Mentari pagi mengintip malu-malu di langit Australia Barat, sama halnya dengan seorang perempuan muda yang semalam menyerahkan mahkota sucinya pada suami yang ternyata masih setia menantinya sejak 2 tahun lalu.Kinan sudah terbangun lebih dulu tetapi kungkungan lengan besar yang menguasai pinggangnya begitu sulit dienyahkan. Bergeser perlahan dengan maksud menuntaskan hajat paginya tetapi rasanya tak ada tenaga yang tersisa dari pertempurannya semalam.Gerak tubuh Kinan yang cukup mengganggu mengusik lelaki yang begitu tampan berbagi peluh dengannya, jika ingat peristiwa itu ia ungin sekali menenggelamkan diri ke dasar palung Mariana."Morning, Love...Pagi, Neng..."Suara serak khas bangun tidur ditambah rambutnya yang masih acak-acakan menambah seksi Langit pagi itu.Kinan menunduk malu sambil terus memegangi selimut putih sebatas dada, sampai ia terlelap pun tubuhnya masih polos tanpa busana. Hotpants dan tanktopnya berceceran entah dimana."Bang, pengen ke kamar mandi tapi ini gima
Pagi kesekian masih di kota Perth, Australia Barat. Kedua pengantin lama rasa baru ini masih bergelung dengan selimut."Morning, Love," sapa Langit dengan suara khas bangun tidur, terduduk diatas ranjang. Rambut acak-acakan membuat aura seksi semakin kentara."Morning juga, Papa Bear," jawab Kinan yang sudah membuat hot papermint tea untuknya."Jadi kamu Marsha nya?" kelakar Langit sambil tertawa.Kinan melirik sekilas seraya tersenyum manis. Tak berbeda jauh dengan tampilan sang suami, pagi itu Kinan masih dengan camisol satin diatas lutut warna putih. Rambutnya diikat asal keatas ala gadis Thailand."Bikin minum cuma satu, Love?" Langit beranjak dari ranjang hanya menggunakan boxer brief hitam, otot trapezius tercetak indah dari punggungnya."Ya udah iya, ini mau aku bikinin. Hot papermint tea nya juga."Setengah berteriak dari kamar mandi dengan mulut penuh busa pasta gigi, "No, saya udah enggak suka papermint tea. Bikinin capuccino aja ya, Love."Kinan tersenyum seraya memanaskan
Kinan tertegun, pikirannya blank, tubuhnya linglung. Ingin sekali berteriak tetapi lidahnya kelu, ini bohong kan? Mimpi kan? Apa namanya sama? Dan berjuta pertanyaan lainnya yang terus berputar di kepala Kinan."Teh Kinan, tau kan siapa dia? Mungkin Aa pernah cerita, dia anaknya Om Doni Purnomo yang ambil alih perusahaan almarhum Ayah. Dan Aa itu benci banget sama dia," jelas Salma.'Dia juga mantan gue, Sal. Karena dia, gue dikawinin sama Abang lo dan dia juga yang hampir ambil kegadisan gue. Duhh...gue enggak tau deh gimana murka nya Abang lo kalau tau.'Kinan hanya bia bermonolog dalam hatinya."Tapi sebaiknya Abang emhhh...maksud aku Aa tau ini, Sal. Semarah apapun nanti tapi dia berhak tau, anak di perut kamu itu butuh ayahnya. Darah Purnomo mengalir deras disana dan kamu enggak bisa mengelak," saran Kinan.Salma terdiam, ia begitu bimbang apa harus jujur atau tidak. Jika jujur, resikonya begitu besar tetapi jika tidak ia tak ingin Ibu dan kakaknya menanggung malu."Tapi gimana?
