Share

Bab 8 Bengis

Author: Dama Mei
last update Last Updated: 2023-05-16 22:35:22

“Rania, aku merasa sedikit pusing,” ucap Tama keesokan paginya, saat menghampiri Rania yang sedang mandi.

Senyum tipis terulas samar di bibir Rania. “Mungkin kamu kurang sehat, Sayang. Bagaimana kalau hari ini tidak usah ke kantor?”

“Tidak bisa. Ada banyak tugas yang harus kuselesaikan,”

“Kalau begitu, biar aku hubungi Arif untuk menjemputmu,” Rania mengambil handuknya.

Namun Tama buru-buru menggenggam kedua tangannya, mulai menelusuri seluruh tubuhnya yang sudah bersih itu.

“Aku harus ke kampus pagi ini,” ucap Rania, meski dia tidak melawan.

“Lebih penting mana, aku atau mahasiswamu?” balas Tama. “Ingat, akulah yang membiayai semua kebutuhanmu,”

Rania tidak bisa berkutik. Meskipun benci, namun melawan Tama secara terang-terangan bukanlah ide yang baik.

“Argh!” Tama tiba-tiba mengerang, sedikit limbung dengan tangan mencengkeram kepalanya. Dia tampak kesakitan.

Rania buru-buru memegang tubuh Tama, dengan ekspresi cemas. “Ada apa?” tanyanya.

Padahal dalam hati, Rania senang karena sepertinya obat itu bekerja dengan baik.

“Tiba-tiba kepalaku sakit sekali,” keluh Tama.

“Lebih baik kamu istirahat dulu,” Rania menuntun langkah Tama berbaring di tempat tidur. “Aku akan panggilkan Arif segera,”

Tama menurut saat Rania membaringkannya. Dan wanita itu berlari kecil keluar dari kamar hotel, untuk menghampiri Arif yang memesan kamar di samping mereka.

Selalu seperti itu. Arif akan mengikuti Tama kemanapun pria itu pergi–kecuali Tama meminta Arif menemani Rania.

“Ran?” Arif keheranan, karena masih terlalu pagi untuk Rania mengetuk pintunya.

Rania mengulaskan senyum sangat samar. “Tama sakit kepala,” ucapnya datar.

Arif tidak langsung menjawab. Dari gelagat Rania yang kelewat tenang itu bisa dia baca dengan jelas.

“Aku harus bagaimana?” tanya Arif.

Rania menggerakkan kepala, mengisyaratkan Arif untuk mengecek kondisi Tama.

Dalam diam mereka berdua pun berjalan ke kamar Tama dan Rania.

“Rif, sepertinya aku akan terlambat,” ujar Tama, masih memegangi kepalanya.

Arif menunduk hormat. “Saya akan menghubungi Dona, Tuan,” Arif mengambil ponsel untuk menghubungi Dona, sekretaris Tama.

“Ran,” Tama memanggil Rania.

Wanita itu mendekat, penuh perhatian. Meski dalam hati dia bersorak mensyukuri penderitaan Tama.

“Apa kamu tidak ingin merawatku disini?”

“Aku harus pergi, Sayang. Aku terlanjur janji akan menggantikan Pak Viktor pagi ini,” tolak Rania halus.

“Tapi aku membutuhkanmu,”

“Aku akan segera kembali, setelah perkuliahan selesai,” janji Rania. “Tidak akan lama, kok,”

Ada raut kecewa di wajah Tama. “Rif, tolong suruh Dona menemaniku disini,” utus Tama pada Arif.

Jantung Rania berdegup kencang dua kali, saat Tama menyebut nama Dona.

Selain menjadi sekretaris, wanita itu juga menjadi pemuas hasrat Tama jika Rania menolak untuk melayani. Dan yang paling sadis, Tama selalu memaksa Rania menonton kemesraan mereka di atas ranjang.

“Jangan lupa pulang cepat,” ujar Tama pada Rania.

“Kenapa? Kamu memintaku menontonmu dengan Dona?” sahut Rania. Ucapan yang keluar spontan, yang kemudian dia sesali.

“Apa?” Tama bangkit, melupakan rasa sakit di kepalanya. “Apa kamu bilang?” Kini dia mencengkeram kedua pipi Rania.

Arif menundukkan kepala, sama sekali tak mau melihat. Dia cukup kaget dengan ucapan Rania, dan cukup takut untuk melihat reaksi Tama.

“Aku sudah membelimu,” tandas Tama bengis. “Kamu tidak boleh mengomentari apapun tindakanku. Yang kamu lakukan hanyalah menurutiku, atau aku akan membuangmu ke jalanan,”

“Lebih baik aku dibuang ke jalanan,” seloroh Rania berani.

Arif sampai menelan ludah, karena Rania kelewat sangat berani.

