Saat perintah pria tampan itu turun, hotel dan perusahaan Axion Company meledak dalam satu kabar. Tidak hanya tidak hadir dalam rapat penting tanpa kabar terlebih dahulu, bahkan telepon pertama yang tuan muda mereka perintahkan adalah mencari data seorang wanita yang telah berhasil melarikan diri dari kamar hotel tuan muda mereka. "Tuan muda memerintahkan untuk mencari seorang wanita? Seorang wanita? Benarkah itu?""Tidak, apakah akhirnya tuan mudaku bukan petapa? Ya Tuhan, ini berita besar.""Pada akhirnya, wanita itu, apakah dia akan mati? Atau akan dilempar? Ini adalah kamar hotel. Kamar hotel tuan muda kita, wanita itu, apakah mereka menghabiskan malam bersama?""Diamlah, dan cari data wanita ini! Kalian terllau banyak bicara!""Tunggu, dari pada itu, tuan muda terlihat sangat kesal. aku yakin akan mendengar berita kehancuran suatu keluarga.""Kita harus mencari tahu semuanya agar jelas. aku yakin ada sesuatu."Beberapa orang mulai sibuk dalam pekerjaaan karena perintah ini, na
Elden terhenyak saat kata-kata Chana jatuh. Melihat putrinya menangis dengan tatapan bingung hatinya yang mendingin terengut. Dia baru saja akan angkat bicara sebelum putrinya kembali bersuara. "Ayah, apakah karena ibuku tidak di sini hingga aku harus dipukuli untuk kesalahan yang tak kuperbuat? Apakah ayah lupa? Aku juga putri Ayah. Aku tak tahu ibu akan pergi meninggalkan kita, mulai sekarang aku akan berusaha mencarinya. Tapi kini, untuk saat ini, aku merasa lelah." Tatapannya yang berkaca- kaca membuat wajah Chana menyedihkan. Dia membalikkann badan seakan semua tak pernah terjadi. "Ayah, hari ini aku sangat lelah." Mendengar itu mata Elden memanas. Kepergian istri pertamanya, mungkin dia membencinya tapi ini bukanlah suatu alasan yang harus membuat putrinya menderita. Dia menatap punggung putrinya yang menjauh lalu beralih pada Mesya secara ganas. Putrinya dipukuli? Kenapa dia tak tahu? Selama ini dia selalu merasa putrinya ini sangat di luar batas hingga sangat bodoh lalu juga
Kemuraman Chana membuat emosi Logan tersulut. Saat Chana menghempas tangannya, dia menyadari tatapan Chana yang seakan tak peduli pada keberatannya. "Chana,""Itu bukan urusanmu!" "Bagaimana kau bisa mengatakan itu?" Kekecewaan tercetus tanpa bisa dicegah, Logan ingin tertawa seakan tak percaya pada wanita di hadapannya. Benarkah wanita ini adalah orang yang sama dengan orang yang selalu mengatakan mencintainya?Angin berhembus cukup kencang dari pintu balkon kamar yang terbuka. Tirai bergoyang perlahan, membuat suasana menjadi sunyi untuk sesaat. "Bagaimana tentang dirimu, bukan menjadi urusanku?" ulang Logan menekan setiap kata yang keluar.Chana menatap Logan yang menunduk dengan kepalan tangan erat. Dia bisa merasakan amarah Logan yang tak biasa. Dia harusnya berlari memeluk kekasihnya lalu menangis meminta maaf atas semua hal yang terjadi padanya. Dia harusnya tersedu dalam pelukan Logan lalu Logan yang kecewa akan menghempaskan tubuhnya dan dia berlutut memohon pengampunan. D
Logan melangkahkan kakinya dengan berat tanpa menoleh sedikitpun meski suara Chana terdengar jelas. Ini cukup aneh baginya karena dia berpikir Chana akan mengejar dan segera meraih tangannya. Tapi nyatanya, pintu kamar itu tertutup dan tak terbuka sama sekali meski dia menunggu sosok Chana keluar menghampirinya."Logan,"Logan menoleh, mendapati Chassy yang tersenyum lembut padanya."Apakah kakak tidak ada di dala-""Tidak," potong Logan cepat menegaskan bahwa dia tak ingin mendengar apa pun saat ini tentang Chana. Kemuraman kian terlihat jelas saat dia mengingat Chana yang sangat jauh berubah. "Dia hanya lelah. Aku akan kembali."Chassy melihat raut kecewa yang dalam dengan jelas. Tanpa sadar dia meraih tangan Logan yang baru saja melangkah untuk pergi. "Logan, ada apa? Apakah kalian bertengkar? Kau tahu bahwa kakak mungkin melakukan kesalahan karena dia sedikit bodoh tapi aku akan membuatnya untuk meminta maaf padamu."Logan tak menjawab, namun menarik tangannya dari tangan Chassy.
