Share

Bab 02

Dalam kecemasan yang merayap, Prilly merasa terjepit oleh situasi yang tak bisa ia kendalikan. Ia merasa sangat khawatir dengan apa yang menimpa ibunya, namun kenyataannya, Prilly merasa tak berdaya untuk memberikan banyak bantuan.

Tidak hanya masalah keuangan yang membuat Prilly merasa terbatas, tapi juga waktu yang makin menyusut. Padatnya jadwal pekerjaannya tak memberinya ruang untuk merespons dengan cepat. Kewajiban pekerjaannya merenggut waktu berharga yang mungkin bisa digunakan untuk mencari solusi bagi ibunya.

Saat Prilly berusaha mencari jawaban di tengah kekacauan ini, teman seperjuangannya datang, menghadirkan beban baru.

"Hey!? Apa yang kamu lakukan di sini, Prilly?! Apa kamu sedang bermalas-malasan?!"

Tidak ada istirahat bagi Prilly, bahkan ketika ia membutuhkan waktu untuk merenung dan merencanakan langkahnya.

"Maaf. Tadi aku hanya menjawab telpon dari Ibuku. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk bermalas-malasan," jelas Prilly yang tak ingin membuat teman seperjuangannya itu salah paham.

"Sudahlah! Lupakan saja hal itu. Sekarang kamu ikut denganku. Kita harus fokus melakukan pekerjaan ini, dan selanjutnya, kamu matikan saja handphone itu. Kamu bisa menghubungi Ibumu lain kali!"

Prilly hanya bisa mengangguk pada saat itu. Padahal tidak ada yang tahu, apakah mungkin Prilly masih bisa berbicara dengan ibunya untuk selanjutnya? Bagaimana jika orang jahat itu benar-benar membunuh ibunya?

Prilly benar-benar hanyut dalam rasa takut.

Dalam kekacauan prioritas yang tumpang tindih, Prilly harus menemukan cara untuk menjaga keseimbangan antara tugas-tugasnya, dan kewajiban terhadap ibunya.

Hal itu benar-benar tidak mudah untuk dilakukan!

***

Dengan tekad yang kuat, Prilly menunjukkan sikap profesional yang mengesankan. Ia dengan hati-hati mengatur setiap detail agar pelayanan kepada Tuan Omar berjalan lancar dan tanpa cela. Walaupun cemas mengganggu pikirannya, Prilly tetap fokus pada tugasnya, memastikan bahwa setiap kebutuhan Tuan Omar terpenuhi dengan sempurna.

Ketekunan Prilly yang mengesankan terlihat dalam caranya menangani situasi dengan tenang. Ia menutupi kecemasannya dengan senyuman, memberikan kesan bahwa segala sesuatunya berjalan seperti biasa. Meskipun hatinya terasa berat, Prilly berusaha menjaga profesionalisme dan integritasnya.

"Selamat menikmati hidangannya, Tuan. Dan jika ada sesuatu yang kurang, jangan sungkan untuk memanggil saya." Prilly tetap mempertahankan kesopanan serta ketenangannya dalam menghadapi situasi yang mencekam itu.

Dengan hati-hati, Prilly kembali ke tempat yang di mana ia seharusnya berada. Bersama-sama dengan teman-temannya yang lain, hanya mengamati bagaimana Tuan Omar bereaksi dengan hidangan yang telah disiapkan dengan penuh rasa kegugupan.

"Astaga, ini benar-benar mendebarkan. Bukankah Tuan Omar terlihat jauh lebih tampan dan mempesona jika dilihat secara langsung? Dia benar-benar idaman para wanita."

Anggota tim yang melayani Tuan Omar, terutama yang wanita; rata-rata dari mereka memang sangat mengagumi sosok Tuan Omar. Dan hal itupun terlihat sangat jelas dari tindakan mereka.

Bukan hanya sekali, tetapi hampir semua dari mereka telah berkali-kali mencoba untuk menggoda hati Tuan Omar yang pada kenyataannya telah memiliki seorang istri.

"Aku benar-benar ingin memilikinya. Tidak masalah jika aku jadi istri simpanan, atau bahkan selirnya saja. Yang terpenting kehidupan yang aku jalani akan sangat terjamin untuk kedepannya."

Hampir semua dari mereka tidak waras. Mereka benar-benar gila karena berpikir ingin memiliki seseorang yang sudah beristri. Hal itu benar-benar tidak pantas untuk dilakukan, terlebih lagi jika hal itu hanya berlandaskan keinginan mendapatkan harta dan tahta yang tidak akan bertahan lama.

