Beranda / Romansa / Istri Muda Tuan Sadis / Bab 3 Tak Punya Pilihan

Share

Bab 3 Tak Punya Pilihan

Penulis: Dama Mei
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-19 22:32:42

“T-tapi … “ Pria tua itu terbata-bata tak percaya, saat si pria muda dengan lantang berteriak akan melunasi seluruh hutang Rania.

Si pria muda berjalan angkuh ke hadapan si pria tua. “Bilang pada ayahku, aku yang akan melunasi seluruh hutang ayahnya. Termasuk bunganya,” tegas si pria muda sekali lagi.

Rania tidak bisa banyak bersuara. Lidahnya terkunci, masih berusaha memutar ulang ucapan pria muda itu di dalam otaknya.

‘Apakah ini yang disebut malaikat pelindung?’ batin Rania.

Maka karena tak punya lagi alasan untuk berada lebih lama di rumah Rania, para preman itu beranjak pergi–meski hati mereka tampak dongkol dan kecewa.

Si pria muda itu menoleh, memandang Rania yang masih berdiri kaku sedikit ketakutan.

“Siapa namamu?” tanyanya.

Rania gelagapan. Dia ingin menjawab, namun tak ada suara yang keluar dari mulutnya.

“Siapa namamu?” tanya pria itu sekali lagi. “Kamu tidak perlu takut. Kamu aman sekarang,”

“Rania. Rania Manalli,” Akhirnya Rania mendapatkan kembali suaranya.

Pria muda itu menautkan kedua alis. “Panggil aku Tama,” sahutnya. Sikapnya tampak kikuk dan salah tingkah di depan Rania. Dia bahkan menggaruk kepalanya yang tidak gatal demi menutupi kegugupannya.

“Apa kesukaanmu?” tanyanya lagi, memecah kesunyian. Mereka berdua masih berdiri gamang di depan halaman rumah Rania.

Rania tidak menjawab, dan hanya mengernyitkan dahi bingung. “Kenapa?”

“Apa kamu suka sepatu? Baju? Atau perhiasan?” Tama menghujani Rania dengan banyak pertanyaan diluar dugaan.

Rania bahkan tidak sanggup menjawab semua pertanyaannya itu.

“Kenapa kamu membantuku?” tanya Rania, mengalihkan pertanyaan.

“Apakah aku perlu alasan untuk membantumu?” Tama ganti bertanya.

Rania mengangguk. “Bukankah tidak ada manusia yang menolong orang lain secara gratis?”

“Memang,” Tama setuju. “Kamu seratus persen benar,”

“Lalu apa alasanmu? Apa niatmu?”

“Jawab dulu pertanyaanku!” seru Tama. “Apa kesukaanmu? Apa yang paling kamu inginkan sekarang? Apa kamu punya impian?” Pria itu mulai sedikit kesal, karena Rania tak kunjung menjawab pertanyaan pertamanya.

“Aku–” Rania memutus ucapannya untuk berpikir. “Aku hanya ingin melupakan kemiskinanku,”

“Hanya itu?”

“Aku ingin menjadi wanita kaya,”

Tama mengangguk.

“Aku ingin melanjutkan sekolah. Ingin menjadi dosen,” imbuh Rania, ketika Tama mengira jawaban Rania telah selesai.

Pria itu terkesiap saat mendengar jawaban terakhir Rania. Jawaban yang membuat hatinya tergelitik.

“Kenapa? Aku bisa mewujudkan dua impianmu, kenapa harus susah payah dengan yang ketiga?” tanya Tama.

“Aku hanya akan ditipu sekali lagi, jika tidak membekali diriku dengan senjata yang cukup kuat di dalam otakku,” jawab Rania tegas. “Aku akan bertemu dengan orang-orang sepertimu di masa depan, jika hanya mengandalkan dua impianku,”

Tama melebarkan bola matanya, saat mendengar jawaban Rania yang terdengar sangat puitis baginya. Namun dia tidak menunjukkan ekspresi apapun sebagai tanggapan atas ucapan itu. Tama hanya diam, tak mau melepaskan pandangannya dari Rania.

“Aku akan mewujudkannya. Aku akan membiayai seluruh hidupmu. Makanmu, pembalutmu tiap bulan, hingga pendidikanmu dan kupastikan kamu bisa menjadi dosen sesuai maumu,” racau Tama cepat. “Hingga–” Dia sejenak diam, mendekatkan tubuhnya pada Rania.

“Aku juga akan bertanggung jawab atas kehidupan yang mungkin ada di dalam tubuhmu,” lanjut Tama.