"Plaaakkk!!"Tamparan keras mendarat tepat dipipi kiri Jodi. Bentuk kekecewaan yang dilayangkan Kinan ketika mendapati kekasih yang telah 2 tahun dipacarinya itu sedang mengayun tubuh diatas Olivia, kakak tingkat tercantik dan baik hati yang pernah Kinan kenal.Memergoki keduanya di apartemen Jodi ketika Kinan akan membuat kejutan untuk sang kekasih dengan membawa pudding roti caramel kesukaannya.Kinan sudah lama mencium aroma perselingkuhan tetapi sulit untuk melepaskan diri dari Jodi, anak konglomerat kaya di Jakarta. Pacarnya itu selalu memiliki sejuta alasan untuk mengelak dan bodohnya ia percaya begitu saja.Kini ia sudah melihatnya sendiri, berbekal keberanian Kinan memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Jodi."Please, Kinan maafin gue. Kasih gue kesempatan sekali lagi," ucap Jodi memohon."Dimaafin tapi kita tetap selesai!" sahut Kinan seraya berlalu.Masih terekam jelas bagaimana Jodi memohon-mohon hingga bertekuk lutut pada perempuan tercintanya. Tetapi Kinan tak ber
Flight pagi menuju Palangkaraya, Langit ditemani asistennya Fajar menuju ibukota Kalimantan Tengah.Kondisi fisiknya yang lelah belum lagi pulang dalam keadaan basah kuyup membuat tubuh Langit tak 100 persen fit. Di perjalanan pun ia terlelap hingga akhirnya dibangunkan Fajar ketika landing."Cape banget kayaknya, Bos? Perasaan kemaren sore juga udah cabut," tanya Fajar yang usianya hanya selisih 5 tahun lebih muda dari Langit."Nyampe rumah tetep aja jam 11 malem, ngurusin bocah yang susah diatur dulu," jawab Langit seraya merapikan tampilannya karena akan langsung menuju kantor gubernur Kalimantan Tengah.Fajar mengerenyitkan keningnya tetapi tak bertanya lebih lanjut karena ia hafal betul karakter atasannya itu. 'Nanti juga cerita' begitu yang ada di dalam pikiranya.Bangunan bercat putih dengan ornamen khas suku Dayak menghiasi kantor gubernur Kalimantan Tengah. Bertemu langsung dengan panitia penyelenggara, Langit begitu luwes menyampaikan maksud kedatangannya sebagai utusan Jawa
"Saya teima nikah dan kawinnya Annaya Sekar Kinanti binti Billy Rayadinata dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ucap Langiit lantang dengan satu tarikan nafas.Menjabat tangan lelaki bernama Billy Rayadinata yang dahulu adalah ayah angkatnya dan kini menjadi ayah sesungguhnya bagi Langit. Kepala yang terus tertunduk mendengarkan doa yang dipanjatkan seorang ustadz yang sengaja diundang dalam prosesi akad nikah yang super sederhana, jauh dari kata mewah.Ada rasa haru di benak Papa Billy ketika menjabat tangan anak muda yang ia saksikan sendiri tumbuh kembangnya dan kini mendapat limpahan tanggung jawab atas putrinya.Kinan sengaja tidak dihadirkan pada ijab kabul atas permintaan Langit dengan alasan ingin halal lebih dulu baru bertemu padahal sebenarnya ia takut berubah pikiran untuk memperistri perempuan yang lebih pantas menjadi keponakan atau adiknya itu.Papa Billy memeluk menantu barunya itu selepas ijab kabul seraya berucap, "Maafkan papa yang sangat egois sama kamu, Lang.
"Nanti siang kita ke Puncak, enggak lama paling juga semalem," ungkap Langit sambil membereskan sofa bed di kamar Kinan yang 2 hari ini menjadi tempat tidurnya.Kinan sedang mengecat kukunya dengan warna beige langsung menoleh, "Ngapain? Ogah ahhh...ntar bersin-bersin lagi, Puncak kan dingin.""Ngapain kamu bilang? Kamu lupa ibu dan adik saya tinggal disana? Saya enggak lahir dari batu jadi saya harus kesana ngenalin kamu yang katanya sekarang istri saya."Konsisten ketus dan dingin, begitulah Langit. Entah bagaimana caranya agar lelaki gagah itu sedikit ramah pada istrinya."Oke," Kinan menjawab seperlunya.Ia bisa apa karena protes pun tak akan bisa dilakukan. Suaminya terlalu istimewa untuk ia bantah.Terlihat tak peduli tetapi Kinan berpikir keras apa yang harus dilakukannya ketika nanti bertemu ibu mertuanya? Apakah ia akan dibenci sama halnya dengan sang putra yang selalu ketus padanya. Belum lagi adik ipar yang katanya lebih menyeramkan dari dosen killer karena menjadi duri dal
Kinan tak berhenti bersin walaupun sudah menggunakan dua sweater ditambah tubuhnya yang bergelung dengan selimut tebal milik Langit.Langit melirik istrinya dan kembali tak tega melihatnya, ia edarkan pandangannya dan melihat jendela yang tak tertutup rapat. Ada rasa heran karena sore tadi ia menutupnya sendiri tetapi mengapa kini jadi terbuka sedikit."Emhhhh...Kinan, ini kata Ibu suruh pake minyak angin. Katanya biar badannya anget," tawar Langit sambil menyodorkan botol kaca berisi minyak berwarna coklat.Seperti biasanya pria dingin itu bersikap datar dan juga kaku menutupi kegugupannya yang hinggap tiba-tiba.Kinan bangun dari tidurnya, ia menatap Langit dan minyak yang ada di telapak tangan suaminya itu bergantian.Tak lama pintu kamar diketuk dan ternyata Ibu Arini."Kinan, itu minyaknya dibalurin di punggung sama dada ya. Insya Allah lebih baik. Aa, sok balurin punggung sama dadanya Kinan!" titah Ibu.Kinan melotot sambil menggeleng tipis agar Ibu tak melihat."I-iya, nanti di