Share

Bab 7 Beracun

Author: Dama Mei
last update Last Updated: 2023-05-14 22:05:26

Salah satu dari mereka tampak menelan ludah, dengan peluh perlahan menetes saat melihat tampilan seksi Rania.

“Brengsek … “ umpat Tama, seraya menodongkan pistol.

Kolega yang ditodong pistol itu spontan angkat tangan dengan badan gemetar ketakutan.

“Apa kau menjadikan istriku fantasi seksualmu?” Tama bertahan dengan pistolnya. Dengan senyum menyeringai, dia mengarahkan pistol itu tepat di kepala sang kolega.

“M-maafkan saya, Tuan Tama,” Bergetar suara si kolega, sangat takut Tama akan menarik pelatuk pistol itu.

Selain suasana yang menegang diantara Tama dan dua koleganya, Rania pun ikut gemetar. Sebenarnya ini bukanlah pengalaman pertama baginya, saat Tama tiba-tiba marah setelah dengan sukarela mempertontonkan Rania.

Tapi Rania tidak bisa terbiasa dengan hal sadis itu. Badannya akan gemetar seakan mengalami serangan panik.

“Tapi Tuan–” Salah satu dari dua kolega–yang tidak ditodong pistol tiba-tiba bersuara. “Kenapa Anda marah, padahal Anda sendiri yang menunjukkan istri Anda pada kami?”

Tama menyeringai. “Kau … berani melawanku. Kau cukup cerdik,” komentar Tama. “Kau tahu aku tidak akan mungkin menembak kalian di tempat ini, makanya kau berani bicara,”

Kemudian Tama menoleh pada Rania yang masih gemetaran. Dia mengelus pelan lengan Rania. “Sayang, sebaiknya kamu pulang dulu. Aku ada sedikit urusan dengan mereka,” bisik Tama sembari menggulung lengan kemeja panjangnya.

Rania mengangguk patah-patah. Badannya masih gemetaran.

Tak lama, Arif masuk ke dalam ruangan untuk menutupi tubuh Rania dengan kain lebar. Dan menuntun wanita itu meninggalkan ruangan.

Buak! Buak!

Setelah berada di luar, Rania bisa mendengar pukulan keras yang tampak terjadi bertubi-tubi, diiringi jerit kesakitan–yang entah dari siapa.

Rania memeluk tubuhnya yang terbungkus kain lebar, masih gemetaran.

“Mari pulang, Rania,” ajak Arif.

“Apakah kalian puas saling menghabisi?” tanya Rania, tak mau beranjak.

“Itulah kehidupan kami,” timpal Arif. “Kamu sudah hidup bersama kami selama empat tahun, harusnya kamu sudah terbiasa,”

“Aku tidak akan terbiasa. Karena aku bukan bagian dari kalian,” sangkal Rania.

Arif tidak menanggapi. Dia hanya membujuk Rania untuk pergi–tapi tetap bertahan di tempat.

“Sebaiknya kita pergi, sebelum … “

“Kamu masih disini,” Tama tiba-tiba membuka pintu.

Arif tak lagi bisa melanjutkan ucapannya, dan Rania makin bergetar saat melihat suaminya itu.

Dengan noda darah di kemejanya, bisa dipastikan Tamalah yang menghajar mereka berdua hingga babak belur.

“Rif, tolong bereskan,” suruh Tama. “Jangan sampai ada yang tersisa,”

“Baik, Tuan,” Arif mengangguk patuh, lalu masuk ke dalam.

“Huek!” Rania tiba-tiba mual. Bukan karena apa, tapi karena membayangkan tubuh lebam penuh luka dari dua kolega Tama itu.

Tama melingkarkan lengannya di pundak Rania. “Mari kita menghabiskan malam bersama. Di hotel kesukaanmu,” bisik Tama, lalu mengecap leher Rania penuh gairah.

“S-sebaiknya kita bersihkan dulu bajumu,”

“Tentu saja, Sayang. Bersihkan sampai bersih,” Tama menggoda Rania, membuat bulu kuduk wanita itu berdiri.

***

“Rania,” panggil Tama, setelah Rania membersihkan diri dan keluar dari kamar mandi hotel.

Dengan menggunakan piyama handuk, Rania menghampiri Tama. Dia buka satu persatu kancing kemeja Tama yang penuh noda darah.

“Biar kubersihkan dulu bajumu,” ucap Rania, tanpa sedikitpun senyum terulas di bibirnya.

Tama tersenyum–lebih seperti menyeringai. “Mandikan aku,” pintanya.

Rania tidak menjawab. Dia hanya menuntun langkah Tama untuk memasuki kamar mandi, menunaikan tugasnya sebagai seorang istri yang baik.