“Maksudmu?” Rania menyahut spontan.

“Menikahlah denganku!” tukas Tama. “Aku akan memastikan impianmu terwujud, asalkan kamu mau menikah denganku,”

Jantung Rania seketika berdetak lebih cepat, setelah mendengar ucapan Tama yang lantang itu.

“A-apakah ini balasan karena kamu sudah melunasi hutang ayahku?”

Tama tersenyum tipis. “Apakah kamu punya jalan keluar lain? Bagaimana caramu menjadi wanita kaya yang otaknya terisi penuh tanpa bantuanku?”

Tama menghembuskan nafas. “Aku tidak memaksamu, Rania Manalli. Dan aku juga tetap akan melunasi hutang ayahmu, apapun jawabanmu,” ujar Tama, mulai bergerak hendak pergi.

“Apa aku bisa mempercayaimu? Apakah aku bisa menyandarkan diriku padamu?” tuntut Rania, dengan mata berkaca-kaca.

Dia tidak tahu maksud Tama, namun membayangkan bahwa dirinya harus terjebak dalam situasi sulit ini, membuat Rania seakan susah bernafas. Maju salah, mundur pun salah. Dia tidak mengenal Tama, namun hidup seorang diri juga bukan pilihan yang bagus untuknya.

Tama merentangkan kedua tangan, dengan wajah pongah.

“Aku memerlukan seorang wanita, untuk meyakinkan ayahku agar mau memberikan bisnisnya padaku. Dan kamulah wanita yang tepat,” ungkap Tama. “Kamu tertekan dan tak punya pilihan. Tapi tidak pernah mengemis untuk kutiduri,”

Tanpa sadar, pipi kemerahan Rania tampak bersemu makin merah. Si gadis matahari yang penuh senyum itu mulai menampakkan semburat kemerahan pada wajahnya yang telah lama pucat tanpa harapan.

Dan untuk sedetik saja, Tama mengagumi semburat merah itu. Hingga tanpa sadar dia tersenyum tipis.

“Aku bersedia,” seru Rania. "Aku bersedia menikah denganmu,"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 132 Terlahir Kembali

    Mendengar teriakan minta tolong dari Rania, Tama merasa adrenalinnya langsung melonjak. Tanpa ragu-ragu, dia segera menghubungi para anak buahnya yang masih tersisa dan memberi tahu mereka tentang keadaan darurat yang sedang dihadapi oleh Rania. Tama memberikan semua informasi yang dia miliki, termasuk nomor ponsel Rania agar bisa dilacak. Tama mencoba untuk tetap tenang dan fokus, meskipun kecemasannya yang tak terhindarkan. Dia bersumpah untuk melindungi Rania dan membawanya pulang dengan selamat, tidak peduli apapun resikonya.Arif tiba di kantor Tama dengan langkah cepat dan wajah yang tegang setelah mendapatkan informasi tentang kondisi Rania. Dia telah mengutus anak buahnya untuk segera melacak keberadaan taksi yang diduga menculik Rania.Ketika Arif memasuki kantor, dia melihat Tama yang sibuk berbicara dengan petugas polisi dan segera mendekatinya dengan langkah tergesa-gesa.“Tuan, bagaimana kondisi Rania?” tanya Arif cemas.“Apa kamu sudah menghubungi anak buahmu?”Arif meng

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 131 Tolong Aku!

    Dewi berlari kecil berusaha mencari keberadaan Rania pagi ini di dalam rumah besarnya. Kabar tentang Rania yang akan kembali bersama Tama, sudah tentu terdengar sampai telinganya. Arif sendirilah yang memberitahu Dewi, karena sejak semalam pria itu sibuk mengemasi barang Rania dan Athar–dengan bantuan Laura.“Rania!” Akhirnya Dewi menemukan Rania sedang memasak di dapur.Rania memutar badan, dan tersenyum begitu cerah. Dia mengisyaratkan pelayan rumah untuk pergi memberi ruang bagi Dewi dan Rania. Setelah mereka tinggal berdua, Dewi berjalan mendekat. Dia memang ingin mendengar langsung dari mulut Rania tentang rencana itu.“Apa benar kamu akan kembali ke rumah Tama?” tanya Dewi cemas.Rania hanya mengulaskan senyum. “Semoga ini keputusan tepat untuk saya dan Athar,” timpalnya.Wajah Dewi masih menyiratkan kekhawatiran. Perlahan dia menggenggam tangan Rania. “Jika boleh jujur, aku tentu senang mendengarnya. Tapi … kebahagiaanmu yang terpenting,” tegas Dewi. “Aku sangat senang menerima