“Permisi, Tuan?” Terdengar suara Dona yang mengetuk pintu kamar hotel Tama.

Tama memerintahkan Arif untuk membuka pintu. Dan saat Dona sudah masuk, Tama menarik paksa wanita itu.

Dia mendorong tubuh Dona berbaring di atas ranjang.

“Pak Tama? K-kenapa … “

Dona sampai tidak bisa melanjutkan ucapannya, karena Tama sudah melompat naik ke atas tubuhnya dengan beringas.

Arif berjalan cepat keluar dari kamar itu–sebagai respon alaminya. Sementara Rania–meski ingin menyusul Arif tak punya kekuatan.

Dia tak berdaya, menangis sambil melihat suaminya–sekali lagi bermain panas dengan sang sekretaris.

“Bagaimana, Rania? Apa sekarang kamu sudah menyadari posisimu?” tanya Tama dengan wajahnya yang bengis, setelah dia melucuti seluruh pakaian Dona.

Rania gemetaran memeluk tubuhnya. Dia tidak berani membuka mulut.

“Argh!” Dona memekik penuh kenikmatan, saat Tama mulai menelusuri tubuhnya.

‘Monster … kau memang monster,’ umpat Rania dalam hati, ditambah dengan berbagai sumpah serapah yang dia tahu.

Rania tidak cemburu. Dia menangis karena memiliki suami sakit seperti Tama.

Tama tidak pernah menyiksanya secara fisik, tapi mentalnya dihancurkan sedemikian rupa.

“A-aku harus ke kampus,” ucap Rania sangat pelan.

“Siapa bilang kamu boleh pergi?!” sentak Tama. “Tetap disini sampai aku menyelesaikan ini!”

Rania menggigit bibir. Kedua tangannya mengepal erat.

Setelah menggagahi Dona hingga wanita itu lemas, Tama tiba-tiba melompat dan menerjang Rania.

“Kamu boleh pergi ke kampus, tapi dengan pakaian yang kupilihkan,” bisik Tama, tersenyum licik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 132 Terlahir Kembali

    Mendengar teriakan minta tolong dari Rania, Tama merasa adrenalinnya langsung melonjak. Tanpa ragu-ragu, dia segera menghubungi para anak buahnya yang masih tersisa dan memberi tahu mereka tentang keadaan darurat yang sedang dihadapi oleh Rania. Tama memberikan semua informasi yang dia miliki, termasuk nomor ponsel Rania agar bisa dilacak. Tama mencoba untuk tetap tenang dan fokus, meskipun kecemasannya yang tak terhindarkan. Dia bersumpah untuk melindungi Rania dan membawanya pulang dengan selamat, tidak peduli apapun resikonya.Arif tiba di kantor Tama dengan langkah cepat dan wajah yang tegang setelah mendapatkan informasi tentang kondisi Rania. Dia telah mengutus anak buahnya untuk segera melacak keberadaan taksi yang diduga menculik Rania.Ketika Arif memasuki kantor, dia melihat Tama yang sibuk berbicara dengan petugas polisi dan segera mendekatinya dengan langkah tergesa-gesa.“Tuan, bagaimana kondisi Rania?” tanya Arif cemas.“Apa kamu sudah menghubungi anak buahmu?”Arif meng

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 131 Tolong Aku!

    Dewi berlari kecil berusaha mencari keberadaan Rania pagi ini di dalam rumah besarnya. Kabar tentang Rania yang akan kembali bersama Tama, sudah tentu terdengar sampai telinganya. Arif sendirilah yang memberitahu Dewi, karena sejak semalam pria itu sibuk mengemasi barang Rania dan Athar–dengan bantuan Laura.“Rania!” Akhirnya Dewi menemukan Rania sedang memasak di dapur.Rania memutar badan, dan tersenyum begitu cerah. Dia mengisyaratkan pelayan rumah untuk pergi memberi ruang bagi Dewi dan Rania. Setelah mereka tinggal berdua, Dewi berjalan mendekat. Dia memang ingin mendengar langsung dari mulut Rania tentang rencana itu.“Apa benar kamu akan kembali ke rumah Tama?” tanya Dewi cemas.Rania hanya mengulaskan senyum. “Semoga ini keputusan tepat untuk saya dan Athar,” timpalnya.Wajah Dewi masih menyiratkan kekhawatiran. Perlahan dia menggenggam tangan Rania. “Jika boleh jujur, aku tentu senang mendengarnya. Tapi … kebahagiaanmu yang terpenting,” tegas Dewi. “Aku sangat senang menerima