“Bagaimana? Apa kamu menikmati hidangan di restoran tadi?” tanya Tama sembari Rania membersihkan tubuhnya.

“Hidangan?” ulang Rania penuh penekanan. “Manakah yang kamu maksud hidangan?”

Gelak tawa tak dapat terbendung dari bibir Tama. “Kamu memang seorang wanita pintar. Tak salah aku membiayai pendidikanmu,”

Rania tak bergeming.

“Kuharap para dosen itu memperlakukanmu dengan baik,” ujar Tama, saat Rania membasuh sisa sabun dari badannya.

“Mereka sangat menghormatiku sebagai rekan kerja,”

“Oh iya–” Tama berseru, seperti ingat sesuatu. “Apakah ada sesuatu yang unik di kelasmu?”

“Unik?”

“Iya! Mungkin … kamu–” Tama tak melanjutkan ucapannya. “Sudah, lupakan,”

Rania tidak minat dengan pembahasan Tama, maka dia diam saja meski Tama memutus ucapannya begitu saja.

Dia melanjutkan aktivitasnya, menjadi istri yang melayani dan memuaskan Tama.

Setelah membuat Tama dimabuk kepayang dengan permainannya di kamar mandi, Rania mulai mengenakan piyama handuknya kembali.

“Aku tadi belum sempat makan malam di restoran, jadi sekarang aku lapar,” tukas Rania.

“Kamu mau apa, Sayang?”

“Aku akan memesan makanan, selagi kamu membersihkan diri,”

Tama mengangguk saja. Tanpa tahu jika Rania sengaja memesan makanan, demi bisa memasukkan obat yang dapat membunuh Tama secara perlahan.

Tak lama setelah Rania memesan makanan, pesanan mereka pun diantar ke dalam kamar.

“Ini nasi goreng kesukaanmu,” Dengan senyum manis, Rania menyerahkan nasi goreng beracun itu pada Tama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 132 Terlahir Kembali

    Mendengar teriakan minta tolong dari Rania, Tama merasa adrenalinnya langsung melonjak. Tanpa ragu-ragu, dia segera menghubungi para anak buahnya yang masih tersisa dan memberi tahu mereka tentang keadaan darurat yang sedang dihadapi oleh Rania. Tama memberikan semua informasi yang dia miliki, termasuk nomor ponsel Rania agar bisa dilacak. Tama mencoba untuk tetap tenang dan fokus, meskipun kecemasannya yang tak terhindarkan. Dia bersumpah untuk melindungi Rania dan membawanya pulang dengan selamat, tidak peduli apapun resikonya.Arif tiba di kantor Tama dengan langkah cepat dan wajah yang tegang setelah mendapatkan informasi tentang kondisi Rania. Dia telah mengutus anak buahnya untuk segera melacak keberadaan taksi yang diduga menculik Rania.Ketika Arif memasuki kantor, dia melihat Tama yang sibuk berbicara dengan petugas polisi dan segera mendekatinya dengan langkah tergesa-gesa.“Tuan, bagaimana kondisi Rania?” tanya Arif cemas.“Apa kamu sudah menghubungi anak buahmu?”Arif meng

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 131 Tolong Aku!

    Dewi berlari kecil berusaha mencari keberadaan Rania pagi ini di dalam rumah besarnya. Kabar tentang Rania yang akan kembali bersama Tama, sudah tentu terdengar sampai telinganya. Arif sendirilah yang memberitahu Dewi, karena sejak semalam pria itu sibuk mengemasi barang Rania dan Athar–dengan bantuan Laura.“Rania!” Akhirnya Dewi menemukan Rania sedang memasak di dapur.Rania memutar badan, dan tersenyum begitu cerah. Dia mengisyaratkan pelayan rumah untuk pergi memberi ruang bagi Dewi dan Rania. Setelah mereka tinggal berdua, Dewi berjalan mendekat. Dia memang ingin mendengar langsung dari mulut Rania tentang rencana itu.“Apa benar kamu akan kembali ke rumah Tama?” tanya Dewi cemas.Rania hanya mengulaskan senyum. “Semoga ini keputusan tepat untuk saya dan Athar,” timpalnya.Wajah Dewi masih menyiratkan kekhawatiran. Perlahan dia menggenggam tangan Rania. “Jika boleh jujur, aku tentu senang mendengarnya. Tapi … kebahagiaanmu yang terpenting,” tegas Dewi. “Aku sangat senang menerima