Dan awalnya, Prilly memang berpikir jika teman-temannya itu sudah tidak waras karena berpikir ingin merebut suami orang lain hanya karena alasan ingin uang dan tahta! Tetapi, Prilly yang pada saat itu sedang terjepit dalam lubang hitam yang menakutkan, tiba-tiba saja hal gila mulai terlintas di benaknya.

Dalam keadaan frustasi yang melilit, Prilly tanpa sengaja terperangkap dalam pembicaraan teman-temannya yang berbicara tentang Tuan Omar, tamu penting malam itu. Seolah alam semesta memberinya petunjuk tak terduga, Prilly mendengarkan potongan-potongan cerita yang mengungkap sisi lain dari Tuan Omar.

Kabar tentang masalah rumah tangganya yang renggang dan keinginannya untuk memiliki keturunan menjadi alasan di balik kesedihannya. Informasi ini memberikan pandangan baru bagi Prilly, menghadirkan dimensi yang tidak pernah ia bayangkan.

Dalam kebingungan dan keputusasaan, sebuah ide yang terdengar gila dan tak terpikirkan sebelumnya melintas dalam benak Prilly. Seakan terinspirasi oleh plot film-film, ide ini muncul dengan tiba-tiba, mengejutkan dan menciptakan perasaan campur aduk di dalam dirinya.

Prilly, yang mengetahui tentang keinginan Tuan Omar untuk memiliki keturunan, merasa seperti terjebak dalam skenario yang tidak nyata. Pikirannya meracau, berusaha mencari jalan untuk menyelamatkan sang ibu dari ancaman maut yang mendekati. Seakan-akan ia sedang hidup dalam mimpi, Prilly terpikirkan untuk menawarkan rahimnya sendiri sebagai tawaran tak terduga.

"Tapi ... sepertinya itu terdengar sedikit gila. Aku tidak akan benar-benar melakukan hal itu ...." Prilly ragu; hatinya benar-benar terjebak dalam dilema yang besar.

Prilly merasa seakan berada di persimpangan antara keberanian dan ketidakpastian. Dalam benaknya, dia mencoba menghitung risiko dan imbalan dari tawaran yang tak lazim ini. Mengorbankan dirinya sendiri untuk keselamatan ibu adalah hal yang mulia, namun juga sangat kompleks dan berisiko.

Prilly terus bertanya pada dirinya sendiri, apakah akan ada dampak emosional dan fisik yang tak terduga? Apakah ia siap menghadapi konsekuensi dan perubahan dalam hidupnya yang mungkin terjadi?

Tidak ada keputusan yang mudah dalam situasi seperti ini. Sambil berjuang dengan pertentangan dalam dirinya, Prilly memahami bahwa pilihan yang akan diambilnya nanti akan memiliki dampak yang mendalam, tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi banyak orang yang terlibat.

"Selama ini ibu sudah banyak berkorban untuk diriku, jadi ... anggap saja ini sebagai balasan untuk semua penderitaan yang ibu alami untuk membesarkan diriku!"

Prilly telah membulatkan tekadnya!

Tidak berpikir panjang lagi, Prilly langsung mengambil botol anggur merah ke meja Tuan Omar. Dengan hati-hati mengisi kembali gelas itu.

Bersiap dengan hati yang berat, Prilly ingin mencoba melakukan ide gila yang sudah berkali-kali dicoba oleh teman-temannya kepada Tuan Omar; tetapi tak ada satupun dari mereka yang berhasil. Dan mungkin, kali inipun juga akan begitu untuk Prilly.

Tanpa memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya, dengan mantap Prilly mengungkapkan tawaran yang ia miliki untuk dipertimbangkan oleh Tuan Omar.

"Saya dengar Tuan Omar sedang bersedih karena belum juga mendapatkan keturunan dari istri Tuan. Apakah itu benar?"

Takut. Tentu saja Prilly merasa takut. Tapi, rasa takutnya kepada Tuan Omar tidak jauh lebih besar dibandingkan rasa takutnya karena kehilangan sang ibu. Jadi, apapun itu, Prilly ingin menantang dirinya sendiri walaupun hasilnya belum pasti.

"Jika benar, saya memiliki penawaran yang bagus untuk Tuan Omar pertimbangan," ungkap Prilly.

"Apa itu?"

"Saya akan memberikan keturunan kepada Tuan. Saya akan melahirkan penerus untuk Tuan, dan untuk itu ... saya akan menyerahkan rahim saya agar bisa mengandung anak Tuan."

Prilly benar-benar mengatakan hal itu, dan sejak saat itu ... permainan kehidupan yang sesungguhnya akan segera dimulai!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status