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 130 Kembali Pulang

    Rania memimpin langkah Athar melewati pintu gerbang kantor yang kini telah berubah wajah menjadi sebuah restoran keluarga yang luas dan ramai. Cahaya lampu yang lembut memperlihatkan suasana hangat di dalamnya, di mana aroma makanan yang menggugah selera menguar di udara. Dalam cahaya lembut yang memancar dari lampu-lampu gantung di restoran keluarga itu, Rania memasuki ruangan dengan perasaan antara terkejut dan haru. Di sana, di tempat yang dahulu menjadi kantor Tama sebagai seorang peminjaman ilegal dengan banyak preman berwajah bengis, kini telah berubah menjadi sebuah tempat yang hangat dan penuh cinta, mengundang keluarga untuk berkumpul.“Ayah!” seru Athar, menunjuk ke arah Tama.Rania melihat Tama sibuk di dekat meja kasir, dengan senyuman hangat yang menyapanya begitu dia memasuki restoran. Mata Rania tidak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap perubahan besar yang dilakukan Tama setelah melalui masa lalu yang gelap. Dalam hati, ia merasa tersentuh oleh usaha keras Tama

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 129 Dianggap Lemah

    Dona duduk menyandarkan punggung, dengan kedua tangan dilipat. Tatapannya tajam ke arah Mada yang terus menyeringai seakan tengah menggoda Dona, mengingat kehidupannya di penjara yang membosankan. Mada tiba-tiba maju, mencondongkan tubuhnya hingga membuat Dona jengah dan spontan mundur.“Ayolah, Don. Kita bisa melakukannya di sini, secepat mungkin. Ada ruangan khusus agar kamu merasa nyaman,” goda Mada, berusaha menggapai Dona.Dona menepis tangan Mada yang hampir mengenai tubuhnya. “Menjauh dariku, biadab!” umpatnya kasar.Mada masih menyeringai. Namun dia memilih mundur. “Lalu apa maumu datang ke sini?” tanyanya.“Aku ingin membatalkan kerjasama kita!” sentak Dona. “Jangan pernah lagi mengganggu atau menghubungiku!”“Batal?” ulang Mada. Dia sejenak diam untuk mencerna ucapan Dona. Kemudian menyeringai seperti yang sudah-sudah. “Siapa bilang kamu bisa membatalkannya?”Dona mendengus kesal. Dia merasa bodoh karena hampir saja tertipu oleh tipu daya si gila Mada. Dengan satu kaki dihen

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 128 Menolak Kerjasama

    Dona melepas kacamata hitamnya, kemudian pandangannya melihat sekeliling bangunan restoran itu. Senyumnya terus terulas, namun bagi Arif tidak ada aura cerah di wajah Dona. Yang ada justru maksud licik tersembunyi yang bisa saja merugikan restoran dan Tama. Arif masih teringat akan peringatan Vinko mengenak rencana Mada, yang bisa saja kali ini menggunakan Dona sebagai alat.“Apa maumu?” ulang Arif, karena Dona tidak menjawab.“Restoran ini sudah buka, kan? Tentu saja aku datang sebagai pelanggan,” jawab Dona angkuh. Lantas berjalan dengan tubuhnya yang semampai, memasuki pelataran restoran itu.Arif tidak bisa berkutik karena restoran itu memang terbuka untuk umum, dan jika Dona datang sebagai pelanggan itu artinya Arif tidak bisa menolak. Namun bukan berarti Arif bisa mengendorkan kewaspadaannya, karena dari balik dapur restoran, matanya terus awas ke arah Dona.“Bos, kenapa dia ada di sini?” tanya salah seorang karyawan yang matanya mengikuti arah tatapan Arif. Dia tentu saja menge

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 127 Tidak Diundang

    Tuan Hadi sempat membeku setelah mendengar ucapan Vinko. Jika bisa, dia pasti mencegah Vinko untuk sekali lagi membuat kegaduhan, namun Tuan Hadi bukanlah tipe orang yang bisa berterus-terang dengan perasaannya. Dia memilih diam dan canggung, tidak menimpali ucapan Vinko. Namun Vinko tetaplah pria pintar, salah satu anak kandung Tuan Hadi yang berharga. Dia sadar jika sang ayah tidak menyukai tema pembicaraan mereka.“Ayah tahu kenapa aku dan Regina bercerai?” ujar Vinko, mengganti topik.Tuan Hadi menyesap rokoknya dalam-dalam. “Yang kutahu, Regina bukanlah wanita bodoh,”“Benar. Benar sekali,” Tatapan Vinko lurus memperhatikan Athar yang fokus bermain. “Dia sangatlah pintar. Satu-satunya wanita terpintar yang pernah kukenal,” Dia lalu menoleh ke arah Tuan Hadi. “Kenapa ini semua harus terjadi?” Dia justru bertanya.“Kuharap dugaanku salah, Vin,” timpal Tuan Hadi singkat.“Dia yang menggugat cerai pertama kali,” lanjut Vinko. Dia sempat tersendat saat bicara, tampak sangat menahan ra

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status