panther mau manggung sebentar lagi, saya kejebak macet ini.'

"Manggung nya dimana?"

'Lapangan Saparua, Pak. Ada apa?'

"Tunggu saya di Jalan Gudang Utara, Kinan lagi enggak baik-baik aja."

Fajar hanya bisa terdiam mendengar atasannya yang sepertinya sedang panik. Namun ia tak punya pilihan. Gegas ia membelokkan kemudinya ke jalan yang dikatakan bosnya itu.

Setelah mendapat sharelock dari Kinan, Langit segera mengeluarkan kuda besinya dari garasi. Memacu Kawasaki Ninja 250 ABS hijau yang baru ia beli dari tabungannya sendiri, lelaki yang sedang luar biasa cemas itu berusaha fokus membelah Jalan Ir.H. Djuanda menuju lokasi yang tadi sudah diberitahu oleh calon istri kecilnya.

Sementara Fajar kebingungan karena Jalan Gudang Utara cukup luas dan ia tak tahu harus menunggu dimana.

Langit tiba di lokasi hanya 15 menit setelah Kinan menelepon, ia hendak membuka pesan dari vokalis band yang sedang merepotkannya itu. Menoleh kiri kanan, tempatnya berada kini seperti gedung tua TNI yang sehari-hari digunakan sebagai hall badminton.

"Permisi, Bu. Mau tanya apa ada perempuan..."

Belum selesai Langit bertanya pada ibu kantin yang ada di hall badminton itu, sudah ada yang menubruk tubuhnya.

"Astagfirulloh, Kinan! Ngagetin aja. Kamu kenapa sih?"

Kinan masih memeluk erat calon suaminya itu, ada lega di dadanya. Tubuhnya kini kembali menghangat setelah seolah membeku karena orang-orang Jodi terus membuntutinya.

"Heyy...Kinan, liat saya!"

Kinan tetap menggeleng hingga membuat iba ibu kantin.

"Duduk, Mas. Dari tadi Mbak ini lari ketakutan kayak dikejar-kejar. Makanya saya sembunyiin disini sampe Masnya dateng," ucap si ibu kantin yang membawa kursi.

Langit mendudukkan Kinan di kursi yang dibawakan ibu kantin, sementara itu ia melipat kedua lututnya tepat di hadapan si cantik idola remaja Bandung ini.

Menyodorkan air mineral 330 ml dan membukakan segelnya, Kinan meneguknya hingga tandas.

"Bang, jangan tinggalin Kinan. Abang kemana aja, Kinan ikut. Kinan takut, sekarang Kinan mau pulang," ucapnya dengan derai air mata yang membasahi wajah pualam yang begitu cantik natural.

"Jodi?" tanya Langit singkat.

Kinan menunduk seraya mengangguk lemah.

"Selesaikan tanggung jawabmu, udah itu saya anter pulang," titah Langit.

"Enggak mau, dia mau culik Kinan. Dia ada disana dan orang-orangnya juga," sahut Kinan yang keluar mode bocahnya.

Langit meraup nafasnya dalam-dalam, "Ada saya, Kinan. Saya bakal ada di belakang panggung, temenin kamu. Sekarang juga saya yang bakal anterin kamu, enggak akan ada yang ganggu. Percaya saya!"

Kinan menatap lelaki yang tetap dengan wajah datar dan dinginnya tetapi perlindungannya sangat terasa padanya.

"Hallo, dimana kamu? Itu udah saya sharelock, cepet kesini!"

Langit memberikan perintah pada Fajar yang masih setia menunggu di ujung jalan.

Tak lama Fajar datang dan melongo takjub dengan apa yang sedang ia lihat.

"Spek bidadari, Bos. Nyata kan ini?" ucap Fajar yang menepuk pipinya sendiri.

Si bos menatapnya jengah, "Kinan, ini Fajar. Dia teman saya di kantor dan dia fans berat kamu. Sekarang kita ke Saparua, dikawal dia dari belakang."

Kinan tersenyum paksa, "Kinan, Kak. Maaf merepotkan ya."

"Enggak apa-apa, Naya. Emmhh..Kinan, seneng kok direpotin sama calon bu bos."

Kinan mengerutkan dahi seakan bertanya pada Langit.

"Dia udah tau semuanya," sahut Langit.

Lelaki yang siang itu berkali lipat gantengnya di mata Kinan membuka jaket bomber hijau army nya. Topi base ball merk New Era dipasangkan di kepala sang vokalis cantik, tak lupa masker duckbill dan juga aviator sun glasses andalan Langit dipakaianya juga.

Fajar bertukar kendaraan dengan Langit, ia menunggangi motor sport yang jarang sekali keluar kandang dan atasannya menaiki Suzuki Baleno yang sudah dimodif oleh lelaki penggemar Kinan itu.

Sampai di venue acara, personel White Panther lainnya sudah berada diatas panggung. Terlihat road manager Kinan nampak panik mencari perempuan yang ketika di panggung berganti nama menjadi Naya.

Tangan halus Kinan tak lepas dari genggaman Langit sampai ke backstage dengan tampilan yang nyaris tak dikenali.

Sampai di belakang panggung, Langit membantu Kinan melepas atribut yang tadi dipakainya.

"Ya ampuuunn, Nay. Lo kemana aja? Hp lo mati, gue kelimpungan nyariin lo. Kita udah panik lo ilang," ujar lelaki bertato di sepanjang lengan kanannya.

Tak ada jawaban dari Kinan, melirik pun tidak pada suara yang barusan didengarnya.

"Bang, jangan kemana-mana. Please...!" pinta Kinan yang masih ragu akan naik panggung.

Menghampiri sejenak perempuan yang dielu-elukan khalayak ramai itu, Langit memberikan pelukannya seraya berbisik.

"Saya disini, enggak kemana-mana. Saya tungguin sampe beres, jaga jarak sama penonton. Kita enggak tau ancaman kamu ada dimana."

Sontak Kinan kaget dengan pelukan tiba-tiba yang seolah Langit sedang mengatakan pada dunia bahwa perempuan idola anak muda Bandung ini adalah miliknya.

Edo, road manager yang tadi bicara pun cukup tersentak karena tak mengenal siapa lelaki atletis yang ada di hadapannya ini.

Kinan naik ke atas panggung seolah tidak ada apa-apa, ia berjingkrak kesana kemari mengikuti alunan musik. Suara sopran dengan timbre unik itu menggema di lapangan yang biasa digunakan anak muda Bandung untuk berkonser.

Langit tak biasa dengan situasi seperti ini tetapi lagi-lagi ia tak memiliki pilihan. Berusaha beradaptasi walaupun sulit.

Fajar ikut menemani atasannya di belakang panggung, sesekali Edo curi-curi pandang. Seolah ingin tahu dan berkenalan tetapi Langit menciptakan temboknya sendiri.

"Cari siapa?" tanya kru White Panther pada 2 orang lelaki yang sudah dicurigai Langit sejak tadi.

"Naya...kami utusan ayahnya, diminta jemput Naya kalau udah selesai manggung," jawab salah satu dari mereka.

Fajar mendengar jelas apa yang disebutkan lelaki tadi dan berkode pada atasannya.

"Sejak tadi Naya dengan saya, Bung. Saya yang antar dan saya juga yang akan membawanya pulang. Paham?" ucap Langit intimidatif.

Lelaki tadi gelagapan, tak lama langsung menghilang. Drama penculikan Kinan memang sudah direncanakan sepertinya.

'Mau main-main kamu dengan saya, Jodi. Dulu Bapakmu sekarang kamu, kali ini enggak akan berhasil, Jod!'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status