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 130 Kembali Pulang

    Rania memimpin langkah Athar melewati pintu gerbang kantor yang kini telah berubah wajah menjadi sebuah restoran keluarga yang luas dan ramai. Cahaya lampu yang lembut memperlihatkan suasana hangat di dalamnya, di mana aroma makanan yang menggugah selera menguar di udara. Dalam cahaya lembut yang memancar dari lampu-lampu gantung di restoran keluarga itu, Rania memasuki ruangan dengan perasaan antara terkejut dan haru. Di sana, di tempat yang dahulu menjadi kantor Tama sebagai seorang peminjaman ilegal dengan banyak preman berwajah bengis, kini telah berubah menjadi sebuah tempat yang hangat dan penuh cinta, mengundang keluarga untuk berkumpul.“Ayah!” seru Athar, menunjuk ke arah Tama.Rania melihat Tama sibuk di dekat meja kasir, dengan senyuman hangat yang menyapanya begitu dia memasuki restoran. Mata Rania tidak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap perubahan besar yang dilakukan Tama setelah melalui masa lalu yang gelap. Dalam hati, ia merasa tersentuh oleh usaha keras Tama

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 129 Dianggap Lemah

    Dona duduk menyandarkan punggung, dengan kedua tangan dilipat. Tatapannya tajam ke arah Mada yang terus menyeringai seakan tengah menggoda Dona, mengingat kehidupannya di penjara yang membosankan. Mada tiba-tiba maju, mencondongkan tubuhnya hingga membuat Dona jengah dan spontan mundur.“Ayolah, Don. Kita bisa melakukannya di sini, secepat mungkin. Ada ruangan khusus agar kamu merasa nyaman,” goda Mada, berusaha menggapai Dona.Dona menepis tangan Mada yang hampir mengenai tubuhnya. “Menjauh dariku, biadab!” umpatnya kasar.Mada masih menyeringai. Namun dia memilih mundur. “Lalu apa maumu datang ke sini?” tanyanya.“Aku ingin membatalkan kerjasama kita!” sentak Dona. “Jangan pernah lagi mengganggu atau menghubungiku!”“Batal?” ulang Mada. Dia sejenak diam untuk mencerna ucapan Dona. Kemudian menyeringai seperti yang sudah-sudah. “Siapa bilang kamu bisa membatalkannya?”Dona mendengus kesal. Dia merasa bodoh karena hampir saja tertipu oleh tipu daya si gila Mada. Dengan satu kaki dihen

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 128 Menolak Kerjasama

    Dona melepas kacamata hitamnya, kemudian pandangannya melihat sekeliling bangunan restoran itu. Senyumnya terus terulas, namun bagi Arif tidak ada aura cerah di wajah Dona. Yang ada justru maksud licik tersembunyi yang bisa saja merugikan restoran dan Tama. Arif masih teringat akan peringatan Vinko mengenak rencana Mada, yang bisa saja kali ini menggunakan Dona sebagai alat.“Apa maumu?” ulang Arif, karena Dona tidak menjawab.“Restoran ini sudah buka, kan? Tentu saja aku datang sebagai pelanggan,” jawab Dona angkuh. Lantas berjalan dengan tubuhnya yang semampai, memasuki pelataran restoran itu.Arif tidak bisa berkutik karena restoran itu memang terbuka untuk umum, dan jika Dona datang sebagai pelanggan itu artinya Arif tidak bisa menolak. Namun bukan berarti Arif bisa mengendorkan kewaspadaannya, karena dari balik dapur restoran, matanya terus awas ke arah Dona.“Bos, kenapa dia ada di sini?” tanya salah seorang karyawan yang matanya mengikuti arah tatapan Arif. Dia tentu saja menge