Chana turun saat seorang pelayan memanggilnya untuk makan malam bersama keluarga. Dia tak memiliki pakaian yang pantas, namun dia juga telah mengambil keputusan bulat untuk tidak menutupi semuanya. "Pakaian apa yang kau kenakan?" Tegur Mesya dingin saat melihatnya baru saja duduk dengan patuh. Elden yang sedari tadi menikmati kopi dari gelas di hadapannya sebelum acara makan di mulai mengangkat wajahnya lurus. Matanya jatuh pada jejak merah yang terlihat mencolok di antara kulit seputih salju. "Aku tak memiliki pakaian lain," "Chana!" Bentak Elden tak tertahankan bahkan Chassy yang baru saja tiba berjangkit kaget. "Kau! Jejak apa yang ada di tubuhmu! Apa yang telah terjadi!"Mesya yang sedari tadi diam kini mulai meneliti tubuh Chana dan matanya tiba-tiba membulat. "Oh, Chana, bagaimana bisa kau - tidak, sayang ini tidak mungkin. Itu adalah jejak-""Siapa yang melakukannya?" Potong Elden tak menutupi amarahnya. Mendengar itu Chana sama sekali merasa tak terganggu. Dia hanya menat
"Chana,"Chana, yang sedang melangkahkan kakinya di halaman luas keluarga Oswald dengan menundukkan kepalanya terhenti saat sepasang sepatu hitam itu berhenti tepat di bawah kakinya."Kemana kau pergi?"Suara yang sangat familiar, dengan intonasi acuh tak acuh, memperjelas sikap dingin pemiliknya. Tanpa sadar, Chana mendongak dan menemukan wajah tampan yang menatapnya lekat."Agraf," suara Chana lemah, penuh keterkejutan, dengan mata membulat tak percaya. Bukankah dia baru akan datang? Kenapa sekarang sudah ada di kota ini? Tidak, jika aku tak salah, dia tak seharusnya kembali di bulan ini. Harusnya ...."Chana,"Teguran dingin itu kembali terdengar, Chana seakan tersadar dengan langkah mundur sedikit ketakutan."Apa sekarang kau tuli- tunggu, ada apa dengan tubuhmu?"Sebuah tangan hangat terulur menyentuh ujung kulit leher Chana sebelum Chana berjengkit menjauh. Membiarkan tangan Agraf di udara dengan canggung. Tatapan mereka bertemu, namun kedinginan di hati Chana menyebar dengan sa
Pagi menyambut dengan cahaya kekuningan yang mulai berpendar melewati pepohonan. Tapi Chana masih di sana, di tempat yang sama sejak dini hari ia terbangun dan tak bisa tidur lagi. Matanya meneliti jalanan dan tertegun saat melihat Rolls-Royce terparkir di pinggir jalan. Dia tak mengingat bahwa pengguna apartemen murah di sekitar sini memiliki mobil mahal seperti jenis yang dia lihat. Atau, apakah dia yang memang tak tahu bahwa mungkin saja ada miliader yang bersembunyi di antara apartemen di sini? Axel yang menyadari bahwa Chana menatap mobilnya tersenyum samar. Dia bisa melihat wajah putih Chana yang tampak segar dan terlihat baik-baik saja. Merasa lega dia akhirnya melihat jam di pergelangan tangannya. "Dom, kita berangkat sekarang," Dominic yang tengah berada di belakang kemudi mengangguk patuh. Dia adalah asisten yang menangani semua masalah Axel juga merupakan orang kepercayaan Axel. Saat ini dia hanya tak mengerti, kenapa tuan mudanya tiba-tiba melakukan semua ini. "Tuan, p
Pada akhirnya di dalam pesawat Chana hanya menurut duduk di samping Matteo, pria tampan yang baru dia kenali. Anehnya, dia tak merasa Matteo berbahaya hingga mudah akrab begitu saja. "Kakak ipar-" "Berhenti memanggilku seperti itu," potong Chana memelototkan matanya. "Aku bahkan tak tahu siapa kakakmu yang sudah aku nikahi." Matteo tertawa, dalam jarak sedekat ini, dia jelas bisa melihat bagaimana bibir merah tanpa lipstik itu mengerucut keberatan. Dengan mata bulat yang menunjukkan kekesalan, pipi putih itu tampak menggemaskannya. Dia bahkan bisa tahu bahwa kulit halus itu murni bersih tanpa selayang bedak atau make up apa pun. Itu benar-benar kecantikan yang murni. "Ah, bagaimana ini. Kurasa aku tahu kenapa kakak pertama menyukaimu." "Kakak pertama? Jadi berapa banyak kakak yang kau miliki?" Matteo kembali tersenyum. "Itu rahasia. Kenapa kau ingin tahu?" "Sinting!" Matteo tertawa. "Ahahahaha, kurasa aku tak akan pernah bosan jika bersamamu. Jadi kakak ip-" "Sudah kubilang! U