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 130 Kembali Pulang

    Rania memimpin langkah Athar melewati pintu gerbang kantor yang kini telah berubah wajah menjadi sebuah restoran keluarga yang luas dan ramai. Cahaya lampu yang lembut memperlihatkan suasana hangat di dalamnya, di mana aroma makanan yang menggugah selera menguar di udara. Dalam cahaya lembut yang memancar dari lampu-lampu gantung di restoran keluarga itu, Rania memasuki ruangan dengan perasaan antara terkejut dan haru. Di sana, di tempat yang dahulu menjadi kantor Tama sebagai seorang peminjaman ilegal dengan banyak preman berwajah bengis, kini telah berubah menjadi sebuah tempat yang hangat dan penuh cinta, mengundang keluarga untuk berkumpul.“Ayah!” seru Athar, menunjuk ke arah Tama.Rania melihat Tama sibuk di dekat meja kasir, dengan senyuman hangat yang menyapanya begitu dia memasuki restoran. Mata Rania tidak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap perubahan besar yang dilakukan Tama setelah melalui masa lalu yang gelap. Dalam hati, ia merasa tersentuh oleh usaha keras Tama

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 129 Dianggap Lemah

    Dona duduk menyandarkan punggung, dengan kedua tangan dilipat. Tatapannya tajam ke arah Mada yang terus menyeringai seakan tengah menggoda Dona, mengingat kehidupannya di penjara yang membosankan. Mada tiba-tiba maju, mencondongkan tubuhnya hingga membuat Dona jengah dan spontan mundur.“Ayolah, Don. Kita bisa melakukannya di sini, secepat mungkin. Ada ruangan khusus agar kamu merasa nyaman,” goda Mada, berusaha menggapai Dona.Dona menepis tangan Mada yang hampir mengenai tubuhnya. “Menjauh dariku, biadab!” umpatnya kasar.Mada masih menyeringai. Namun dia memilih mundur. “Lalu apa maumu datang ke sini?” tanyanya.“Aku ingin membatalkan kerjasama kita!” sentak Dona. “Jangan pernah lagi mengganggu atau menghubungiku!”“Batal?” ulang Mada. Dia sejenak diam untuk mencerna ucapan Dona. Kemudian menyeringai seperti yang sudah-sudah. “Siapa bilang kamu bisa membatalkannya?”Dona mendengus kesal. Dia merasa bodoh karena hampir saja tertipu oleh tipu daya si gila Mada. Dengan satu kaki dihen

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 128 Menolak Kerjasama

    Dona melepas kacamata hitamnya, kemudian pandangannya melihat sekeliling bangunan restoran itu. Senyumnya terus terulas, namun bagi Arif tidak ada aura cerah di wajah Dona. Yang ada justru maksud licik tersembunyi yang bisa saja merugikan restoran dan Tama. Arif masih teringat akan peringatan Vinko mengenak rencana Mada, yang bisa saja kali ini menggunakan Dona sebagai alat.“Apa maumu?” ulang Arif, karena Dona tidak menjawab.“Restoran ini sudah buka, kan? Tentu saja aku datang sebagai pelanggan,” jawab Dona angkuh. Lantas berjalan dengan tubuhnya yang semampai, memasuki pelataran restoran itu.Arif tidak bisa berkutik karena restoran itu memang terbuka untuk umum, dan jika Dona datang sebagai pelanggan itu artinya Arif tidak bisa menolak. Namun bukan berarti Arif bisa mengendorkan kewaspadaannya, karena dari balik dapur restoran, matanya terus awas ke arah Dona.“Bos, kenapa dia ada di sini?” tanya salah seorang karyawan yang matanya mengikuti arah tatapan Arif. Dia tentu saja menge

  • Istri Muda Tuan Sadis   Bab 127 Tidak Diundang

    Tuan Hadi sempat membeku setelah mendengar ucapan Vinko. Jika bisa, dia pasti mencegah Vinko untuk sekali lagi membuat kegaduhan, namun Tuan Hadi bukanlah tipe orang yang bisa berterus-terang dengan perasaannya. Dia memilih diam dan canggung, tidak menimpali ucapan Vinko. Namun Vinko tetaplah pria pintar, salah satu anak kandung Tuan Hadi yang berharga. Dia sadar jika sang ayah tidak menyukai tema pembicaraan mereka.“Ayah tahu kenapa aku dan Regina bercerai?” ujar Vinko, mengganti topik.Tuan Hadi menyesap rokoknya dalam-dalam. “Yang kutahu, Regina bukanlah wanita bodoh,”“Benar. Benar sekali,” Tatapan Vinko lurus memperhatikan Athar yang fokus bermain. “Dia sangatlah pintar. Satu-satunya wanita terpintar yang pernah kukenal,” Dia lalu menoleh ke arah Tuan Hadi. “Kenapa ini semua harus terjadi?” Dia justru bertanya.“Kuharap dugaanku salah, Vin,” timpal Tuan Hadi singkat.“Dia yang menggugat cerai pertama kali,” lanjut Vinko. Dia sempat tersendat saat bicara, tampak sangat menahan ra

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status