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 127 Tidak Diundang

    Tuan Hadi sempat membeku setelah mendengar ucapan Vinko. Jika bisa, dia pasti mencegah Vinko untuk sekali lagi membuat kegaduhan, namun Tuan Hadi bukanlah tipe orang yang bisa berterus-terang dengan perasaannya. Dia memilih diam dan canggung, tidak menimpali ucapan Vinko. Namun Vinko tetaplah pria pintar, salah satu anak kandung Tuan Hadi yang berharga. Dia sadar jika sang ayah tidak menyukai tema pembicaraan mereka.“Ayah tahu kenapa aku dan Regina bercerai?” ujar Vinko, mengganti topik.Tuan Hadi menyesap rokoknya dalam-dalam. “Yang kutahu, Regina bukanlah wanita bodoh,”“Benar. Benar sekali,” Tatapan Vinko lurus memperhatikan Athar yang fokus bermain. “Dia sangatlah pintar. Satu-satunya wanita terpintar yang pernah kukenal,” Dia lalu menoleh ke arah Tuan Hadi. “Kenapa ini semua harus terjadi?” Dia justru bertanya.“Kuharap dugaanku salah, Vin,” timpal Tuan Hadi singkat.“Dia yang menggugat cerai pertama kali,” lanjut Vinko. Dia sempat tersendat saat bicara, tampak sangat menahan ra

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 126 Senyum Penuh Maksud

    Rania semakin bahagia saat dia terbangun di pagi yang terik, Tama masih tertidur di sebelahnya. Pria itu memejamkan mata, namun bibirnya tersenyum tipis seakan tengah mengalami mimpi indah. Tanpa sadar Rania juga ikut tersenyum. Dia pandangi Tama dengan jemarinya yang memainkan anak rambut Tama. Kemudian Rania mengecup kening Tama tipis, berusaha agar Tama tidak terbangun.Sambil mengendap-endap Rania keluar dari kamar, mulai menuruni tangga menuju dapur besar yang ada di lantai bawah. Di sana Rania sudah disambut oleh salah satu pelayannya yang tampak bahagia karena akhirnya Rania kembali. Keduanya melepas rindu, lantas Rania mengajak pelayannya itu untuk membantunya menyiapkan sarapan untuk Tama.“Kamu sedang apa?” tegur Tama, dengan wajah bangun tidur menghampiri Rania yang sibuk menata meja makan.“Aku menyiapkan sarapan kesukaanmu. Nasi goreng,” jawabnya.Tama mengulaskan senyum tipis. Kemudian dia menarik kursi dan duduk sembari menunggu Rania selesai menyiapkan hidangan.“Aku b

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 125 Menikmati Sentuhan

    Tama mendorong kepala Rania untuk bersandar di atas lengannya, sambil pria itu mengelus lembut kepala Rania demi menenangkan tangisan istrinya itu. Sesekali Tama mengecup kening Rania yang masih terus menangis. Udara yang semua terasa begitu dingin, perlahan sedikit hangat bersamaan dengan dua tubuh mereka yang perlahan mulai menyatu.“Malam ini kamu tinggal di sini bersamaku,” tandas Tama. “Biar Arif yang menjaga Athar,”Mata Rania yang sembab sempat berkedip dua kali untuk berpikir. Namun Tama buru-buru membungkam bibir Rania dengan telunjuknya, seakan mengerti bahwa wanita itu sebentar lagi akan mengelak.“Turuti aku untuk kali ini,” pinta Tama lembut.Tama mulai bangkit berdiri untuk mengambil ponsel. Namun gerakannya harus berhenti ketika Rania menarik ujung kemejanya.“Apakah aku bisa mempercayaimu lagi?” tanya Rania bimbang.Tama berkedip pelan satu kali. “Aku tidak memintamu mempercayaiku. Hukumlah aku, Ran,” jawab Tama.“Bukankah empat tahun berpisah itu sudah cukup menghukum

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 124 Hukum Aku

    Tama terus mendorong dan mengulum bibir Rania seakan tidak memberi kesempatan wanita itu untuk sedikit mengambil nafas. Seperti sebuah hasrat yang telah dipendam bertahun-tahun, dan kini Tama bisa mengeluarkannya dengan begitu dahsyat hingga sulit dibendung. Rania hampir saja kewalahan dan tidak menyadari tangannya mendorong kencang sebuah vas yang tergeletak di sisi ruangan. Suara vas yang pecah berkeping-keping membuyarkan suasana diantara keduanya, membuat Tama menjauh dari tubuh Rania untuk mengecek keadaan. Nafas keduanya tersengal, gugup luar biasa hingga wajah mereka memerah. Sesekali Tama melirik ke arah Rania yang juga begitu gugup dan mencoba untuk menguasai diri.“Bukankah ini vas langka favoritmu?” Rania mencoba membersihkan sisa vas yang ada. Dia membungkuk, mengambil pecahan yang paling besar. “Argh!” Tanpa sadar tangan Rania tergores ujung runcing pecahan vas itu.Tama seketika melonjak dan menarik tangan Rania yang terluka. Dia kecup tangan itu, dengan niat ingin meng

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status